Etika Vaisnava

              Etika Vaisnava Hare krishna



Bagian 1
1. PENGANTAR SINGKAT MENGENAI MAKNA PENTING BUKU INI

Isi buku pedoman ini dikumpulkan dari sumber-sumber seperti buku Lautan Manisnya Rasa Bhakti, Ajaran Abadi Upadesamrita dan buku-buku lainnya, surat-surat dan pe-rintah-perintah Srila Prabhupada serta dari pengamatan atau saran berbagai penyembah. Śrī Caitanya mengajarkan kepada Śrīla Sanātāna Gosvami tentang perilaku seorang Vaishnava sebagai berikut:
                      
"yadyapio tumi hao jagat-pāvana
tomā-sparśe pavitra haya deva-muni-gaṇa
tathāpi bhakta-svabhāva — maryādā-rakṣaṇa
maryādā-pālana haya sādhura bhūṣaṇa

                                      CC Antya 4.129-130
“Wahai Sanatana, meskipun engkau adalah penyelamat seluruh alam semesta dan meskipun para dewa dan orang-orang suci sekalipun tersucikan dengan menyentuh dirimu, sudah merupakan sifat dasar seorang penyembah melaksanakan dan melindungi etika Vaishnava. Penerapan etika Vaishnava adalah perhiasan seorang penyembah.”


maryādā-lańghane loka kare upahāsa
iha-loka, para-loka — dui haya nāśa

                                   CC Antya 4.131
“Apabila seseorang melanggar hukum-hukum etika, orang-orang akan mencibirnya sampai dia binasa baik di dunia ini maupun di akhirat.”





Sri Caitanya Mahaprabhu juga memberikan lima perintah penting kepada Enam Gosvami dari Vrindavana. Berdasarkan perintah tersebut, dipandang perlu menuliskan aturan dan ketentuan untuk memenuhi tuntutan misi pengajaran ISKCON yang berkembang semakin luas.

Perintah-perintah tersebut adalah sebagai berikut:
1. Untuk mempelajari dengan cermat semua kitab suci wahyu dan mengambil intisari dari semua kitab tersebut di mana intisari dari semuanya adalah bhakti.
2. Untuk menggali tempat-tempat suci lila Krishna di Vrindavana. Untuk membuat Vrindavana Dhama menjadi tempat di mana orang-orang dari berbagai belahan dunia akan datang untuk berlindung dan memperoleh inspirasi.
3. Untuk membangun kuil-kuil yang indah dan mensta-nakan Arca-Arca yang mengagumkan serta menga-jarkan kepada dunia metode pemujaan Arca yang benar.
4. Dengan perilaku mereka sendiri; untuk memperli-hatkan sikap seorang Vaishnava dan etika yang benar di kalangan para Vaishnava. Śrī Caitanya mengang-gap hal ini sebagai prinsip yang paling penting. Kita tidak hanya harus kuat secara filosofis namun kita harus mengerti bagaimana beretika dengan benar an-tara satu dan yang lain, terhadap atasan, terhadap bawahan, terhadap Tuhan dan terhadap roh-roh terikat.
5. Śrī Caitanya memerintahkan kepada mereka untuk menegakkan etika Vaishnava melalui tulisan-tulisan demikian pula melalui perilaku mereka.
6. Dengan perilaku mereka sendiri; untuk memperli-hatkan apa yang merupakan tugas seseorang yang menempuh hidup pelepasan ikatan.



2. ESENSI
Pola hidup seorang penyembah hendaknya sesuai dengan prinsip “Hidup sederhana, berpikir tinggi.”
Ada banyak aturan dan ketentuan yang membimbing kehidupan seorang pernyembah tapi tujuan dari semua itu ialah untuk membantu kita –
“Selalu ingat pada Krishna
Tidak pernah lupa pada Krishna”
Ini adalah aturan yang paling penting dan semua aturan lain tunduk di bawah aturan ini.


Bagian 2
1. ETIKA DI KUIL/ TEMPAT SEMBAHYANG

A)  BERSIKAP RENDAH HATI
Pada zaman dahulu para raja biasa bepergian dengan di-tandu. Salah satu aturan menyatakan bahwa orang hendaknya jangan pernah masuk ke kuil dengan ditandu atau naik mobil atau dengan masih memakai sepatu. Maksud-nya ialah bahwa orang hendaknya melepas mentalitas sebagai raja yakni mentalitas sebagai Penguasa dan tuan, apa pun kualifikasi pribadi, kemampuan dan kedudukan sosialnya. Di antara para penyembah Tuhan, khususnya di kuil, satu-satunya julukan yang berlaku ialah ‘PELAYAN DARI PELAYAN’.

B)  BERSUJUD
Begitu masuk tempat sembahyang, pertama-tama kita hendaknya bersujud (panchanga pranama) kepada para Vaishnava yang hadir dan mengucapkan doa:

vanca-kalpatarubhyas ca krpa-sindhubhya eva ca
    patitanam pāvanebhyo vaisnavebhyo namo namah
“Hamba bersujud dengan hormat kepada semua Vaishnava penyembah Tuhan. Mereka bagaikan pohon pemenuh keinginan yang dapat memenuhi keinginan setiap orang, dan mereka penuh belas kasih terhadap roh-roh terikat yang jatuh.”

Kemudian kita hendaknya bersujud (sujud dandavat penuh bagi laki-laki) kepada Śrīla Prabhupāda, dengan memosisikan beliau berada di sebelah kiri kita, dan meng-ucapkan mantra paranati untuk beliau,“namo om visnu-padaya..” Kemudian, kita hendaknya men-dekati Arca dan bersujud dandavat penuh, dengan memosisikan Arca berada di sebelah kiri kita dan mengucapkan pranama mantra masing-masing Arca. Harus diperhatikan bahwa kita hendaknya jangan bersujud dengan satu tangan. Kedua tangan hendak-nya menopang badan saat bersujud dan kedua lengan harus terjulur.

C) MEMUSATKAN PIKIRAN KEPADA ARCA
Setelah bersujud kepada Arca kita hendaknya ‘darsana’ kepada Arca dengan penuh rasa bhakti dan memohon karunia Arca. Namun, kita hendaknya jangan langsung memandang wajah Arca secara penuh. Cara yang benar untuk ‘darsana’ kepada Tuhan diuraikan dalam Śrīmad Bha-gavatam 2.2.13, “Proses meditasi hendaknya dimulai dari kaki-padma Tuhan lalu berangsur-angsur ke wajah-Nya yang tersenyum. Meditasi hendaknya dipusatkan di kaki-padma kemudian betis, lalu ke paha dan de-ngan demikian semakin ke atas. Semakin pikiran mantap pada berbagai anggota badan satu demi satu, kecerdasan akan semakin disucikan.”

Srila Prabhupada menguraikan di bagian penjelasan bahwa meditasi semacam itu akan membantu kita  melepaskan diri dari pemuasan indera. Suasana hati penyembah saat ‘darsana’ ialah “Oh Tuhan, hamba adalah abdi-abadi-Mu. Mohon berkenan memberitahu hamba, bagaimana hamba dapat melayani-Mu?” Fungsi Arca besar di kuil adalah untuk memberi ‘darsana’ dan biasanya adalah istadeva dari sampradaya kita. Jadi merupakan hal wajar dan memperlihatkan sikap hormat jika pertama-tama kita melihat Mereka.

Ada juga pertimbangan lain seperti:
Jika ada tiga altar, seperti di Krishna Balarama Mandir di Vrindavana {atau Sri Sri Radha Rasbihari Mandir di Juhu}, Srila Prabhupada biasanya bersujud terlebih dahulu di Altar Gaura-Nitai kemudian menuju Altar Krishna Bala-rama lalu ke Altar Śrī Śrī Radha-Syamsundar.
Bisa juga penyembah ingin melihat Gurunya lebih dulu {namun foto Gurunya mungkin tidak ada} kemudian ‘darsana’ dengan proses menaik sampai pada Sri Krishna.
Saat ‘darsana’, kita bisa berdiri di samping agar tidak mengalangi penyembah yang sedang duduk.
Saat kita menghadap Arca, ‘darsana’ hendaknya dimulai dari sudut kiri menuju ke kanan, Arca demi Arca hingga ke sudut kanan.


D)  SIKAP DUDUK
Ada beberapa aturan mengenai sikap duduk di tempat sembahyang:
  • Saat duduk kita hendaknya jangan memperlihatkan kaki kepada Arca atau menjulurkan kaki ke arah Guru, Tulasi-devi dsb. Telapak kaki harus selalu ditutupi.
  • Sebisa mungkin kita hendaknya menghindari duduk membelakangi Arca atau membelakangi vyasasana. (Namun, mungkin saja tata ruang kuil menghalangi kita untuk melak-sanakan prinsip ini).
  • Kita hendaknya tidak menjulurkan kaki di hadapan Arca.
  • Kita hendaknya tidak du-duk di hadapan Arca sambil memegang pergelangan kaki, siku atau lutut. (lihat gambar di samping)
  • Kita hendaknya jangan ter-tidur saat duduk di hadapan Arca.

E)  BERBICARA
a)  Di hadapan Arca kita hendaknya jangan:
-  berbicara dengan suara keras
-  bertengkar
-  memarahi orang lain
-  berkata-kata kasar atau marah-marah
-  memuji orang lain
-  menjelek-jelekkan orang lain
-  menghina para dewa
-  terlibat dalam ‘prajalpa’ atau pembicaraan duniawi
-  berbohong
-  berbicara dekat penyembah yang sedang berjapa

b)  Orang boleh berbicara di hadapan Arca kepada tamu dan penyembah jika pembicaraan itu membantu peng-ajaran atau meningkatkan kesadaran Krishna mereka, namun semua pembicaraan lain hendaknya dilakukan di luar tempat sembahyang.


F) PAKAIAN DAN PENAMPILAN
a) Pakaian seorang penyembah harus sederhana, bersih dan khas, yang bisa mengingatkan orang lain tentang KRISHNA.
b) Ketika datang ke kuil (khususnya untuk acara pagi, perayaan dan Sunday Feast) para penyembah hendak-nya berpakaian sebagai berikut:
Laki-laki: dhoti dan kurta
Perempuan: sari (kepala ditutup di hadapan laki-laki)
Pakaian lain hendaknya dihindari kecuali dalam keadaan terpaksa atau benar-benar dibutuhkan untuk pengajaran.
c) Untuk laki-laki maupun perempuan, pakaian hendaknya sederhana dan tidak mengikuti mode masa kini serta tidak mewah. Namun, pakaian harus rapi dan bersih. Hal-hal yang tidak perlu seperti parfum dan berbagai bentuk kosmetik serta make-up hendaknya dihindari. Kesederhanaan dalam berbusana sangatlah penting bagi seorang Vaishnava, baik di tempat sem-bahyang maupun di luar.
d) Khususnya untuk acara pagi dan untuk semua program kuil, secara umum harus mengenakan pakaian bersih. Jangan memakai pakaian yang sudah dipakai pada hari sebelumnya.
e) Sri Caitanya menyatakan bahwa seorang Vaishnava ada-lah orang yang ketika kita lihat mengingatkan kita kepada Krishna. Dengan demikian, semua penyembah harus teliti terhadap hal-hal berikut, yang menandai kita sebagai seorang Vaishnava:
1. Tilaka:
Kita hendaknya selalu menghias badan dengan tilāka di dua belas bagian, setelah mandi. Orang yang tidak mengucapkan Nama Suci (berjapa) dan tidak mengikuti prinsip-prinsip aturan tidak boleh memakai tilaka, terutama di luar kuil.
2. Rambut:
Laki-laki: Para brahmacari dan sannyasi harus meng-gundul kepala sekali seminggu serta memakai sikha. Grhasta boleh melakukan hal yang sama. Tapi, sesuai dengan pelayanannya, mereka boleh memelihara rambut pendek dan rapi, dan kalau mungkin, mema-kai sikha kecil.
Meskipun rupanya tidak ada petunjuk sastra mengenai ukuran sikha, secara tradisi para Gaudiya Vaishnava memaki sikha kira-kira seukuran telapak kaki anak sapi, kurang lebih berdiameter 1,5 inchi (4 cm).
Panjang sikha bisa bebas, tapi harus selalu diikat erat dan hanya dilepas ikatannya saat mandi, saat dibersihkan atau saat meminyakinya.
Begitu juga, saat akan tidur, mengikuti upacara pembakaran jenazah, atau menjalani masa berkabung, hendaknya sikha dibiarkan tidak terikat. Karena sikha yang tidak diikat meru-pakan tanda adanya kematian dalam keluarga, sung-guh tidak mujur untuk menjalani tugas sehari-hari dengan sikha yang tidak diikat. Juga dikatakan bahwa kalau seseorang membiarkan sikha-nya tidak diikat, badan akan menjadi lemah.
Saat mengikat sikha sehabis mandi, ucapkan mantra Hare Krishna atau kalau sudah diinisiasi dengan mantra Gayatri, ucapkan Brahma-Gayatri (mantra Gayatri bait pertama) dalam hati. Sikha hendaknya jangan dikepang (secara tradisi hanya perempuan yang mengepang rambut), juga hendak-nya jangan dibiarkan panjang dan tergerai.
Kalau sikha terlalu pendek untuk diikat, bisa dibiarkan lepas namun tidak acak-acakan.
Perempuan: Lebih diutamakan bagi perempuan untuk memelihara rambut panjang dan diikat ke belakang.


3. Kanthi-Mala (Kalung Tulasi):
Semua penyembah yang sudah menerima diksa harus memakai kanthi-mala setidaknya dua (2) atau tiga (3) lilitan. Mala harus dililitkan di sekitar pangkal tenggorokan dan hendaknya bisa dilihat dengan jelas.
Penyembah yang belum menerima diksa namun telah mengikuti semua prinsip aturan selama beberapa waktu dan yang ingin meneri-ma diksa juga boleh memakai kanthi-mala.
Kalung Tulasi yang dipakai di leher menunjukkan penyerahan-diri seorang penyembah kepada Tuhan, karena itu orang yang memakai ka-lung Tulasi di lehernya sangat dicintai oleh Tuhan.
Namun, orang berbuat kesalahan bila ia memakai kalung Tulasi hanya sekadar meniru seorang Vaishnava tanpa berusaha secara serius untuk berserah-diri kepada Tuhan.
Disarankan agar jangan memakai kalung Tulasi apabila seseorang tidak mengikuti empat prinsip aturan.
Beberapa penyembah juga memakai jenis mala bertuah lainnya—baik yang terbuat dari Tulasi, biji bunga padma, tali dari ratha (kereta) Jagannatha, atau pavitra berbahan sutra—saat melakukan puja, japa atau kegiatan suci lainnya, di mana benda-benda ini hendaknya dilepas saat mandi atau meninggalkan kuil atau rumah, dan saat ke kamar kecil.
Kanthi-mala dipakai selalu, sebab kalung itu me-lindungi seseorang dari mimpi buruk, kecelakaan, serangan senjata dan utusan Yamaraja. Begitu melihat Tulasi-mala, para Yamaduta lari ketakutan bagai de-daunan diterbangkan angin.
Penyembah yang tidak mengikuti prinsip-prinsip dasar, terutama mengucapkan Nama Suci dan empat prinsip aturan (yakni tidak makan daging, tidak berzinah, tidak berjudi, tidak mabuk-mabukan) hendaknya jangan memakai kanthi-mala. Berbicara secara tegas, sekali kanthi-mala dipakai, bahkan bawang merah dan bawang putih pun tidak boleh melewati tenggorokan.
Karena itu, orang hendaknya menasihati para pe-nyembah baru dengan cara seperti itu.
4. Jenggot dan kumis :
Penyembah yang sudah menerima diksa atau yang akan menerima diksa hendaknya tidak memelihara kumis atau jenggot. (Namun, hendaknya diperhatikan bahwa dalam beberapa ‘matha’ Vaishnava, laki-laki mencukur wajah dan kepalanya sekali saat bulan mati atau saat bulan purnama; dan dalam peri-ode Caturmasya mereka tidak bercukur sama sekali. Namun standar bagi kita ialah bercukur secara teratur dengan pengecualian untuk yatra tertentu atau alasan lain yang dapat dibenarkan).
G) KEBERSIHAN DAN KESEHATAN
a)    Seperti disebutkan sebelumnya, di tempat sembahyang harus memakai pakaian bersih.
b)    Sehabis menerima prasadam, lantai tempat menaruh piring harus dibersihkan. Hendaknya jangan melang-kahi area tempat prasadam, sebab tempat itu dianggap tercemar. Tempat di mana kita menerima prasadam menjadi tercemar, dan kalau kita melangkah di tempat itu, maka kaki harus segera dicuci. Area tempat kita menerima prasadam harus segera dibersihkan sehabis menerima prasadam. Oleh karena kuil harus sangat bersih, kita hendaknya berhati-hati agar tidak mence-mari kuil dengan tidak semestinya.
c)     Orang hendaknya jangan memasuki aula kuil tanpa mencuci tangan dan kaki sehabis makan.
d)    Orang hendaknya memasuki kuil dengan tangan dan kaki yang bersih.
e)    Orang hendaknya mandi sehabis buang air besar dan setelah itu baru boleh memasuki aula kuil.
f)     Orang hendaknya jangan memasuki kuil sehabis menghadiri pembakaran mayat atau sehabis menyentuh mayat. Ia harus mandi terlebih dahulu, setelah itu baru boleh memasuki kuil.
g)    Orang hendaknya jangan kentut atau beserdawa di dalam tempat sembahyang.
h)    Orang hendaknya menghindari memasukkan jari ke mulut, telinga atau hidung saat berada di tempat sem-bahyang. Kalau terpaksa harus melakukan hal itu (demikian juga di luar kuil), sehabis itu ia harus segera mencuci tangan.
i)      Selama mengalami menstruasi, para mataji boleh mengunjungi kuil, tetapi mereka tidak boleh melakukan pemujaan Arca, seperti arati, menghias Arca, memasak, membuat garlan atau tugas-tugas lainnya yang mem-butuhkan kehadiran mereka di ruang Arca atau di dapur, atau pekerjaan apa pun yang berhubungan secara lang-sung dengan Arca (misalnya menjahit pakaian Arca).
Selama masa tersebut, mataji yang bersangkutan hendaknya menghindari sentuhan fisik dengan siapa saja yang sedang atau akan melayani Arca.
Mereka boleh mengikuti Tulasi-puja namun hendak-nya tidak mempersembahkan air kepada Tulasi-devi.
Dalam keadaan apa pun, berjapa dengan japa-mala harus terus dilakukan. Tidak ada alangan material untuk mengucapkan Nama Suci Tuhan.
Sejauh menyangkut situasi di rumah, para mataji yang beralangan hendaknya berusaha menjaga standar tadi sebisa mungkin. Dalam beberapa keadaan ba-rangkali hal tersebut tidak dapat diterapkan, seperti jika tidak ada orang lain yang memasak, dsb. Dalam keadaan demikian, mataji bersangkutan bisa mela-kukan apa yang diperlukan untuk memenuhi kewajiban rumah tangga dan pada saat yang sama juga berusaha agar Arca yang ada di rumah bisa dilayani.
Sebisa mungkin, anggota keluarga lainnya hendak-nya membantu dalam hal ini.

H) PERILAKU UMUM
Kita hendaknya selalu ingat bahwa kita adalah seorang penyembah dan wakil Guru dan Krishna. Apakah di kuil atau di rumah, saat bekerja di kantor atau di jalan, kita hendaknya menunjukkan perilaku yang bisa mengundang penghormatan terhadap Guru dan Krishna, dan hendaknya menghindari segala perilaku yang akan memberi kesan buruk terhadap Guru dan Krishna.
Penyembah hendaknya jangan memakai perhiasan, jam tangan dsb., yang mahal dan menyolok. Bagi para mataji, perhiasan harus dipakai dengan penuh pertim-bangan (jika memang harus memakai) dan bagi laki-laki lebih baik menghindari sama sekali segala jenis perhiasan seperti kalung emas, gelang, dsb.
Sebisa mungkin penyembah hendaknya menghindari menggunakan segala jenis barang yang terbuat dari kulit, dengan mengetahui semua itu sebagai hasil dari pembunuhan binatang. Kecuali tidak bisa dihindari dalam pelayanan, kita hendaknya menahan diri dari menggunakan sepatu kulit (dan juga barang-barang seperti tas, dompet, tali jam dsb.).
Bahkan (dan khususnya) jika kita dikritik atau orang berbuat kesalahan terhadap diri kita, kita hendaknya mengambil sikap dengan tetap menjaga martabat.
Tentu kita berusaha untuk mencegah diri kita ditipu orang atau kita akan mengambil tindakan ketika di-butuhkan, namun hendaknya kita berhati-hati agar menghindari pertengkaran, terlibat dalam adu mulut yang sia-sia, dan sebagainya.
Secara khusus seorang penyembah harus berhati-hati dalam hubungan dengan lawan jenis.
Srila Rupa Gosvami mengatakan bahwa seorang penyembah tidak boleh lalai dalam urusan biasa. De-ngan kata lain, kita hendaknya jangan mengabaikan tata krama dan formalitas biasa dengan menganggap semua itu sebagai hal duniawi (dan menganggap diri sudah rohani).
Menyentuh seseorang dengan kaki adalah suatu kesa-lahan. Misalkan, kalau seseorang mesti melewati pe-nyembah yang sedang duduk di kuil, ia hendaknya mengulurkan tangan untuk mengisya-ratkan bahwa ia ingin lewat sehingga mereka akan menggeser lutut untuk memberi jalan (lihat gambar.)
Kalau tanpa sengaja seseorang menyentuh seorang penyembah dengan kakinya, ia hendaknya menyentuh badan penyembah bersangkutan dengan tangan kanan secara lembut dan (kemudian) menyentuhkan tangan kanannya ke kepalanya sendiri; hal ini akan menghapus kesalahan tersebut.
                           
I)  MENGHADIRI CERAMAH
Ketika menghadiri ceramah, kita hendaknya penuh perhatian dan tenang. Seorang penyembah yang banyak bicara atau mengantuk akan mengurangi semangat dan mengacaukan pikiran yang berpengaruh pada pence-ramah dan penyembah yang sedang mendengarkan. Hal itu juga menjadi kesan yang kurang bagus terhadap perkumpulan kita.
Kalau seseorang benar-benar mengantuk, ia hendaknya bergeser ke dinding di tepi ruangan dan bisa berdiri.
Aturan mengenai sikap duduk di dalam kuil sebagai-mana telah disebutkan sebelumnya hendaknya diikuti.
Kita hendaknya menghindari keluar-masuk kuil atau ruangan tempat berlangsungnya ceramah. Hal ini sangat mengganggu.
Para orang tua harus menjaga anak-anaknya. Kalau anak-anak ribut, mereka harus diajak keluar ruangan kuil.
Pertanyaan yang relevan dan berhubungan dengan topik ceramah boleh diajukan, dengan sikap rendah hati.
J)  MENGHADIRI UPACARA ARATI
Arati juga disebut niran-jana atau drsti, yang arti-nya mempersembahkan benda-benda bertuah de-ngan cara memutarkannya di hadapan seseorang un-tuk menghilangkan penga-ruh atau unsur-unsur ku-rang mujur, dengan tujuan perlindungan.
Berbagai benda yang dipersembahkan, yang semuanya melambangkan unsur-unsur material dalam bentuknya yang suci dan obyek-obyek indera yang berkaitan (seperti suara, bentuk, sentuhan, dsb.) adalah bertuah dan me-nyucikan.
Dengan demikian, semua upacara arati yang dipersem-bahkan kepada Tuhan adalah bertuah (mangala) tetapi arati pertama setiap hari, pada pagi hari, dianggap paling bertuah bagi semua yang menghadiri.
Śrīla Visvanatha Cakravarti Thakura, dari masa per-tengahan abad ketujuh belas, adalah seorang guru spiritual agung dalam rangkaian garis Guru dan murid yang sadar akan Krishna. Beliau berkata, “Orang yang melantunkan doa-doa pujian yang indah ini kepada guru spiritual dengan suara keras dan penuh perhatian selama brahma-muhurta, pada akhir hayatnya akan mencapai pelayanan langsung kepada Krishna, Penguasa Vrindavana.”

K)  MENGHORMATI MAHA-PRASADAM / NIRMALYA
Yang dimaksud nirmalya adalah garlan/ kalungan bunga, bunga, candana, air mandi (caranamrita), lampu ghee dan daun Tulasi yang telah dipersembahkan kepada Tuhan oleh pujari selama melakukan puja. Setelah puja selesai, para penyembah hendaknya menerima benda-benda ini di atas kepala, sambil berkata, “jaya maha-prasadam.”
I. Bunga, garlan/ kalungan bunga:
Orang hendaknya jangan bersikap tidak hormat ter-hadap nirmalya dengan melangkahinya atau mening-galkannya tergeletak di tempat kotor.
Setelah diperlakukan dengan penghormatan semes-tinya, nirmalya seperti garlan dan bunga bisa dikum-pulkan lalu dihanyutkan di sungai, danau atau laut.
Penyembah menerima prasadam garlan bunga dengan cara menyentuhkannya ke kepala, memakainya dan menciumnya.
Penyembah menerima prasadam garlan Tulasi dengan menyentuhkannya ke kepala dan menciumnya, tapi tidak menggunakannya.
II. Caranamrita :
Meminum air mandi Śrī Visnu ampuh untuk melebur pengaruh jutaan dosa misalnya dosa membunuh makhluk hidup lain. Tetapi, orang yang membiarkan air mandi yang suci itu jatuh ke tanah bahkan setetes pun harus mengalami derita delapan juta pengaruh dosa tersebut. (Hari-bhakti-vilasa)                    
Pujari (atau asisten pujari) hendaknya membagikan caranamrita kepada para penyembah, yang hendaknya mengucap-kan sloka berikut saat meminum dan menaruhnya di kepala:
Untuk menghindari agar tidak jatuh, taruh tangan kiri di bawah tangan kanan saat menerima maha-prasāda, bunga nirmalya, daun dan manjari Tulasi atau Caranamrita.
III. Lampu Ghee :
Di kuil-kuil tradisional lampu ghee terlebih dahulu dibawa kepada Garuda, yang berdiri di belakang kuil.
Di kuil-kuil ISKCON lampu ghee terlebih dahulu dibawa kepada Srila Prabhupada, Acāryā-Pendiri ISKCON, sebab beliau adalah Vaisnava-srestha, pemim-pin para Vaishnava yang hadir, dalam hal senioritas. (Perempuan yang sedang beralangan hendaknya tidak menyentuh lampu.)
Orang yang mengedarkan lampu prasada hendaknya tanggap mengenai senioritas para penyembah yang hadir; namun, para penyembah yang hadir hendaknya juga jangan mudah tersinggung kalau terlewatkan saat lampu diedarkan.
Lampu itu bukan dimaksudkan untuk menghormati atau memuliakan kita, melainkan justru kita yang di-maksudkan untuk menghormati lampu tersebut sebagai prasadam Tuhan dengan cara menyentuhkan api ke kening dengan singkat memakai kedua tangan sambil berkata, ‘jaya maha-prasadam’.
IV.Pakaian Arca :
Jenis nirmalya lainnya yang digunakan adalah pakaian Arca. Pakaian Arca yang dibagikan sebagai prasadam Tuhan hendaknya dihormati.
Kita bisa menghormati pakaian prasada dengan cara menyimpannya bersama perlengkapan puja lainnya, atau bahkan dengan menyimpannya dalam bingkai kaca dan menggantungnya di tembok seperti sebuah lukisan atau foto.
Kita juga boleh memakainya, namun tegas kata, sebaiknya jangan memotong dan menjahit kembali pakaian tersebut, sebagaimana kebiasaan ini sudah tersebar luas. Kalau tindakan memotong dan menjahit itu harus dilakukan, sebaiknya hanya untuk pakaian sembahyang. Kantung japa dan kostum, yang akan digunakan untuk drama anak-anak bisa diterima (kalau drama itu bertujuan untuk mengagungkan Tuhan).
Hindari menggunakan prasada pakaian apa pun di bawah pinggang Anda.
V. Maha-prasadam :
Sebagaimana yang lumrah dilakukan di beberapa kuil di India, setelah darsana-arati, pujari biasanya mem-bagikan sejumlah kecil prasadam kepada para penyem-bah langsung dari ruangan altar atau dari luar. Kadang-kadang untuk tujuan pengajaran sejumlah prasadam dibagikan kepada para tamu. Penyembah menghormati sisa makanan ini dengan cara segera memakannya, dengan sedikit bergeser ke samping ruangan kuil supaya tidak langsung makan di hadapan Arca.
Usahakan membagikan prasadam manisan kering, sebab prasadam yang basah bisa jatuh ke lantai.

2. ETIKA LAINNYA
A) MEMPERLAKUKAN BENDA-BENDA SUCI
Buku, japa, kartal, dsb., hendaknya jangan ditaruh di atas lantai atau di tempat yang kotor dan hendaknya dihormati sebagai alat-alat yang pantas dipuja.
Hendaknya jangan menyentuh benda-benda suci de-ngan kaki atau menggunakan kaki untuk melakukan apa yang bisa dilakukan dengan tangan.
Jika benda-benda suci tersebut jatuh ke lantai atau kaki kita menyentuhnya, segera angkat benda tersebut lalu sentuhkan ke kepala.
Hendaknya jangan melangkahi buku, penyembah, prasadam, bunga yang telah dipersembahkan kepada Tuhan atau melangkahi benda-benda suci lainnya.
Semua benda suci hendaknya disimpan di tempat yang bersih dan rapi serta dijaga dengan hati-hati. Benda-benda tersebut tidak boleh dilempar melainkan harus diserahkan kepada orang lain dengan penuh kehati-hatian.
Benda-benda suci seperti japa, buku, tilak, dsb., hendaknya jangan dibawa ke kamar mandi.
Kita hendaknya berhati-hati memperlakukan foto Guru dan Krishna. Benda-benda tersebut harus diperlakukan dengan penuh perhatian dan hormat.
Chaddar (selendang/ syal) Hari-Nama hendaknya diperlakukan secara khusus. Karena Nama Suci tercetak pada kain tersebut, maka benda itu menjadi benda suci dan hendaknya jangan dibiarkan menyen-tuh lantai.
Kita hendaknya waspada saat bersujud agar kantung japa yang ada di tangan tidak menyentuh lantai. Japa hendaknya diletakkan terlebih dahulu sebelum ber-sujud.
Kita hendaknya berhati-hati memperlakukan perleng-kapan Arca seperti pakaian, perhiasan, berbagai wa-dah, dsb. Contohnya, pakaian dan handuk hendaknya dilipat dan disimpan dengan baik, wadah-wadah air hendaknya ditaruh di tempat yang baik, dsb.
Kalau tangan menyentuh lantai atau menyentuh sesuatu yang tidak bersih, kita hendaknya mencuci tangan sebelum kembali menyentuh perlengkapan Arca.
Krishna tidak berbeda dengan perlengkapan-Nya, dan memperlakukan perlengkapan Krsna dengan tidak baik berarti memperlakukan Krishna dengan tidak baik pula. Maka bhakti yang sejati tidak akan bangkit di hati. Kita harus sadar selalu bahwa berbagai benda ini bukanlah benda-benda biasa, melainkan semua digunakan dalam pelayanan kepada Krishna sehingga pantas dipuja.
B)  KEBIASAAN PRIBADI
I. Orang yang bersungguh-sungguh menempuh kehidupan spiritual hendaknya bangun pagi-pagi sekali, lebih bagus lagi sebelum jam ‘brahma-muhurta’ yakni satu setengah jam sebelum matahari terbit.
II. Setelah bangun, pertama-tama gosok gigi.
III. Kemudian kita hendaknya mandi dengan air dingin dan setelah selesai memakai pakaian bersih, memulai sadhana sehari-hari.
IV. Mandi hendaknya dilakukan setelah:
-  bangun di pagi hari
-  tidur siang lebih dari satu jam
-  buang air besar
-  berkeringat banyak, atau
-  tercemar dengan cara apa pun (sehabis dari tempat pembakaran mayat).
V.  Kesehatan dan kebersihan pribadi hendaknya dijaga. Kuku hendaknya tetap bersih dan pendek. Potongan kuku harus dibuang di tempat sampah. Srila Rupa Goswami bahkan menyebutkan bahwa orang harus teliti menjaga kebersihan gigi dengan baik dan teratur.
VI.   Tangan dan kaki hendaknya dicuci sehabis buang air kecil dan tangan hendaknya dicuci bersih dengan sabun sehabis buang air besar. Mereka yang sudah diinisiasi brahmana harus melilitkan tali suci di telinga kanan saat ke kamar kecil.
VII. Hendaknya hanya tangan kanan yang digunakan untuk makan, berjapa dengan menggunakan japa-mala, mempersembahkan sesuatu, menerima sesu-atu, dsb.
VIII. Cuci tangan, kaki dan mulut sebelum dan sesudah melayani prasadam.
IX.    Cuci tangan sehabis minum air.
X.     Jangan meludah saat makan.
XI.    Jangan meludah ke air.
XII. Sannyasi hendaknya mandi tiga kali sehari, grhastha dan brahmacari mandi sekurang-kurangnya dua kali sehari.
XIII.  Mandilah sehabis bercukur, berhubungan badan atau datang dari tempat pembakaran mayat.
XIV. Sebaiknya istirahat/ tidur sekitar enam (6) sampai enam setengah (6 1/2) jam setiap malam. Kebanyak-an tidur atau kurang tidur tidak baik untuk kesa-daran Krishna kita.
XV.  Kita hendaknya berusaha tidur di atas lantai atau dengan alas yang agak keras. Tempat tidur yang empuk dan mewah hendaknya dihindari.
XVI. Tidur yang paling baik adalah dengan posisi miring ke arah kiri. Jika tidak memungkinkan, bisa dengan terlentang, tapi jangan tidur telungkup.
XVII. Hendaknya jangan membuang-buang energi Krishna seperti sabun, pasta gigi, listrik, air, dsb. Hendaknya matikan lampu dan kipas, manakala tidak diperlukan.
XVIII.Hendaknya gunakan uang Krishna dengan bijak-sana dan penuh tanggung jawab, dengan bertanya pada diri sendiri apakah pengeluaran ini benar-benar perlu untuk meningkatkan pelayanan kepada Krishna.
C)  KIRTANA
Memimpin kirtana pada suatu satsanga merupakan sebuah kehormatan di mana seseorang mewakili seluruh hadirin di hadapan Arca. Oleh sebab itu, kita hendaknya sadar akan hal ini dan memimpin kirtana hanya bila diminta.
Kita hendaknya hanya menyanyikan kirtana-kirtana yang dibenarkan (otoritatif).
Doa prema-dhvani (jaya om visnu-pada.......) pada akhir kirtana hendaknya diucapkan oleh penyembah paling senior yang hadir, misalnya sannyasi atau murid Śrīla Prabhupāda.
Hendaknya hanya doa prema-dhvani baku yang diucapkan, kecu-ali pada acara-acara tertentu seperti hari kemunculan, di mana pujian yang cocok bisa ditambahkan.
Ada melodi-melodi standar yang harus dinyanyikan pada saat-saat tertentu. Khususnya pada acara pagi, doa samsara-dava dan Hare Krishna maha-mantra hendaknya dinyanyikan dengan menggunakan melo-di pagi.
Kirtana hendaknya sederhana dan bisa diikuti dan diulangi dengan mudah oleh hadirin.
Semua penyembah hendaknya menyanyi bersama-sama dengan penuh semangat.
Semua penyembah hendaknya mengikuti melodi yang sama seperti yang dinyanyikan oleh pemimpin kir-tana. Karena itu, para penyembah harus memberi perhatian penuh setiap saat.
Pemain mridanga dan kartala hendaknya berada dekat dengan pemimpin kirtana, mengamati dengan saksama, dan MENYESUAIKAN KECEPATAN PERMA-INAN MEREKA DENGAN LAGU YANG DINYANYIKAN PEMIMPIN KIRTANA. Karena itu, pemain mridanga dan kartala harus memberi perhatian khusus.
Pola umum pada kirtana pagi hendaknya doa-doa samsara-dava, panca-tattva mantra, Hare Krishna maha-mantra dan hari haraye namah krsna yadavaya namah, (gopal govinda ram sri madhu-sudhana).
Bila ada dua atau lebih pemain kartala, mereka harus bermain dengan serasi. Begitu juga dengan pemain mridanga.
Kirtana harus indah dan merdu dan tidak sekadar keras.
D)  MENARI
Śrīla Rupa Goswami menyatakan bahwa kita hendaknya belajar untuk menari di hadapan Arca.
Hendaknya menari dengan lemah gemulai dan bersemangat, tidak kasar dan liar.
Menari menurut tradisi Gaudiya seperti yang diperlihatkan oleh Srīla Prabhupada hendaknya menjadi standar.
Sebagai tambahan, tarian bisa di-lakukan dalam berbagai formasi. Misalnya:
-       barisan penyembah yang secara ber-irama saling mendekati satu sama lain dan kemudian mundur.
-       penyembah membentuk barisan, yang satu di belakang yang lain, sambil terus menghadap Arca, ber-gerak maju-mundur secara berirama.
-       penyembah bergerak dalam sebuah lingkaran (lihat gambar di bawah).
Para penyembah harus berhati-hati agar formasinya tetap terjaga dan mereka tetap berada dalam barisan.
Ketika menari dalam formasi, para penyembah hendaknya mengangkat tangan, berpegangan tangan, dsb., sebagaimana diperlukan untuk formasi tertentu itu.
Tarian ini bukanlah sebuah “olahraga untuk tontonan” dan para penyembah hendaknya jangan hanya berdiri dan menonton. Semua hendaknya ikut serta. Tapi, bagi mereka yang tidak berkenan (khususnya tamu dan pendatang baru atau mereka yang sedang sakit) hendaknya jangan dipaksa.
Tarian yang bisa membahayakan penyembah lainnya hendaknya dihindari, misalnya:
-       dua penyembah bertepuk tangan dan berputar-putar, sebab itu bisa membahayakan penyembah lain.
-       berputar-putar sendirian sambil merentangkan tangan.
-       melemparkan anak (dan bahkan anak yang su-dah besar) di udara atau mengangkat mereka.
-       mendorong secara berlebihan saat bergerak da-lam lingkaran.
Laki-laki dan perempuan hendaknya menari di tempat terpisah.
Kita hendaknya kita selalu memerhatikan gerakan penyembah yang memimpin, lalu menyesuaikan diri.
Tarian yang sempurna adalah seperti gaya Śrī Caitanya yakni dengan mengangkat tangan atau mencakupkan tangan dengan penuh semangat dan rasa bhakti.
E)  PEMBICARAAN
Dorongan untuk berbicara sangatlah kuat dan begitu kita mendapat kesempatan kita mulai berbicara. Śrīla Prabhupāda menjelaskan bahwa kalau kita tidak ber-bicara tentang Krishna-katha maka kita hanya akan berbicara hal yang bukan-bukan.
Pembicaraan seperti itu disebut ‘prajalpa’ yang lahir dari identifikasi (penyamaan diri) material kita. Karena itu penyembah harus menahan diri dari prajalpa.
Semua buku duniawi juga merupakan wujud nyata dorongan untuk berbicara. Dalam “Upadesamrita” Śrīla Prabhupāda menjelaskan bahwa orang-orang mater-ialistik membaca bertumpuk-tumpuk koran, majalah dan novel, mengisi teka-teki silang dan melakukan banyak hal yang bukan-bukan. Dengan gaya hidup seperti ini, orang hanya membuang-buang waktu dan energinya yang amat berharga. Di negara-negara Barat, orang-orang tua yang sudah pensiun bermain kartu, memancing, menonton televisi dan berdebat tentang rencana-rencana sosiopolitik yang tidak berguna. Semua ini dan kegiatan yang bukan-bukan lainnya termasuk dalam kategori prajalpa. Orang cerdas yang berminat dalam kesadaran Krishna hendaknya jangan pernah melibatkan diri dalam kegiatan-kegiatan ini.
Srila Rupa Goswami menganjurkan proses Krishna-katha—berbicara tentang segala pokok bahasan yang berhubungan dengan Krishna sebagai cara untuk me-ngatasi dorongan berbicara. Oleh sebab itu, kalau kita harus berbicara, hendaknya kita berbicara tentang Krishna-katha.
Sebelum menyampaikan sesuatu hendaknya kita mempertimbangkan apakah
a. itu perlu?
b.itu baik?
c. itu tepat?
Penyembah hendaknya menghindari pembicaraan yang menyakiti hati orang lain, terutama penghinaan ter-hadap penyembah lain, yang merupakan kesalahan pertama terhadap Nama Suci. ‘Vaishnava aparadha’ pasti akan cepat sekali mematahkan benih bhakti kita yang lembut.
F)  KEGIATAN PENGAJARAN
I.  Tindakan dan perilaku kita sendiri adalah pengajaran terbaik sebab perbuatan lebih meyakinkan daripada kata-kata belaka. Seperti pepatah mengatakan “Tin-dakan Anda sudah berbicara banyak sehingga saya tidak perlu lagi mendengar apa yang Anda katakan.”
II.  Pengajaran artinya untuk mengubah hati, bukan sekadar mengalahkan orang lain secara intelektual.
III. Tentu saja ini bukan berarti bahwa kita tidak boleh menyajikan filsafat kita dengan benar. Semua penyem-bah harus berusaha mempelajari buku-buku Śrīla Prabhupāda dan memahaminya dengan seksama dan berusaha menyampaikannya dengan penuh keyakinan sebagaimana yang telah ia baca dan dengar, dengan sikap rendah hati.
IV. Tidaklah perlu membaca buku-buku lain atau men-dengar dari ahli filsafat lain untuk belajar bagaimana cara mengajarkan. Pelayan tulus sang Guru adalah pengajar terbaik.
V. Prinsip pengajaran dijelaskan dengan baik oleh Srila Rupa Goswami dalam Bhakti Rasamrita Sindhu:
VI.  Pada dasarnya, yang akan mengubah hati orang bu-kanlah semata-mata karena filsafat yang kita sam-paikan namun utamanya pada seberapa luas kita telah mengamalkan filsafat itu dalam kehidupan kita dan menginsafi pengetahuan itu secara nyata.
VII. Pengajaran kita hendaknya dilakukan dengan sikap rendah hati dan bukan dengan sikap tinggi hati.
VIII. Saat mengajarkan kita hendaknya hanya mengulang kata-kata Guru dan menyampaikan ajaran-ajarannya seperti seorang tukang pos dan hendaknya tidak pernah berpikir bahwa kita mengetahui lebih banyak daripada para acarya terdahulu, tentang bagaimana cara mengajarkan. Kita diberi kuasa sesuai dengan seberapa besar kerendahan hati kita untuk menyam-paikan petuah-petuah mereka.
IX. Kita harus memperlihatkan rasa belas kasih dan perhatian kepada orang yang sedang kita ajarkan. Barangkali kita perlu memberi perhatian terhadap masalah-masalah kecil dalam kehidupan materialnya.
X.   Kita harus menyampaikan kebenaran, tetapi sesuai dengan desa, kala dan patra, yakni tempat, waktu dan orangnya. Tujuan kita ialah untuk membuat orang menjadi sadar akan Krsna dan kita harus mengajarkan sambil senantiasa menyimpan tujuan ini dalam pi-kiran dan melakukan apa yang dipandang perlu.
XI.  Kita harus memiliki pendekatan berimbang saat me-ngajarkan. Pengajar yang baik akan selalu mengerti kebutuhan penyembah dalam golongan yang ber-beda-beda. Seperti halnya dalam kehidupan material ada pegawai bank, pengacara, dokter dan sebagainya, dalam kehidupan spiritual pun dibutuhkan (dan akan selalu ada calon yang ingin untuk) tahap pelepasan ikatan dan juga mereka yang hidup berumah tangga atau golongan profesional. Kedua jenis penyembah itu diperlukan dan bernilai.
XII.  Saat mengajarkan kepada orang tertentu, pendekatan kita hendaknya adalah untuk memberi nasihat apa yang terbaik untuk kesadaran Krishna orang tersebut.
XIII. Dibutuhkan brahmacari-brahmacari yang berkua-lifkasi, grhastha yang berkualifikasi, vanaprastha yang berkualifikasi dan sannyasi yang berkualifikasi dan kita hendaknya menyemangatkan seseorang me-nurut kedudukan di mana ia dapat mencapai kema-juan spiritual yang terbaik dan melayani misi Śrīla Prabhupāda.
XIV. Etika-etika dasar harus diikuti ketika penyembah lain juga sedang mengajarkan. Hendaknya ia jangan dipotong secara tiba-tiba kecuali ada hal mendesak.
XV.   Sopan santun yang lumrah harus diikuti, misalnya bertutur kata sambil tersenyum, siap membantu ka-lau ada orang yang membutuhkan bantuan atau bimbingan.
XVI. Orang-orang baru hendaknya dibuat merasa layaknya berada di rumah sendiri dan hendaknya disambut dengan penuh cinta kasih dan ramah tamah.
XVII. Khususnya saat Sunday feast di kuil, penyembah hendaknya lebih mengutamakan bergaul dengan tamu dan pendatang baru kemudian barulah dengan sesama penyembah.
XVIII. Ketika mengajarkan kepada orang baru, kita harus selalu ingat bahwa mengajarkan kepada penyembah adalah hal yang sama pentingnya, kalau tidak lebih penting.
         Jadi, saat kita membuat penyembah baru merasa betah seperti di rumah sendiri, para penyembah yang sudah biasa datang hendaknya jangan diabaikan.
XIX. Pada program-program luar, pendatang baru dan tamu bisa didahulukan untuk mengajukan pertanyaan seusai ceramah, khususnya bila waktu terbatas. Penyembah-penyembah bisa mengajukan perta-nyaan yang masih berkaitan untuk menciptakan suasana di mana para pendatang baru akan merasa disemangatkan untuk mengajukan pertanyaan, atau bila pendatang baru sudah selesai mengajukan per-tanyaan tapi masih ada waktu tersisa untuk perta-nyaan berikutnya.
XX.    Kita hendaknya jangan mengajarkan/ menganjurkan hal yang melanggar hukum-hukum di suatu wilayah tertentu dengan dalih melakukan sesuatu untuk Krishna. Penyembah juga harus mematuhi hukum-hukum ini.
XXI. Kita hendaknya jangan bersifat sektarian. Kita hendaknya menghormati semua agama dan jalan spiri-tual yang bonafide. Khususnya kita hendaknya memperlihatkan rasa hormat terhadap Sampradaya Vaishnava lainnya.
3. PRASADAM
I.    Yang paling pertama dan utama, kita hendaknya hanya makan prasadam yakni makanan yang sudah dipersembahkan kepada Krishna dengan rasa bhakti.
II.   Idealnya kita hanya memakan makanan yang
-  dimasak oleh penyembah
-  dipersembahkan kepada Krishna oleh penyembah
-  disiapkan oleh penyembah
Kita hendaknya berusaha sebisa mungkin mendekati standar ideal ini sebagaimana yang dapat kita jalani secara nyata dengan mempertimbangkan keterbatasan kehidupan kota dan keperluan pengajaran.
III.  Kecuali benar-benar diperlukan untuk pengajaran atau pelayanan, makanan yang dimasak oleh orang yang bukan penyembah hendaknya dihindari.
IV. Dengan semangat yang sama, semua makanan komersil seperti coklat, es krim, keripik, minuman bersoda, biskuit, roti dsb., jangan disediakan di rumah. Untuk tamu, kita bisa menyajikan makanan yang dibuat sendiri dan minuman alami seperti air jeruk, jus buah, dsb.
V.   Makanan komersil mungkin bisa dikonsumsi saat me-lakukan perjalanan jauh atau dalam keadaan terpaksa. Ketika prasadam yang dibawa tidak mencukupi atau sebagai tambahan, hendaknya lebih dipilih mengon-sumsi makanan mentah dan yang tidak dimasak seperti buah, kacang-kacangan, susu, dsb., daripada makanan yang dimasak secara komersil.
VI. Terkadang saat mengadakan perjalanan jauh atau dalam tujuan pengajaran atau tuntutan pekerjaan mungkin saja kita terpaksa makan di restoran. Sebisa mungkin, kita hendaknya memilih restoran yang murni vegeta-rian dan selanjutnya juga mesti berhati-hati memesan makanan yang tanpa bawang merah dan/ atau bawang putih.
VII.Kita hendaknya memakan prasadam yang bersifat sattvik dan hindari makanan yang rajasik, yakni makanan yang terlalu pedas, banyak minyak dan mewah.
VIII. Bhoga harus dipersembahkan dengan cara yang benar di rumah.
IX. Prasadam hendaknya jangan disia-siakan. Prasadam yang berlebih hendaknya disisihkan ke piring lain sebelum dimakan.
X.   Setelah semua anggota keluarga selesai makan, jika prasadam masih tersisa, bisa disimpan selama beberapa saat untuk dimakan berikutnya jika memung-kinkan, atau dibagikan kepada orang lain.
XI. Prasadam hendaknya dimakan dengan menggunakan tangan kanan; tangan kiri hanya untuk menyentuh anggota badan lainnya.
XII. Saat melayani prasadam, sendok yang dipakai untuk membagikan hendaknya jangan sampai menyentuh piring atau prasadam yang telah dimakan sebagian.
XIII. Makan prasadam hendaknya jangan berlebihan dan lebih baik pada saat yang teratur setiap hari. Makan berlebihan dan memakan makanan yang salah tidak baik untuk kehidupan spiritual dan juga tidak baik untuk kesehatan. Mengendalikan pola makan akan membantu kita mengendalikan lidah dan pada gilirannya ini akan membantu kita mengendalikan indera-indera.
XIV. Sebelum menghormati prasadam doa yang sesuai mesti diucapkan.
XV.   Prasadam harus dihormati dengan kesadaran bahwa ini adalah karunia Krishna dan tidak berbeda dengan Krishna. Oleh sebab itu, kecuali diperlukan untuk pengajaran, sebaiknya kita diam. Mendengarkan pelajaran atau kaset pada saat ini juga bermanfaat.
XVI. Bila ada tamu datang berkunjung ke rumah kita, bhoga yang sudah dipersembahkan kepada Arca di rumah menjadi maha-prasadam yang hendaknya dibagikan kepada semua tamu sedikit-sedikit. Pra-sadam yang segar dan hangat hendaknya dihidang-kan sesuai kebutuhan masing-masing tamu, termasuk Guru dan sannyasi.
XVII.Bila Vaishnava senior hadir, kita hendaknya sabar menunggu sampai mereka mulai makan dan setelah itu barulah kita mulai makan (kecuali kita diminta agar mendahului).
XVIII. Kita boleh bangun berdiri setelah selesai menghor-mati prasadam hanya bila semua sudah selesai makan (kecuali seizin Vaishnava senior yang hadir saat itu).
XIX. Maha-prasadam Guru hendaknya jangan dibagikan di hadapan para pendatang baru.
XX. Setelah mulai memakan prasadam, hendaknya jangan menyentuh apa pun dengan tangan kanan.
XXI. Hendaknya kita jangan membagikan prasadam ke-cuali kita sudah mencuci kedua tangan.
XXII. Kita hendaknya jangan memakan prasadam di ha-dapan umum, di depan orang karmi, misalnya sambil berjalan di jalanan, atau saat berarak-arakan. Sebisa mungkin, prasadam hendaknya dihormati di tempat tersendiri atau berkumpul bersama penyembah lain.
4. DAPUR
I.    Dapur merupakan perluasan altar sebab apa pun yang dimasak akan dipersembahkan kepada Arca. Jadi, apa pun yang dikerjakan di dapur harus dilakukan dengan penuh hati-hati dan penuh perhatian untuk Arca.
II. Tempat di mana Arca distanakan secara formal seperti halnya di kuil, standar yang diharapkan cukup tinggi dan ketat. Sebagai perbandingan, beberapa kelong-garan bisa dilakukan dalam hal persembahan kepada Arca rumah tangga di mana tidak mungkin untuk mem-pertahankan standar yang sama. Misalnya, aturan menyatakan bahwa hendaknya jangan makan di dapur atau di hadapan Arca. Tapi, di banyak rumah, altar, dapur dan meja makan semua ada dalam satu ruangan, jadi tidaklah mungkin untuk mengikuti aturan tadi.
III. Akan tetapi, para grhastha hendaknya selalu berpikir untuk mencapai standar ideal dan berusaha sedapat mungkin untuk mendekati standar tersebut, menye-suaikan dengan situasi mereka sendiri. Kita hendaknya selalu ingat bahwa kita memasak untuk Krishna. Se-makin kita berhati-hati terhadap aturan kecil ini, kita akan menjadi semakin sadar bahwa kita memasak bukan untuk diri sendiri, melainkan untuk Krishna.
IV. Hanya pakaian bersih dan tak tercemar yang boleh di-gunakan untuk memasak. Pakaian yang sudah digunakan di luar atau di kamar mandi tidak boleh digunakan.
V.  Kuku harus bersih dan dipotong pendek. Tangan harus dicuci begitu memasuki dapur sebelum mulai memasak. Di kuil, sebelum memasak harus mandi. Di rumah juga lebih baik melakukan demikian.
VI. Kita hendaknya tidak memasukkan sesuatu ke dalam mulut ketika berada di dapur. Kita hendaknya tidak mencuci mulut atau berkumur di bak dapur. Terutama, kita hendaknya tidak ‘mencicipi’ atau ‘mencium’ masakan untuk mengetahui rasanya.
VII. Bila mungkin, hendaknya jangan makan atau minum di area dapur. Jika hal ini tidak bisa dihindari, tirai di hadapan Arca harus ditutup.
VIII. Alat-alat bhoga khusus yang digunakan memasak untuk Arca, dan piring serta gelas untuk memper-sembahkan bhoga, hendaknya disimpan dan dicuci secara terpisah dari piring, cangkir dan gelas yang digunakan anggota keluarga untuk makan dan minum.
IX.   Jika seseorang menderita penyakit infeksi, ia hendaknya jangan melakukan sesuatu di area dapur yang bisa mencemari bhoga dan alat-alat memasak.
X.      Jika kita menyentuh lantai atau tempat sampah, atau anggota badan bagian bawah, kita harus mencuci tangan.
XI.    Hendaknya jangan berbicara yang bukan-bukan di dapur.
XII.  Permukaan kompor, bak pencuci di dapur, dsb., hendaknya dibersihkan sebelum dan sesudah memasak.
XIII. Kita hendaknya bekerja dengan hati-hati namun efisien dan menghindari terjadinya kekacauan.
XIV.  Apa pun yang terjatuh ke lantai tidak boleh ditaruh di atas meja. Kalau sayuran jatuh ke lantai, cuci terlebih dahulu baru bisa digunakan.
XV.   Tidak boleh langsung memasuki dapur sehabis meng-gunakan kamar kecil, kecuali langsung mandi.
XVI.   SANGAT PENTING: Penyembah harus sangat berhati-hati agar tidak ada rambut yang jatuh dan mencemari persembahan. Perhatian yang sungguh-sungguh harus diberikan dalam hal ini. Penyembah harus menjaga rambutnya tertutupi dengan baik saat memasak.
XVII. Maha-prasadam hendaknya jangan dimakan lang-sung dari piring Arca, melainkan dipindahkan ke alat atau piring lainnya sebelum dimakan. Standar kuil menetapkan bahwa kita hendaknya jangan makan sebelum piring Arca selesai dicuci.

Lampiran 1


MANTRA-MANTRA PRANAMA
Śrīla Prabhupāda pranati
nama om visnu-pādāya krsna-presthāya bhu-tale
srimate bhaktivedānta-svāmin iti nāmine
namas te sārasvate deve gaura-vāné-pracārine
nirvisesa-sunyavādi-pāscātya-desa-tārine
“Hamba bersujud dengan hormat kepada Sri Srimad A. C. Bhaktivedanta Swami Prabhupada, yang sangat dicintai oleh Sri Krishna, karena telah berlindung di kaki-padma-Nya. Sembah sujud kami kepadamu, wahai guru spiritual, abdi dari Bhaktisiddhanta Sarasvati Goswami. Anda ber-murah hati menyampaikan ajaran-ajaran Sri Caitanyadeva dan menyampaikannya ke negara-negara Barat, yang penuh dengan filsafat impersonal dan kekosongan.”
Gaurangga pranama
namo mahā-vadānyāya krsna-prema-pradāya te
krsnāya krsna-caitanya-nāmne gaura-tvise nama
“Wahai inkarnasi yang paling murah hati! Engkau adalah Krishna sendiri yang muncul sebagai Sri Krishna Caitanya Mahaprabhu. Engkau muncul dengan warna keemasan milik Srimati Radharani, dan menyebarluaskan cinta kasih yang murni kepada Krishna. Kami bersujud dengan hormat kepada-Mu.”
Sri Krishna pranama
he krsna karunā-sindho déna-bandho jagat-pate
gopesa gopikā-kānta rādhā-kānta namo ‘stu te
“Sri Kṛṣṇa yang hamba cintai, Engkau kawan bagi orang yang menderita dan asal mula ciptaan. Engkau tuannya para gopi dan kekasih Radharani. Hamba bersujud dengan hormat kepada-Mu.”
Panca-Tattva mantra
païca-tattvātmakam krsnam bhakta-rupa-svarupakam
bhaktāvatāram bhaktākhyam namāmi bhakta-saktikam
“Hamba bersujud kepada Sri Krishna Caitanya, Prabhu Nityananda, Sri Advaita, Gadhadara, Srivasa dan semua yang lainnya dalam garis perguruan bhakti.”
Lampiran 2

BERSUJUD (Pranama/ Namaskara)
Pada pagi hari atau kapan pun mengunjungi kuil kita hendaknya bersujud kepada Arca setelah Arca dibangun-kan, sebab ditetapkan dalam sastra bahwa kita hendaknya tidak mengganggu Tuhan dengan cara bersujud ketika Tuhan sedang beristirahat atau sedang mandi. (Juga hendaknya jangan mengelilingi Tuhan pada saat ini).
Juga, kita hendaknya bersujud di luar ruang Arca, jangan bersujud di dalam, sebab dianjurkan untuk bersujud dari jarak yang tidak terlalu dekat. Di dalam ruang Arca, persembahkan pranama dengan cara mencakupkan ta-ngan, dengan mengucapkan mantra dan dengan pikiran.
Astanga Pranama :
Kitab Hari-bhakti-vilasa menguraikan bagaimana cara mempersembahkan dandavat-pranama:
Bersujud dengan delapan anga—kaki, lutut, dada, ta-ngan, kepala, penglihatan, pikiran dan kata-kata. Dengan kedua kaki, lutut, dada, tangan dan kepala menyentuh lantai dan mata memandang ke bawah setengah terpejam, ucapkan doa yang cocok sambil bermeditasi bahwa ke-pala Anda berada di bawah kaki-padma Tuhan. (Tangan hendaknya dijulurkan di depan kepala, bukan di samping kepala atau dilipat di samping dada.)

Pancanga Pranama:
Untuk melakukan pancanga pranama, lakukan sembah sujud dengan lima anga— lutut, lengan, kepala, kecer-dasan dan kata-kata. (Dada tidak menyentuh lantai.)
Merupakan suatu kesa-lahan bila bersujud dengan satu tangan—yaitu, dengan satu tangan direntangkan di depan kepala sedangkan yang satu lagi memegang kantung japa atau benda-benda suci lainnya jauh dari lantai. Sebelum bersujud, apa pun yang dipegang harus diletakkan terlebih dahulu.
Laki-laki bisa melakukan pranama yang mana pun, se-dangkan bagi perempuan secara tradisi hanya melakukan pancanga-pranama.
Saat bersujud, pertama-tama ucapkan pranama-mantra Guru kita sendiri, kemudian pranama Srila Prabhupada dan setelah itu pranama-mantra untuk Arca di altar.
MENGHORMATI VAISHNAVA
Terkadang kita harus menahan diri untuk bersujud secara fisik kepada seorang Vaishnava sebab dengan berbuat demikian mungkin akan menyebabkan ketidaknyamanan. Tapi, kita tidak dilarang untuk menyampaikan sembah sujud di dalam pikiran; maka kemudian kita mencari kesempatan lain untuk bersujud secara fisik.
Aturan ini bisa diterapkan ketika menyampaikan sem-bah sujud kepada atasan; apakah seorang Vaishnava ataupun bukan.
Kemudian, ada dua saat di mana kita hendaknya menyampaikan sembah sujud kepada atasan, yakni pertama ketika kita melihat atasan tersebut dan sekali lagi ketika atasan tersebut yang melihat kita.

Lampiran 3

MEMAKAI TILAKA
Setelah mengenakan pakaian bersih, du-duklah di atas asana yang bersih (sebaik-nya tikar dari rum-put kusa) lalu pakai urdhva-pundra atau Visnu-tilaka di dua belas bagian badan. Hendaknya jangan memakai tilaka di kamar mandi
Yang dimaksud dengan tilaka adalah tanda yang dibuat di badan dengan menggunakan berbagai bahan. Urdhva-pundra artinya dua tanda vertikal yang dibuat di kening dan anggota badan lainnya untuk memperlihatkan penye-rahan-diri kepada Śrī Visnu.
.
Kitab Padma Puranadan Yajur Veda menyatakan bahwa urdhva-pundra melambangkan kaki-padma Visnu. Dua belas bagian badan yang ditandai dengan urdhva-pundra bukanlah sembarang tempat. Bagian-bagian tersebut adalah tempat peka yang dapat dengan mudah menyerap energi spiritual yang dihasilkan dengan pengucapan nama-nama Śrī Visnu dan menempatkan Tuhan di posisi itu di dalam pikiran.
Kalau seorang penyembah memakai tanda Tuhan dan mengucapkan nama-Nya, Tuhan puas dan tinggal ber-sama dia. Dengan cara demikian badan material menjadi sebuah kuil suci Tuhan.
Brahmanda Purana menyatakan bahwa seorang pe-nyembah yang memakai tilaka dengan penuh perhatian saat bercermin atau melihat bayangannya di air akan mencapai kediaman tertinggi Tuhan.
Dengan memakai tilaka di tempat-tempat ini dan mengucapkan nama-nama Visnu, orang menyucikan dan mengabdikan badannya untuk melayani Śrī Visnu.
Kitab Hari-bhakti-vilāsa menyebutkan bahwa tilaka urdhva-pundra boleh jadi berbeda bentuk, warna dan bahan menurut Sampradaya penyembah bersangkutan, namun ciri-ciri lain kurang lebih sama.
Tanda tersebut hendaknya jangan lengkung, tidak rata, tidak menyatu, kotor atau berbau tidak enak.
Di kening, posisi pusat antara dua garis hendaknya terbuka dari alis mata hingga batas tumbuh rambut di kepala, dan bagian bawahnya harus tersambung. Bagian yang tertutup penuh (tulasi) panjangnya boleh sampai tiga perempat turun hingga ke hidung. Saat memakai tilaka, dua garis vertikal yang melambangkan kaki-padma Tuhan dibuat terlebih dahulu, kemudian daun tulasinya.
Disebutkan bahwa Śrī Visnu bersemayam di bagian tengah, sedangkan Brahma berada di bagian kiri dan Siva di bagian kanan.
Srila Prabhupada menasihati penyembah-penyembah di New York agar berusaha menghindari gopi-candana terjatuh saat menggosok di telapak tangan, “Jangan sampai terbuang. Itu berharga.” Jika gopi-candana jatuh ke lantai, segera bersihkan tempat itu.
Ucapkan mantra berikut (A) saat menggosok gopi-candana di telapak tangan kiri; kemudian, saat memakai tilaka dan membersihkan bagian tengah, ucapkan nama dari wujud Tuhan yang sesuai (B).
Sebagai alternatif, ucapkan satu baris sloka di bawah pada saat membuat tilaka di tempat yang telah ditunjuk di badan Anda. Setelah setiap baris sloka, saat mem-bersihkan bagian tengahnya (sebagai tempat Tuhan ber-semayam), ucapkan nama untuk wujud Tuhan yang sesuai.
(B)
1)  Kening:                              om kesavāya namah
2)  Perut (di atas pusar):          om nārāyanāya namah
3)  Dada:                                om mādhavāya namah
4)  Tenggorokan:                     om govindāya namah
5)  Perut bagian kanan:            om visnave namah
6)  Lengan kanan:                    om madhusudanāya namah
7)  Pundak kanan:                    om trivikramāya namah
8)  Perut bagian kiri:                om vāmanāya namah
9)   Lengan kiri:                       om sridharāya namah
10) Pundak kiri:                       om hrsékesāya namah
11) Punggung atas:                  om padmanābhāya namah
12) Punggung bawah:               om dāmodarāya namah
Sikha tidak ditandai dengan tilaka; melainkan, setelah mencuci tangan kanan, usapkan air yang masih tersisa di tangan ke sikha sambil mengucapkan om vāsudevāya namah.

Lampiran 4

DOA-DOA PREMA DHVANI
• jaya Om Visnu-pāda Paramahamsa Parivrājakācārya Astottara-sata sri srimad A.C. Bhaktivedanta Svāmé Mahārāja Srila Prabhupāda — ki jaya.
Segala pujian kepada acarya Om Visnu-pāda 108 Tridandi Goswami A. C. Bhaktivedanta Swami Prabhupada, yang telah berkeliling ke mana-mana, mengajarkan keagungan Sri Hari, dan yang mantap pada tingkatan sannyasa tertinggi.
• Acarya-pendiri ISKCON-BBT Srila Prabhupāda — ki jaya.
Segala pujian kepada Srila Prabhupada, Acarya-pendiri ISKCON.
• jaya Om Visnu-pāda Paramahamsa Parivrājakācārya Astottara-sata sri srimad Bhaktisiddhānta Sarasvaté Gosvāmé Mahārāja Srila Prabhupāda — ki jaya.
Segala pujian kepada acarya Om Visnu-pāda 108 Tridandi Goswami Bhaktisiddhanta Sarsvati Prabhupada, yang berkeliling dunia, mengajarkan keagungan Sri Hari, dan yang mantap pada tingkatan sannyasa tertinggi.
            • ananta-koti vaisnava-vrnda — ki jaya.
Segala pujian kepada jutaan Vaishnava tanpa batas.
• nāmācārya srila haridāsa thākur — ki jaya.
Segala pujian kepada Namacarya Śrīla Haridasa Thakura.
• prem-se kaho sri-krsna-caitanya-prabhu-nityānanda-sri-advaita-gadādhara-srivāsādi sri-gaura-bhakta-vrnda — ki jaya.
Pujilah dengan penuh cinta nama-nama Sri Krishna Caitanya, Prabhu Nityananda, Sri Advaita, Sri Gadadhara, Srivasa dan semua penyembah Sri Caitanya.
• sri -sri-rādhā-krsna-gopa-gopénātha syāma-kunòa rādhā-kunòa giri-govardhana — ki jaya.
Segala pujian kepada Radha dan Krishna, para gembala sapi, sapi-sapi, Syama-kunda, Radha-kunda dan Bukit Govardhana. (Kita bisa memuji Arca-arca di kuil pada saat ini)
• sri mayapur-dhāma — ki jaya.
Segala pujian kepada Sri Mayapura-dhama.
• vrndāvana-dhāma — ki jaya.
Segala pujian kepada Sri Vrindavana-dhama.
• jagannātha-puré-dhāma — ki jaya.
Segala pujian kepada Sri Jagannatha-puri dhama.
• gaìgāmayé — ki jaya.
Segala pujian kepada Gangga-devi.
• yamunāmayé — ki jaya.
Segala pujian kepada Yamuna-devi.
• tulasédevé — ki jaya.
Segala pujian kepada Tulasi-devi.
• bhaktidevé — ki jaya.
Segala pujian kepada Bhakti-devi.
• sri hari-nāma saìkértana — ki jaya.
Segala pujian kepada pengucapan nama suci Sri Hari secara bersama-sama.
• samāveta bhakta-vrnda — ki jaya.
Segala pujian kepada para penyembah yang berkumpul.
• gaura-premānande — hari-haribol.
• Segala pujian kepada semua penyembah yang berkumpul di sini. (tiga kali)
• Segala pujian kepada Sri Guru dan Sri Gaurāìga.
Lampiran 5

DOA UNTUK MEMPERSEMBAHKAN BHOGA
Setelah semua bhoga ditempatkan dengan baik di piring dan gelas Arca, makanan itu hendaknya ditaruh di depan altar.
Mantra-mantra berikut hendaknya diucapkan masing-masing tiga kali sambil membunyikan genta dengan tangan kiri :
i)  Srila Prabhupada pranati mantra.
ii) namo mahā-vadānyāya krsna-prema-pradāya tekrsnāya
    krsna-caitanya-nāmne gaura-tvise nama                 
“Wahai inkarnasi yang paling murah hati! Engkau adalah Krissna sendiri yang muncul sebagai Sri Krishna Caitanya Mahaprabhu. Engkau muncul dengan warna keemasan milik Srimati Radharani, dan menyebarluaskan cinta kasih yang murni kepada Krishna. Kami bersujud dengan hormat kepada-Mu.”
iii) namo brahmanya-devāya go-brāhmana-hitāya ca
     jagat-hitāya krsnāya govindāya namo namah
“Wahai Tuhan, Engkau adalah yang mengharapkan kese-jahteraan sapi-sapi dan para brahmana, dan Engkau ada-lah yang mengharapkan kesejahteraan seluruh umat manusia dan dunia.”
Persembahan dibiarkan di altar selama beberapa menit dan kemudian dibawa ke luar setelah bersujud.

Lampiran 6

DOA PRASADAM 
(Doa-doa berikut ini hendaknya dinyanyikan sebelum menghormati prasadam Tuhan)
1) Pujian kepada prasadam Tuhan
mahā-prasāde govinde
    nāma-brahmani vaisnave
svalpa-punyavatām rājan
    visvāso naiva jāyate
“Wahai Raja! Orang yang memiliki sedikit sekali kegiatan saleh, keyakinan mereka terhadap maha-prasadam, Sri Govinda, terhadap Nama Suci dan para Vaishnava tidak pernah muncul.” (Mahabharata)
2) Prasada-sevaya
saréra avidyā-jāl, jadendriya tāhe kāl
jéve phele visaya-sāgare
tā’ra madhye jihvā ati-, lobhamay sudurmati,
tā’ke jetā kathina samsāre
krsna baòa dayāmay, karibāre jihvā jay,
sva-prasādānna dila bhāi
sei annāmrta pāo, rādhā-krsna-guna gāo,
preme òāko caitanya-nitāi
“Wahai Tuhan, badan material ini adalah gumpalan ke-bodohan, dan indera-indera adalah jaringan jalan menuju kematian. Entah bagaimana, kami telah jatuh ke dalam samudera kenikmatan indera material ini, dan di antara semua indera lidahlah yang paling rakus dan sulit diken-dalikan; sangatlah sulit untuk mengendalikan lidah di dunia ini. Namun Engkau, Sri Krishna yang hamba cintai, begitu bermurah hati kepada kami dan memberikan prasadam yang nikmat ini hanya untuk mengendalikan lidah. Sekarang kami menerima prasadam ini dengan sepuas hati dan memuliakan Sri Sri Radha-Krishna, dan dengan cinta kasih memohon bantuan Sri Caitanya dan Sri Nityananda.”
                                   
bhāi-re!
eka-dina sāntipure,  prabhu adwaitera ghare,
dui prabhu bhojane bosilo
sāk kori’ āswādana,  prabhu bole bhakta-gana,
ei sāk krsna āswādilo
heno sāk-āswādane,  krsna-prema aise mane,
sei preme koro āswādana
jaòa-buddhi parihari’,  prasād bhojana kori’,
‘hari hari’ bolo sarva jan
“Wahai saudaraku! Suatu hari di Santipur, di rumah Sri Advaita, Sri Caitanya dan Nityananda duduk untuk makan siang. Ketika Sri Caitanya mencicipi sayur hijau, Dia ber-kata, ‘Wahai penyembah-Ku, sak ini begitu lezat! Pasti Sri Krishna telah mencicipinya.’”
“Saat mencicipi sak seperti ini, cinta kasih kepada Krishna terbit di hati. Dengan rasa cinta kasih kepada Tuhan seperti itu engkau hendaknya mencicipi prasada ini. Dengan meninggalkan segala paham duniawi, dan menerima prasada Tuhan, kalian semua ucapkan ‘Hari! Hari!’ “
<<< >>>

Bagian 3

1. MENGHORMATI DAN MELAYANI PRASADAM
Bagaimana cara prasadam dilayani dan dihormati adalah hal penting dalam budaya Vaishnava. Krishna dan Guru sangat puas bukan hanya ketika makanan dimasak dan dipersembahkan dengan baik namun juga ketika prasa-dam dilayani dengan penuh perhatian dan dihormati secara layak.
A) MELAYANI PRASADAM
Idealnya, prasadam hendaknya dibagikan oleh Vaishnava yang sudah menerima diksa. Ia hendaknya suci dalam pikiran, badan, perilaku dan pakaian dan bisa melakukan pekerjaan dengan cekatan, tenang dan efisien. Sebisa mungkin, hindari berbicara dengan suara keras dan hin-dari kegaduhan yang mengganggu.
Harus dipastikan bahwa hidangan yang akan dibagikan memang masih hangat (bukan dihangatkan kembali karena sudah lama) dan bahwa semua hidangan yang hendak dibagikan sudah ada atau akan datang untuk dibagikan pada saat yang tepat.
Baik yang membagikan maupun alat yang digunakan untuk membagikan hendaknya jangan pernah sampai menyentuh piring atau tangan mereka yang sedang makan, sebab hal ini akan mencemari yang sedang membagikan dan alat-alat yang digunakan untuk membagikan. Jika hal ini terjadi, seseorang hendaknya segera mencuci tangan dan alat-alat yang tercemar sebelum melanjutkan mem-bagikan prasada.
Prasadam diletakkan dengan lembut di atas piring yang masih ada ruang kosongnya (jangan di atas garam, misal-nya), hati-hati agar tidak tercampur hidangan yang asin dengan hidangan yang manis.
Prasadam hendaknya tidak dibagikan langsung ke tangan orang yang sedang makan, kecuali yang dibagikan adalah potongan-potongan kecil maha-prasadam.
Kecuali saat membagikan manisan kering atau makanan kering, kita hendaknya membagikan prasadam dengan menggunakan sendok, bahkan untuk membagikan garam sekalipun.
Hanya tangan kanan yang boleh digunakan untuk mem-bagikan prasadam dan hendaknya jangan menyentuh apa pun yang tidak suci (mulut, kaki, rambut atau badan bagian bawah). Juga hendaknya jangan menguap, bersin atau meludah. Wadah prasadam hendaknya jangan sampai menyentuh kaki siapa pun.        
Urutan yang benar untuk membagikan berbagai hidangan adalah:
Air hendaknya dibagikan pertama.
Ketika para Gaudiya Vaishnava melayani prasadam, mereka memulai makanan utama dengan makanan yang pahit, seperti sukta dan bayam.
Kemudian dilanjutkan dengan dal dan gorengan (seperti pakaura dan kentang goreng).
Setelah itu sayur-sayuran lainnya (sabji), secara ber-urutan dari sabji yang sederhana hingga mewah dan dari yang basah hingga kering.
Kemudian sabji basah yang mewah kembali dibagikan.
Diikuti oleh raita dan chutney.
Akhirnya manisan dibagikan dari yang sedikit manis hingga paling manis.
Nasi dan capati hendaknya dibagikan dari awal dan ditambah sesuai kebutuhan, sampai mereka yang menghormati prasadam menghabiskan semua sabjinya. (Kalau bisa, capati hendaknya dibagikan saat masih hangat).
Prasadam yang dibagikan bisa sedikit, namun ketika penyembah menghabiskan satu jenis makanan, kita hendaknya selalu siap untuk menambahkan. Kita hendaknya memberikan sebanyak yang mereka inginkan. Hendaknya jangan pelit dan menyimpan di belakang karena kita ingin memakannya nanti. Prasadam dimaksudkan untuk diba-gikan. Hendaknya jangan sampai penyembah ditinggal dengan piring kosong kecuali saat sudah selesai makan.
Yang membagikan atau tuan rumah bisa menjelaskan hal-hal baik berkaitan dengan hidangan yang sedang dibagikannya. Kecuali diperlukan untuk pengajaran, kita hendaknya tidak berbicara ketika menghormati prasadam. Mendengar ceramah atau kaset pada saat ini juga ber-manfaat. Beberapa penyembah bisa membacakan Buku Krishna atau Srila Prabhupada Lilamrita.
Semua orang yang ada dalam satu kelompok hendaknya diberikan jenis hidangan yang sama. Bila sekelompok orang makan bersama-sama, hendaknya jangan mem-berikan jenis hidangan kepada seseorang di mana jenis hidangan itu tidak diberikan kepada yang lainnya. Penyembah yang sedang membagikan prasadam hendak-nya jangan pilih kasih. Kalau memungkinkan, mereka yang sedang menjalani diet khusus hendaknya makan di tempat terpisah.
Prasadam bisa dibagikan dari wadah yang biasa digu-nakan untuk keperluan tersebut.
Wadah hendaknya jangan diseret di sepanjang lantai dan juga hendaknya jangan ada suara gemerincing yang diciptakan oleh gagang wadah itu atau alat-alat lainnya.
Setelah semua selesai menghormati prasadam, tempat itu harus segera dibersihkan. Penyembah juga dapat me-ngumpulkan sisa makanan yang jatuh dari piring dan membuangnya ke tempat sampah.
B)  MENGHORMATI PRASADAM
Saat menghormati prasadam hendaknya kita dalam kea-daan bersih, sudah mencuci tangan, kaki dan mulut. Sikha juga harus diikat, kepala jangan ditutup (bagi laki-laki) dan tidak memakai alas kaki.
Hendaknya makan di tempat yang bersih, lapang dan tenang. Kalau bisa hindari makan di dalam kendaraan. (Saat mengadakan yatra hal ini sulit dihindari).
Hendaknya jangan makan saat sandhya (saat matahari terbit, tepat tengah hari atau matahari terbenam), sebelum mandi, atau sebelum melakukan japa Gayatri atau pemu-jaan Arca pada pagi hari.
Juga, tidaklah baik makan lagi sebelum makanan yang sudah dimakan sebelumnya dicerna dengan baik.
Sebaiknya makan dengan sikap duduk bersila, tidak dengan kaki terjulur. Menaruh piring di atas pangkuan juga tidak baik. Ayurveda menganjurkan duduk di lantai (dengan asana) saat prasadam, dengan posisi bersila untuk mempermudah pencernaan. Namun, bagi mereka yang berumur lebih dari lima puluh tahun (saat kondisi badan tidak lagi mendukung), bisa makan sambil duduk di kursi.
Sebelum mulai makan, hendaknya kita memandang ke arah prasadam dan menyampaikan penghormatan, sambil ingat bahwa ini adalah karunia Krsna.
Kita hendaknya menga-gungkan prasadam Tuhan dengan cara mengucap-kan doa pujian.

C)  ATURAN MAKAN DAN MINUM AIR
Saat makan atau minum, jangan membuat suara yang mengganggu atau mencari-cari kejelekan rasa prasadam itu.
Gunakan hanya kelima jari tangan kanan untuk me-nyentuh atau memasukkan makanan ke dalam mulut. Makan dengan menggunakan jari-jari tangan dianjurkan sebab proses pencernaan berawal saat jari-jari merasakan sentuhan makanan.
Tangan kiri hendaknya digunakan hanya untuk meng-ambil gelas air, dan kemudian saat meminum air usahakan jangan sampai bibir menyentuh gelas.
Potong atau robek makanan yang berukuran lebar seperti capati dan puri dengan menggunakan jari-jari tangan kanan dan kemudian masukkan ke dalam mulut dalam ukuran kecil-kecil. Jangan menggunakan tangan kiri untuk memotong/ merobek capati dan puri. Hendak-nya jangan memakan makanan yang lebar dengan cara memasukkan ke dalam mulut lalu merobeknya dengan menggunakan gigi.
Saat tangan kanan masih bersih (sebelum mulai makan), bisa digunakan memegang gelas untuk meminum air supaya gelas tidak menyentuh bibir. Saat sudah mulai makan, tangan kanan menyentuh mulut, jadi kita hendak-nya mengambil gelas dengan tangan kiri dan meminum air tanpa menyentuh bibir. Jika tidak bisa meminum dengan baik, bisa menggunakan tangan kanan dan minum dengan menggunakan bibir.



Penulis Blog:

I WAYAN AGUS NOVA SAPUTRA S.H


LihatTutupKomentar