MATERI TUGAS MAKALAH ISBD FAKULTAS HUKUM

 

MAKALAH ISBD

photo.jpgHUBUNGAN HUKUM  DAN MORALITAS

 

 

 

 

 

DISUSUN OLEH

KELOMPOK  8 MATERI 6 :

I WAYAN AGUS NOVA SAPUTRA                                          D 101 15 016               

NURDIN                                                                                        D 101 15 O52

YUSUF                                                                                          D 101 15 053

GUNTUR DWI PRASETYO                                                       D 101 15 017

RYAN ERBAKAN PAUDI                                                          D 101 15 032

BAYU APRIANSYAH                                                                 D 101 14 744

 

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS TADULAKO

PALU

2016

 

TUGAS MAKALAH ISBD

HUBUNGAN HUKUM DAN MORALITAS

KATA PENGANTAR

 

            Puji syukur kami panjatkan kehadirat TUHAN YANG MAHA KUASA yang telah memberikan berkat dan karunianya sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah dengan judul  “HUBUNGAN HUKUM DAN MORALITAS” dengan tiada halangan suatu apa pun. Karena Tuhan selalu memberikan karunianya ygang tanpa sebab kepada penyembahnya sehingga kita harus selalu bersyukur. Tak   lupa pula penulis mengucapkan banyak terimakasih pada dosen Pembimbing mata kuliah ilmu sosial budaya dasar karena telah membina kami dengan begitu baik sehingga kami mendapatkan begitu banyak ilmu pengetahuan untuk memajukan bangsa indonesia yang kita cintai.

         Penulis menyadari bahwa dalam pembuatan makalah ini masih banyak kekurangan-kekurangannya, hal ini disebabkan keterbatasan pengetahuan, waktu, serta sumber yang penulis miliki. Oleh karena itu kritik dan saran yang sifatnya membangun sangat penulis harapkan untuk perbaikan penyusunan selanjutnya.

        Akhirnya dengan tersusunnya makalah ini, semoga berguna dan bermanfaat, khususnya di dunia pendidikan dan masyarakat. Semoga TUHAN YANG MAHA ESA senantiasa mengkaruniai dan memberkahi hidup dan perjuangan kita, Amin.

 

 

                                                                                                                  PALU, 12 MARET 2016

 


Penyusun

                                                                                  

 

 

 

 

 

 

 

 

DAFTAR ISI

 

Halaman Judul...................................................................1

Kata pengantar........................................................................2

Daftar isi.......................................................................................3

Bab I PENDAHULUAN.......................................................................4-5

  1. Latar belakang

  2. Rumusan masalah

  3. Tujuan

  4. Manfaat

    Bab II PEMBAHASAN...............................................................6-13

    HUKUM DAN MORALITAS

    PROBLEM MORAL PENEGAKAN HUKUM

    POTRET HUKUM DAN MORALITAS BANGSA KITA

    HUKUM DAN MORAL SERUAN ETIS

     PENEGAKAN HUKUM

    SINERGI HUKUM DAN MORAL

    Bab III Penutup...................................................................13-15

  1. Kesimpulan

  2. Saran

  3. Daftar pustaka

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

                      

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Untuk memenuhi tugas Ilmu Sosial Budaya Dasar (ISBD), penulis menyajikan makalah yang berjudul “Hubungan Hukum dan Moralitas”. Makalah ini membahas mengenai hubungan hukum dan moralitas serta konsep-konsep moral dalam hukum dan penerapan dalam kehidupan manusia bermasyarakat dan bernegara untuk menciptakan sepremasi hukum. Melihat penerapan penegakan hukum Indonesia masih belum sesuai dengan undang-undang maka diperlukan suatu perbaikan mengarah pada moralitas masyarakat, serta dibutuhkan suatu kontrol nurani bagi semua warga negara khususnya bagi penegak hukum yang semakin leluasa menguasai keadilan negara ini. Melihat hal itu maka kami sebagai penulis menyusun sepatah dan beberapa pendapat mengenai Manusia, Moralitas dan Hukum.

Hakikatnya manusia adalah makhluk moral. Untuk menjadi makhluk sosial yang memiiki kepribadian baik serta bermoral tidak secara otomatis, perlu suatu usaha yang disebut pendidikan. Menurut pandangan humanisme manusia memiliki kemampuan untuk mengarahkan dirinya ketujuan yang positif dan rasional. Manusia dapat mengarahkan, mengatur, dan mengontrol dirinya. Menurut Ki Hajar Dewantara, pendidikan ialah upaya untuk memajukan perkembangan budi pekerti (kekuatan batin), pikiran (intelek), dan jasmani (Slamet Sutrisno, 1983, 26). Perkembangan kepribadian seseorang tidak lepas dari pengaruh lingkungan sosial budaya tempat tumbuh dan berkembangnya seseorang (cultural backround of personality).

Setiap orang pasti akan selalu berusaha agar segala kebutuhan hidupnya dapat terpenuhi dengan baik sehingga dapat mencapai kesejahteraan dalam hidupnya. Kebutuhan hidup manusia selain ada kesamaan juga terdapat banyak perbedaan bahkan bertentangan antara satu dengan yang lain. Agar dalam usaha atau perjuangan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya tidak terjadi tabrakan antara yang satu dengan yang lain dalam masyarakat, maka diperlukan adanya suatu aturan, norma atau kaidah yang harus dipatuhi oleh segenap warga masyarakat. Oleh sebab itu di negara Indonesia, kehidupan manusia dalam bermasyarakat diatur oleh hukum juga diatur oleh norma-norma agama, kesusilaan, dan kesopanan, serta kaidah-kaidah lainnya. Kaidah-kaidah sosial itu mengikat dalam arti dipatuhi oleh anggota masyarakat di mana kaidah itu berlaku. Hubungan antara hukum dan kaidah-kaidah sosial lainnya itu saling mengisi.

Di Indonesia sendiri, penegakan hukum selalu menjadi suatu kewajiban yang mutlak harus diadakan dalam negara hukum yang berdasarkan Pancasila. Kewajiban tersebut bukan hanya dibebankan pada petugas resmi yang telah ditunjuk dan diangkat oleh Pemerintah akan tetapi adalah juga merupakan kewajiban dari pada seluruh warga masyarakat. Bukan merupakan rahasia umum lagi bahwa kadang-kadang terdapat noda hitam dalam praktek penegakan hukum yang perlu untuk dibersihkan sehingga hukum dan keadilan benar-benar dapat ditegakkan. Sebagai salah satu pilar yang sangat penting dalam sistem ketatanegaraan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), penyelesaian berbagai permasalahan hukum yang dihadapi oleh bangsa Indonesia harus diakui tidak dapat dilakukan dalam waktu singkat.

 

 

 

 

 

B. Rumusan Masalah

Apa yang dimaksud dengan “hukum dan moralitas” ?

Apa hubungan hukum dan moralitas ?

Bagaimana Potret Hukum dan Moralitas Bangsa kita ?

Bagaimana mensinergikan Hukum dan moral dalam menerapkan keadilan ?

 

 

C. Tujuan penulisan

Dapat memahami apa yang di maksud dengan hukum dan moralitas

Dapat menjelaskan Hubungan Hukum Dan Moralitas

Dapat memahami potret hukum dan moralitas bangsa kita

Mendiskripsikan sinergi hukum dan moral dalam menegakkan undang-undang berdasarkan moralitas masyarakat

 

D. Manfaat

 

1.    Agar  generasi muda sekarang tidak hanya cerdas namun juga memiliki moral yang baik sehingga ilmu yang dimilikinya dapat disumbangkan untuk kemajuan bangsa dan budaya Indonesia.

2.    Mendidik generasi muda untuk menjadi manusia yang taat dengan nilai dan norma-norma yang berlaku di negara Indonesia.

3.    Mendidik generasi muda terutama mahasiswa dan mahasiswi UNTAD untuk sadar hukum. Dimana sebagai generasi muda mampu berpartisipasi dalam pelaksanaan hukum di Indonesia dan mampu mengatasi hambatan-hambatan dalam penegakan hukum di Indonesia.

4.   Agar mahasiswa mampu menerapkan hukum dan moral dalam setiap kehidupan.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

BAB II

PEMBAHASAN

 

1. HUKUM DAN MORALITAS

A. Pengertian Hukum  

         Achmad Ali menyatakan hukum adalah seperangkat norma tentang apa yang benar dan apa yang salah, yang dibuat dan diakui eksistensinya oleh pemerintah yang dituangkan baik dalam aturan tertulis (peraturan) maupun yang tidak tertulis yang mengikat dan sesuai dengan kebutuhan masyarakatnya secara keseluruhan dan dengan ancaman sanksi bagi pelanggar aturan tersebut. Hukum harus mencakup tiga unsur, yaitu kewajiban, moral dan aturan. Istilah moralitas kita kenal secara umum sebagai suatu sistem peraturan-peraturan perilaku sosial, etika hubungan antar-orang.

       Hukum diciptakan dengan tujuan yang berbeda-beda, ada yang menyatakan bahwa tujuan hukum adalah keadilan, ada juga yang menyatakan kebinaan, ada yang menyatakan kepastian hukum. 

       Hukum itu merupakan bagian dari pergumulan manusia dalam upayanya mewujudkan rasa aman dan sejahtera. Karena itu hukum ditengarai menjadi sarana utama dalam mewujudkan keamanan dan ketertiban dalam kelompok masyarakat. Hukum itu sendiri tidak lepas dari masyarakat, karena telah menjadi aksioma yang mengatakan Ibi society ibi ius, yang artinya dimana ada masyarakat maka ada hukum.

       Hukum itu harus hidup ditengah-tengah masyarakat, sebab hukum tidak sekedar aturan tapi harus diimplementasikan. Hukum merupakan seperangkat aturan yang memberi batasan pada masing-masing individu dalam korelasinya satu individu dengan individu lainnya dan dari satu kelompok kepada kelompok lainnya, sehingga perhubungan itu akan mewujudkan suatu perhubungan yang harmonis dan serasi.

       Pelanggaran terhadap aturan (hukum) itu perlu mendapat reaksi. Reaksi itu sendiri dapat berupa sanksi. Dengan diterapkannya sanksi diharapkan keharmonisan yang terganggu tadi dapat dipulihkan kembali. Bahwa disinilah mulai masuk pada ranah penjaga hukum itu sendiri atau yang dalam istilah modern disebut sebagai aparat penegak hukum. Fungsi aparat penegak hukum menjadi sangat signifikan, karena merekalah yang diberikan kewenangan oleh masyarakat. Negara untuk melaksanakan dan mengawal aturan yang telah menjadi kesepakatan itu.

      Besarnya kepercayaan yang diberikan kepada aparat penegak hukum yang tercermin dari kewenangan yang diberikan padanya menjadikan mereka   orang-orang yang memiliki otoritas untuk membatasi kebebasan individu dan bahkan mematikan individu itu sendiri dalam pelanggaran hukum tertentu yang dianggap berat.

      Persoalan yang muncul adalah, apakah orang yang diberi kewenangan tadi (aparat penegak hukum) telah menjalankan kewenangannya dengan sebaik-baiknya? Salah satu karakteristik hukum modern adalah pengaturan yang dibuat secara positif yang memberi sarana untuk melindungi individu maupun upaya hukum. Karena itu hukum modern merupakan produk yang diciptakan oleh penguasa yang selanjutnya akan menjadi rule bagi yang berada dalam kekuasaan tersebut. Peran aparat penegak hukum disini adalah   memberlakukan hukum itu bagi pelanggarnya.

    

B. Pengertian Moral

     Dalam bahasa Indonesia,kata moral berarti akhlak (bahasa Arab)atau kesusilaan yang mengandung makna tata tertib batin atau tata tertib hati nurani yang menjadi pembimbing tingkah laku batin dalam hidup.Kata moral ini dalam bahasa Yunani sama dengan ethos yang menjadi etika. Secara etimologis ,etika adalah ajaran tentang baik buruk, yang diterima masyarakat umum tentang sikap,perbuatan,kewajiban,dan sebagainya.

       Moral secara ekplisit adalah hal-hal yang berhubungan dengan proses sosialisasi individu tanpa moral manusia tidak bisa melakukan proses sosialisasi. Moral dalam zaman sekarang mempunyai nilai implisit karena banyak orang yang mempunyai moral atau sikap amoral itu dari sudut pandang yang sempit. Moral itu sifat dasar yang diajarkan di sekolah-sekolah dan manusia harus mempunyai moral jika ia ingin dihormati oleh sesamanya. Moral adalah nilai ke-absolutan dalam kehidupan bermasyarakat secara utuh. Penilaian terhadap moral diukur dari kebudayaan masyarakat setempat.

       Moral adalah perbuatan/tingkah laku/ucapan seseorang dalam ber interaksi dengan manusia. apabila yang dilakukan seseorang itu sesuai dengan nilai rasa yang berlaku di masyarakat tersebut dan dapat diterima serta menyenangkan lingkungan masyarakatnya, maka orang itu dinilai mempunyai moral yang baik, begitu juga sebaliknya.Moral adalah produk dari budaya dan Agama. Jadi moral adalah tata aturan norma-norma yang bersifat abstrak yang mengatur kehidupan manusia untuk melakukan perbuatan tertentu dan sebagai pengendali yang mengatur manusia untuk menjadi manusia yang baik.

 

C. Hubungan Hukum Dan Moralitas

      Sulit untuk dibayangkan bagaimana hukum yang sarat dengan moralitas dipegang oleh orang-orang yang tidak bermoral. Mau kemana hukum itu? Inilah mungkin masalah besar yang sedang dihadapi bangsa ini.  Penegak hukum harus memiliki keteguhan hati untuk menempatkan hukum sebagai pelindung (pengayom) dan hukum yang bersifat kasih. Hukum yang demikian akan member warna lain, yaitu wajah hukum yang tidak lagi menakutkan, tapi menjadikan masyarakat tentram dan percaya pada penegak hukum, karena penegak hukum benar-benar menjadi penegak hukum yang baik dan bermoral. 

      Hubungan moral dengan penegakan hukum menentukan suatu keperhasilan atau ketidakberhasilan dalam penegakan hukum, sebagaimana diharapkan oleh tujuan hukum. Stephen Palmquis yang mengambil pandangan dari Immanuel Kant, bahwa tindakan moral ialah kebebasan. Kebebasan sebagai satu-satunya fakta pemberian akal praktis pada sudut pandang aktualnya menerobos tapal batas ruang dan waktu (kemampuan indrawi) dan menggantikannya dengan kebebasan. Kebebasan tidak berarti dalam arti sebenak kita dapat mengetahui kebenaran, yang kemudian tercermin pada pembatasan diri untuk menjalankan suatu kebajikan. Semua kaidah harus sesuai dengan hukum moral yang menciptakan suatu tuntutan yang tak bersyarat. Kewajiban adalah perintah yang mengandung kebenaran. Menurut Kant, kewajiban adalah tindakan yang dilakukan berdasarkan pertimbangan hukum moral, dalam rangka ketaatan terhadap hati nurani manusia daripada hanya mengikuti nafsu.

   Rumusan Immanuel Kant terhadap tindakan moral (imperative kategoris) ada tiga kriteria yang mensyaratkan yaitu:

1.    Suatu tindakan adalah moral hanya jika kaidahnya bisa di semestakan (kaidah sebagai hukum universal)

2.    Menghargai pribadi orang, yang bertindak sedemikian rupa, sehingga memperlakukan manusia sebagai tujuan dan bukan hanya sebagai alat belaka.

3.    Kaidah itu harus otonom. Kaidah moral harus selaras dengan penentuan kehendak hukum yang universal (Soerjono Soekanto, 1993:22)

    Ada beberapa unsur dari kaidah moral yaitu :

1.Hati NuraniMerupakan fenomena moral yang sangat hakiki.

Hati nurani merupakanpenghayatan tentang baik atau buruk mengenai perilaku manusia dan hati nuraniini selalu dihubunngkan dengan kesadaran manusia dan selalu terkait dalamdengan situasi kongkret. Dengan hati nurani manusia akan sanggupmererfleksikandirinya terutama dalam mengenai dirinya sendiri atau juga mengenal orang.

2.Kebebasan dan tanggung jawab.

Kebebasan adalah milik individu yang sangat hakiki dan manusiawi dankarena manusia pada dasar nya adal;ah makhluk bebas. Tetapi didalam kebebasanitu juga terbatas karena tidak boleh bersinggungan dengan kebebasan orang lainketika mereka melakukan interaksi. Jadi, manusia itu adalah makhluk bebas yang dibatasi oleh lingkungannya sebagai akibat tidak mampunya ia untuk hidupsendiri.

3.Nilai dan Norma Moral.

Nilai dan moral akan muncul ketika berada pada orang lain dan ia akanbergabung dengan nilai lain seperti agama, hukum, dan budaya. Nilai moralterkait dalam tanggung jawab seseorang.

Antara hukum dan moral terdapat hubungan yang erat sekali. Ada pepatah roma yang mengatakan “quid leges sine moribus?” (apa artinya undang-undang jika tidak disertai moralitas?). Dengan demikian hukum tidak akan berarti tanpa disertai moralitas. Oleh karena itu kualitas hukum harus selalu diukur dengan norma moral, perundang-undangan yang immoral harus diganti. Disisi lain moral juga membutuhkan hukum, sebab moral tanpa hukum hanya angan-angan saja kalau tidak di undangkan atau di lembagakan dalam masyarakat.

 

Meskipun hubungan hukum dan moral begitu erat, namun hukum dan moral tetap berbeda, sebab dalam kenyataannya ‘mungkin’ ada hukum yang bertentangan dengan moral atau ada undang-undang yang immoral, yang berarti terdapat ketidakcocokan antara hukum dan moral. Untuk itu dalam konteks ketatanegaraan indonesia dewasa ini. Apalagi dalam konteks membutuhkan hukum.

 

Kualitas hukum terletak pada bobot moral yang menjiwainya. Tanpa moralitas hukum tampak kosong dan hampa (Dahlan Thaib,h.6). Namun demikian perbedaan antara hukum dan moral sangat jelas.

Perbedaan antara hukum dan moral menurut K.Berten :

1.    Hukum lebih dikodifikasikan daripada moralitas, artinya dibukukan secara sistematis dalam kitab perundang-undangan. Oleh karena itu norma hukum lebih memiliki kepastian dan objektif dibanding dengan norma moral. Sedangkan norma moral lebih subjektif dan akibatnya lebih banyak ‘diganggu’ oleh diskusi yang yang mencari kejelasan tentang yang harus dianggap utis dan tidak etis.

2.    Meski moral dan hukum mengatur tingkah laku manusia, namun hukum membatasi diri sebatas lahiriah saja, sedangkan moral menyangkut juga sikap batin seseorang.

3.    Sanksi yang berkaitan dengan hukum berbeda dengan sanksi yang berkaitan dengan moralitas. Hukum untuk sebagian besar dapat dipaksakan,pelanggar akan terkena hukuman. Tapi norma etis tidak bisa dipaksakan, sebab paksaan hanya menyentuh bagian luar, sedangkan perbuatan etis justru berasal dari dalam. Satu-satunya sanksi dibidang moralitas hanya hati yang tidak tenang.

4.    Hukum didasarkan atas kehendak masyarakat dan akhirnya atas kehendak negara. Meskipun hukum tidak langsung berasal dari negara seperti hukum adat, namun hukum itu harus di akui oleh negara supaya berlaku sebagai hukum.moralitas berdasarkan atas norma-norma moral yang melebihi pada individu dan masyarakat. Dengan cara demokratis atau dengan cara lain masyarakat dapat mengubah hukum, tapi masyarakat tidak dapat mengubah atau membatalkan suatu norma moral. Moral menilai hukum dan tidak sebaliknya.

Sedangkan Gunawan Setiardja membedakan hukum dan moral :

1.    Dilihat dari dasarnya, hukum memiliki dasar yuridis, konsesus dan hukum alam sedangkan moral berdasarkan hukum alam.

2.    Dilihat dari otonominya hukum bersifat heteronom (datang dari luar diri manusia), sedangkan moral bersifat otonom (datang dari diri sendiri).

3.    Dilihat dari pelaksanaanya hukum secara lahiriah dapat dipaksakan,

4.    Dilihat dari sanksinya hukum bersifat yuridis. moral berbentuk sanksi kodrati, batiniah, menyesal, malu terhadap diri sendiri.

5.    Dilihat dari tujuannya, hukum mengatur kehidupan manusia dalam kehidupan bernegara, sedangkan moral mengatur kehidupan manusia sebagai manusia.

6.    Dilihat dari waktu dan tempat, hukum tergantung pada waktu dan tempat, sedangkan moral secara objektif tidak tergantung pada tempat dan waktu (1990,119).

  1. Problem Moral Penegakan Hukum

      Menurut Thomas Koten mengemukakan sosok hukum lebih dipakai sebagai alat pemenuhan kepentingan orang-orang kuat secara politik dan ekonomi daripada sebagai jalan terciptanya keadilan yang memberikan ruang bagi kesejahteraan rakyat dan mematrikan keagungan negara sebagai negara hukum.

Berbagai kritik dan saran publik sudah begitu kerap dilontarkan kepada aparat penegak hukum. Tetapi, ironisnya hingga kini belum juga muncul kesadaran yang diikuti perbaikan terhadap cara berpikir dan cara mempraktikkan hukum secara benar. Salah satu indikasinya adalah, penyelesaian kasus hukum korupsi seputar Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) yang merugikan keuangan negara hingga triliunan rupiah, tetapi seolah hanya menyembulkan bau busuk yang menyengat hidung.

        Untuk itulah, sosok negara kita pun hanya dapat dimengerti sebagai negara yang produk hukumnya lebih merupakan kosmetik negara hukum daripada penonjolan esensi hukum dan penegakan eksistensi keadilan publik. Hukum hanya bagus dalam kata-kata dan indah dalam lukisan undang-undang yang ratusan jumlahnya, tetapi praktiknya jauh dari harapan.

        Problem mendasar dalam praksis penegakan hukum, sebagaimana yang diuraikan di atas, adalah putusan yang diambil di meja pengadilan tidak memiliki roh keadilan. Oleh karena itu, kerap dikatakan bahwa kalangan penegak hukum kita tidak memiliki nurani dan minus nilai-nilai etik-moral.

Problema paling mendasar dari hukum di Indonesia adalah manipulasi atas fungsi hokum oleh pengemban kekuasaan.

        Problem akut dan mendapat sorotan lain adalah:

1.    Aparatur penegak hukum ditengarai kurang banyak diisi oleh sumber daya manusia yang berkualitas. Padahal SDM yang sangat ahli serta memiliki integritas dalam jumlah yang banyak sangat dibutuhkan.

2.    Peneggakkan hukum tidak berjalan sebagaimana mestinya karena sering mengalami intervensi kekuasaan dan uang. Uang menjadi permasalahan karena negara belum mampu mensejahterakan aparatur penegak hukum.

3.    Kepercayaan masyarakat terhadap aparatur penegak hukum semakin surut. Hal ini berakibat pada tindakan anarkis masyarakat untuk menentukan sendiri siapa yang dianggap adil.

4.    Para pembentuk peraturan perundang-undangan sering tidak memerhatikan keterbatasan aparatur. Peraturan perundang-undangan yang dibuat sebenarnya sulit untuk dijalankan.

5.    Kurang diperhatikannya kebutuhan waktu untuk mengubah paradigma dan pemahaman aparatur. Bila aparatur penegak hukum tidak paham betul isi peraturan perundang-undangan tidak mungkin ada efektivitas peraturan di tingkat masyarakat.

Problem berikutnya adalah hukum di Indonesia hidup di dalam masyarakat yang tidak berorientasi kepada hukum. Akibatnya hukum hanya dianggap sebagai representasi dan simbol negara yang ditakuti. Keadilan kerap berpihak pada mereka yang memiliki status sosial yang lebih tinggi dalam masyarakat

  1. POTRET HUKUM DAN MORALITAS BANGSA KITA

Hukum tidak dapat dipisahkan dari aspek moral. Bila hukum belum ada cara konkrit yang mengatur dan moralitas telah menuntut ditransformasikan, maka moralitas haruslah diutamakan. Hukum diciptakan bukan semata-mata untuk mengatur, tetapi lebih dari itu untuk mencapai tujuan, bahwa Negara kita adalah Negara hukum. Artinya segalanya harus ditundukkan di bawah hukum, yang luhur, yakni keadilan, kebahagiaan dan kesejahteraan rakyat.

Hukum kita adalah produk warisan colonial. Hokum kita masih terkategorikan legal positivism tidak banyak legal realism. Hukum sendiri sebagaimana dinyatakan oleh H.L.A Hart dalam bukunya General theory of Law and state, 1965 sebenarnya harus memenuhi tiga unsure nilai yakni kewajiban, moral, dan aturan. Bangsa kita sangat menjunjung tinggi moralitas bangsa,

Tanpa sadar atau disadari umat islam sedang dihancurkan secara halus lewat penghancuran moralitas (akhlaq). Padahal akhlaq adalah sesuatu yang utama. Secara tegas dengan tauhid nabi SAW bersabda : “sesungguhnya aku di utus untuk menyempurnakan moralitas bangsa”. Disamping itu bagi wanita hal ini dapat dianggap sebagai pelecehan terhadap wanita. Bukan malah mengangkat derajat wanita sebagaimana yang telah diperjuangkan oleh RA Kartini. D satu pihak bangsa kita adalah bangsa yang berkedaulatan atas hukumm dan satu pihak bangsa kita menjunjung tinggi moralitas bangsa.

Dalam menyoroti masalah hendaklah segera dicarikan solusi pemecahannya yang mencerminkan terpenuhinya keadilan terhadap hak-hak asasi manusiam tanpa mengorbankan moral sebagai religious values. kita tidak bisa menghindari modernisasi dan globalisasi saat ini. Media elektronik menempati posisi dan peranan pengaruh yang sangat signifikanbagi pengembangan ilmu pengetahuan. Di sisi lain terdapat dampak negative yang harus dihindarkan upaya yang mesti dilakukan adalah menyeleksi berbagai acara yang dapat menimbulkan rangsangan atau birahi. Padahal Negara kita, berfalsafahkan pancasila yang memuat nilai-nilai agamis, moralitas. (Ahmad Aly MD, 2003:3)

 

3.     Hukum dan Moral sebuah seruan etis.

Hukum dapat memiliki kekuatan, jika dijiwai oleh moralitas. Kualitas hokum terletak pada bobot moral yang menjiwainya. Suatu keputusan pengadilan dalam lingkup hokum, karena keadilan merupakan dasar hukumnya, harus benar-benar dipertimbangkan dari sudut moralnya, yakni rasa keadilan masyarakat. Hukum dibuat untuk menata kehidupan masyarakat. Seperti kasus tommy soeharto yang dinyatakan bebas oleh hakim yang sangat kontroversial itu dipertegas dalam tulisan ini sebagai seruan etis moral publik.

Apabila suatu keputusan pengadilan dibuat tanpa mempertimbangkan aspek moral, pengadilan tersebut dinyatakan sebagai pengadilan yang terisolasi. Isolasi tersebut oleh satjipto raharjo dinyatakan mengundang asosiasi arah kediktatoran pengadilan (judicial dictatorship).

Keputusam dalam kasus tommy soeharto contohnya bukan hanya mengabaikan aspek moral dalam keputusannya, atau sebagai keputusan yangtidak bermoral, melainkan juga mengindikasi kekuatan kekuasaan, karena “hukum dipandang tidak lain kecuali kepentingan mereka yang berkuasa atau kuat”. Kekuatan kekuasaan itu dalam arti politik, kekuatan menjadi penentu yang sangat dominan, sedangkan moralitas tidak berdaya. Thomas hobbes mengatakan, “perjanjian tanpa pedang hanyalah kata-kata kosong”. Menurut Hobbes, harus ada penguasa yang kuat untuk memaksakan hokum. Hokum kodrat tidak mempunyai kekuatan dan tidak menuntut kewajiban sehingga membiarkan yang kuat terus melindas yang lemah.

Karena itu, yang diperlukan saat ini sekaligus menjadi sebuah seruan  etis kita adalah perlu adanya political will dan dengan kekuatan kekuasaan yang ada pada pemerintah saat ini, meski gunung dan bukit akan rubuh dan langit akan runtuh, bendera supremasi hokum harus benar-benar dipancangkan dan keadilan segera diciptakan tanpa kompromi.

Bahwasannya, kemauan untuk menjadikan hokum sebagai pengendali “serigala” sifat kebinatangan dalam diri para pengkhianat hokum merupakan suatu kemauan etis dan moralitas pula. Semua ini diambil guna merehabilitasi masa depan negeri ini, agr generasi-generasi mendatang tidak menjadi mangsa dari proses hokum yang menjadi semakin tak terkendalidi kemudian hari, sebab dalam hal ini berlaku ungkapan hakim Burnett di Inggris pada abad 18, ketika menjatuhkan seorang pidana matidengan ungkapan “engkau akan digantung bukan karena engkau mencuri kuda, melainkan agar kuda-kuda tidak akan dicuri lagi”. (Thomas koten, 2001 : 3-4)

 

4.    Penegakan Hukum

Ketidak tegasan hukum dalam memberantas korupsi yang umumnya dilakukan koruptor kelas kakap, dan dianggap sebagai kejahatan biasa, sesungguhnya semakin membuat publik berpegang teguh “kebenaran” ucapan Trasymachus ketika berdebat dengan Socrates mengenai keadilan dalam The Republic. “Hukum tidak lain kecuali kepentingan mereka yang kuat”. Atau, pandangan getir yang dikemukakan Machiavelli, ketika berbicara tentang “hukum”. Hukum menjadi wahana bagi kepentingan yang memiliki kekuasaan. Sementara kaum tanpa kekuasaan, hukum impoten, tidak berdaya untuk membelanya. Hukum tidak mengenal moral dan tidak peduli etika. Artinya, penegakan hukum di tanah air yang umumnya disetir dari atas, kerap melahirkan berbagai ironi yang pedih. Istilah John Evan Seery dalam Political Return, ironi merupakan kecenderungan yang dicirikan dengan berbagai cakupan sifat; kontradiktif, inkonsistensi, anomali, abnormalitas, janggal, berlebihan, dan di luar batas kewajaran dan kepatuhan. Keadilan yang diharapkan lahir dari proses penegakan hukum, ternyata semakin jauh.

            Hukum yang selalu mengabaikan rasa keadilan publik, hakikatnya telah mengabaikan pula keutamaan moral yang menjadi identifikasi dan prinsip hidup manusia. Keutamaan moral, kata Aristoteles dalam karya monumentalnya Nicomachean Ethics, dibentuk oleh kebiasaan, etos, dan istilah etik. Disini norma, terutama norma hukum, merupakan elemen penting. Namun, jika norma hukum itu dijalankan tidak semestinya, hukum menjadi tidak berwibawa. Bila hukum semakin tidak berwibawa jangan berharap dapat terbangun pengertian etis dan kesadaran moral publik. Jangan pernah bermimpi pula bahwa dekadensi moral yang telah menggerogoti bangsa ini segera dibenahi.

  1. SINERGI HUKUM DAN MORAL

Setelah mengalami amandemen ke-1 sampai ke-4, tampak bahwa Bab I Pasal 1 UUD 1945 (tentang bentuk dan kedaulatan) telah mengalami perubahan berbunyi: Negara Indonesia Adalah Negara Hukum. Makna negara hukum adalah negara yang mengutamakan hukum sebagai landasan berpijak dan berbuat dalam konteks hidup bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Dengan kata lain, hukum merupakan hal yang supreme : bukan uang dan kekuasaan. Agar hukum dapat menjadi supreme, maka hukum/undang-undang tersebut harus bersinergi dengan moralitas masyarakat. Keharusan hukum bersinergi dengan moralitas masyarakat, telah diungkapkan oleh teori/ajaran ilmu hukum yang mengajarkan bahwa suatu undang-undang akan dapat berlaku efektif di masyarakat apabila undang-undang tersebut memiliki 3 macam kekuatan, yaitu juristische geltung, soziologische geltung dan filosofische geltung. Soziologische geltung dan filosofische geltung mengajarkan kepada kita bahwa undang-undang yang mengakomodasi/merespon secara benar moralitas masyarakat, yang akan mempermudah terwujudnya supremasi hukum. Karena penegakan undang-undang tersebut secara mutatis mutandis berarti menegakkan moralitas masyarakat. Sebaliknya, apabila suatu undang-undang gagal mengakomodasi/merespon moralitas masyarakat, maka perwujudan supremasi hukum akan mengalami kesulitan. Dalam konteks ini, undang-undang/hukum akan dijadikan perisai untuk melawan moralitas masyarakat. Dalam konteks ini pula, penegakan hukum tidak akan memberikan kenyamanan dan keadilan bagi masyarakat

 

BAB III

PENUTUP

A.      Kesimpulan

Nilai moral dan hukum mempunyai keterkaitan yang sangat erat sekali. Pada dasarnya moral dan hukum mempunyai fungsi yaitu untuk melayani manusia.pertama, berfungsi mengingatkan manusia untuk melakukan kebaikan demi diri sendiri dan sesama sebagai bagian dari masyarakat. kedua, menarik perhatian pada permasalahan-permasalahan moral yang kurang ditanggapi manusia. Ketiga, dapat menjadi penarik perhatian manusia kepada gejala “Pembiasaan emosional”.

Nilai-nilai moral mengandung nasihat, wejangan, petuah, peraturan, dan perintah turun temurun melalui suatu budaya tertentu. Sedangkan etika merupakan refleksi kritis dan rasional mengenai nilai dan norma manusia yang menentukan dan terwujud dalam sikap dan perilaku hidup manusia. Karena hukum dan moral saling mempengaruhi, maka keduanya tentu memiliki hubungan yang erat dengan norma-norma yang berlaku di masyarakat. Norma sebagai bentuk perwujudan dari hukum yang berlaku pada masyrakat yg kemudian membentuk suatu hukum positif di suatu negara dan moral yang tumbuh dan berkembang di masyarakat.

Hambatan-hambatan yang dihadapi dalam pelaksanaan hukum di Indonesia antara lain: Kurang optimalnya komitmen para pemegang fungsi pembentukan perundang-undangan dalam mematuhi Program Legislasi Nasional (Prolegnas), Lemahnya koordinasi antarinstansi/lembaga dalam proses pembentukan peraturan perundang-undangan, Kinerja lembaga peradilan dan lembaga penegak hukum yang  masih belum memperlihatkan kinerja yang menggembirakan. Kurangnya pengetahuan aparat penegak hukum terhadap perkembangan kejahatan yang sifatnya sudah dalam lingkup kejahatan antarnegara (transnational crime) terutama mengenai tindakan pencucian uang termasuk uang dari hasil korupsi. Kurangnya tenaga perancang peraturan perundang-undangan(legal drafter) yang berkualitas. Upaya untuk meningkatkan kesadaran hukum dan pemahaman terhadap pelindungan dan penghormatan HAM masih belum memberikan dampak yang menggembirakan dalam masyarakat. Rendahnya moral penegak hukum di Indonesia.

B.       Saran

Dalam praktek ketatanegaraan Indonesia dewasa ini, telah banyak orang-orang intelektual seperti para pejabat tinggi Indonesia saat ini. Namun ketika intelektual tersebut tidak diimbangi dengan moralitas maka yang terjadi adalah banyaknya kasus-kasus beramoral seperti korupsi yang menyeret mereka ke dalam pengadilan. Oleh sebab itu, kita sebagai penerus muda yang akan menggantikan posisi pejabat tinggi Indonesia saat ini, sebaiknya mulai berbenah diri, tidak hanya menuntut ilmu saja, namun juga harus diimbangi dengan pendidikan moral agar kelak kita bisa menjadi pemimpin negara yang bermoral. Karena apa artinya hukum jika tidak disertai moralitas. Hukum dapat memiliki kekuatan jika dijiwai oleh moralitas. Kualitas hukum terletak pada bobot moral yang menjiwainya. Tanpa moralitas, hukum tampak kosong dan hampa.

 

DAFTAR PUSTAKA

Suwarno, dkk. 2008. ISBD. Surakarta: BP-FKIP UMS http://interneta410080144.wordpress.com/kumpulan-artikel/manusia-moral-dan-hukum-isbd/ diakses tanggal 12 maret 2016 jam 04 sore -http://aayuunoo.blogspot.co.id/2014/02/makalah-isbd-manusia-moral-dan-hukum.html#sthash.moXhm3WG.dpuf diakses pada tanggal 12 Maret 2016 jam 04 sore

http://cahayamentari24.blogspot.co.id/2012/12/hukum-dan-moralitas.html  diakses pada tanggal 12-03-2016 pukul 15:29

http://cicikwijayanti.blogspot.co.id/2012/02/makalah-isbd-manusia-moralitas-hukum.html diakses pada tanggal 12 maret 2016 pukul 15 :31

LihatTutupKomentar