Pengetahuan Rohani Melalui Krṣṇ̣a
Tujuan Perkumpulan Kesadaran Krṣ̣ṇa ini ialah untuk membawa semua makhluk hidup kembali kepada kesadarannya yang asli. Semua makhluk hidup di dunia material kurang lebih menderita sejenis sakit jiwa. Perkumpulan Kesadaran Krṣ̣nạ ini bertujuan untuk menyembuhkan manusia dari penyakit duniawinya hingga dia dapat menjadi mantap lagi dalam kesadarannya yang asli. Ada sajak dalam bahasa Benggala hasil karya seorang penyair Vaisnava yang mulia yang berbunyi, "Apabila seseorang kemasukan hantu, dia hanya dapat membicarakan hal yang tidak masuk akal. Begitu juga, siapapun yang berada di bawah pengaruh alam material harus dianggap kemasukan hantu, dan apapun yang dibicarakannya harus dianggap tidak masuk akal." Barangkali seseorang dianggap ahli filsafat atau ahli ilmu pengetahuan yang besar, tetapi kalau ia kemasukan hantu maya, atau khayalan, maka apapun yang diciptakannya sebagai teori dan apapun yang dibicarakannya kurang lebih tidak masuk akal. Hari ini kita diberikan contoh mengenai seorang psikiater. Psikiater itu diminta untuk meneliti orang yang dituduh telah melakukan pembunuhan, kemudian dia mengatakan bahwa oleh karena semua penderita yang pernah dihubunginya kurang lebih gila, maka pengadilan dapat memaafkan orang itu yang telah dituduh melakukan pembunuhan berdasarkan alasan itu, kalau memang demikian kehendak pengadilan. Maksudnya ialah bahwa di dunia material sulit sekali menemukan makhluk hidup yang waras. Suasana sakit jiwa yang menonjol di dunia ini semua disebabkan penyakit kesadaran material.
Maksud perkumpulan Hare Krṣṇạ ini ialah untuk membawa manusia kembali pada kesadarannya yang asli, yaitu Kesadaran Krṣṇạ, atau kesadaran yang jernih. Apabila air jatuh dari awan, air itu jernih seperti air suling, tetapi begitu air itu menyentuh tanah, air itu tercampur dengan lumpur dan menjadi keruh. Begitu juga, pada permulaan kita roh-roh yang murni, bagian dari Krṣṇạ yang mempunyai sifat yang sama seperti Kṛsṇạ. Karena itu, kedudukan
dasar kita yang asli adalah semurni kedudukan Tuhan. Dalam Bhagavad-gita Sri Krṣṇạ bersabda:
mamaivāḿśo jīva-loke jīva-bhūtah ̣sanātanaḥ
manah-̣sạsṭḥānīndriyānị prakrṭi-sthāni karsạti
"Para makhluk hidup di dunia yang terikat ini adalah bagian percikan dari DiriKu dan mereka adalah kekal. Tetapi oleh karena kehidupan yang terikat, mereka berjuang dengan keras sekali melawan enam indera, termasuk pikiran." (Bg.15.7)
Demikian semua makhluk hidup adalah bagian dari Krṣṇạ yang mempunyai sifat yang sama seperti Kṛsṇạ. Apabila kita membicarakan Krṣṇạ, harus selalu diingat bahwa kita membicarakan Tuhan Yang Mahaesa. Krṣṇạ berarti Kepribadian Tuhan Yang Mahaesa yang menarik hati semua makhluk. Seperti halnya sebutir mas mempunyai sifat yang sama seperti cadangan mas, begitu pula butir-butir yang kecil sekali dari badan Kṛsṇạ juga mempunyai sifat yang sama seperti Krṣṇạ. Komposisi zat-zat kimia dari badan Tuhan dan badan rohani makhluk hidup adalah sama—yaitu bersifat rohani. Demikian, pada permulaan dalam kedudukan kita yang tidak terpengaruh, kita memiliki bentuk yang sebaik bentuk Tuhan, tetapi bagaikan hujan yang jatuh pada permukaan bumi, kita mengadakan hubungan dengan dunia material ini yang digerakkan oleh tenaga material luar dari Krṣṇạ.
Apabila kita membicarakan tenaga luar atau alam material, timbullah pertanyaan, "Tenaga milik siapa? Alam milik siapa?" Tenaga material atau alam material tidak bergerak sendiri. Anggapan bahwa alam dapat bergerak sendiri adalah faham yang bodoh. Dalam Bhagavad-gita dinyatakan dengan jelas bahwa alam material tidak bergerak sendiri. Apabila orang bodoh melihat sebuah mesin, barangkali ia berpikir bahwa mesin itu bekerja secara otomatis, tetapi sebenarnya tidak demikian—ada pengemudi, ada orang yang mengendalikan mesin itu, walaupun kadang-kadang kita tidak dapat melihat pengendali di belakang mesin karena penglihatan kita kurang sempurna. Ada banyak alat elektronik yang bekerja dengan cara yang ajaib sekali, tetapi di belakang sistem-sistem yang rumit itu ada seorang ahli ilmu pengetahuan yang memencet tombol. Hal ini mudah sekali dipahami: oleh karena mesin terdiri dari unsur-unsur alam, mesin itu tidak dapat bekerja sendiri, tetapi harus bekerja di bawah pengendalian rohani. Alat perekam dapat bekerja, tetapi alat itu bekerja menurut rencana-rencana dan di bawah pengendalian makhluk hidup, yaitu seorang manusia. Mesin itu lengkap, tetapi kalau mesin itu tidak digerakkan oleh sang roh, mesin itu tidak dapat
bekerja. Begitu juga, hendaknya kita mengerti bahwa manifestasi alam semesta yang kita sebut alam adalah mesin yang besar, dan bahwa di belakang mesin ini ada Tuhan Yang Mahaesa, Krṣṇạ. Hal ini juga dibenarkan dalam Bhagavad-gita di mana Krṣ̣ṇa bersabda:
mayādhyaksẹnạ prakrṭih ̣sūyate sa-carācaram
hetunānena kaunteya jagad viparivartate
"O Putra Kunti, alam material ini bekerja di bawah perintah-Ku, dan menghasilkan semua makhluk baik yang bergerak maupun yang tidak bergerak, dan atas perintah alam manifestasi ini diciptakan dan dilebur berulang kali." (Bg.9.10)
Ada dua macam makhluk-makhluk yang bergerak (seperti misalnya manusia, hewan dan serangga) dan makhluk yang tidak bergerak (seperti pohon dan gunung). Krṣṇạ menyatakan bahwa alam material yang mengendalikan kedua jenis makhluk, bekerja di bawah perintah Beliau. Demikian, pengendali Yang Mahakuasa melatar belakangi segala sesuatu. Peradaban modern tidak mengerti kenyataan ini karena kekurangan pengetahuan; karena itu, maksud perkumpulan Kesadaran Krṣṇạ ini ialah untuk memberikan pengetahuan kepada semua orang yang telah dijadikan gila oleh pengaruh tiga sifat alam material. Dengan kata lain, tujuan kami ialah untuk menyadarkan manusia hingga mencapai keadaannya yang normal.
Ada banyak universitas, khususnya di Amerika Serikat, dan banyak departemen pengetahuan, namun mereka tidak membicarakan hal-hal tersebut. Dimana departemen untuk pengetahuan yang kita temukan dalam Bhagavad-gita diberikan oleh Sri Krṣṇạ? Waktu saya memberikan ceramah kepada murid-murid saya dan beberapa anggota fakultas di Massachusetts Institute of Technology, pertanyaan pertama yang diajukan adalah: "Di manakah departemen teknologi yang sedang meneliti perbedaan antara orang yang sudah mati dan orang yang masih hidup?" Ketika seseorang meninggal, ada sesuatu yang hilang. Di manakah teknologi untuk mengganti sesuatu yang telah hilang itu? Mengapa para ahli ilmu pengetahuan tidak berusaha untuk memecahkan masalah ini? Oleh karena ini merupakan hal yang sangat rumit sekali, mereka mengesampingkan hal ini dan menjadi sibuk dalam teknologi yang menyangkut makan, tidur, berketurunan dan membela diri. Akan tetapi, kesusasteraan Veda memberitahukan kepada kita bahwa ini merupakan teknologi hewani. Hewanpun berusaha sekuat tenaga untuk makan dengan baik, menikmati hubungan kelamin, tidur dengan tenang dan membela diri. Kalau demikian, apa perbedaan
antara pengetahuan manusia dan pengetahuan hewan? Kenyataannya ialah bahwa pengetahuan manusia seharusnya dikembangkan untuk menjelajahi perbedaan antara orang yang masih hidup dan orang yang sudah mati, yaitu perbedaan antara badan yang masih hidup dan sesosok mayat. Pengetahuan rohani itu diajarkan oleh Krṣṇạ kepada Arjuna pada awal Bhagavad-gita. Sebagai kawan Krṣṇạ, Arjuna adalah orang yang cerdas sekali, lelapi pengetahuan Arjuna terbatas, seperti halnya pengetahuan semua orang. Akan tetapi, Krṣṇ̣a bersabda mengenai hal-hal diluar pengetahuan Arjuna yang terbatas. Hal-hal ini disebut adhoksaja karena penglihatan kila secara langsung yang memungkinkan kita mendapatkan pengetahuan material tidak berhasil mendekati hal-hal itu. Misalnya, kita mempunyai banyak mikroskop yang kuat untuk melihat apa yang tidak dapat dilihat dengan penglihatan kita yang terbatas, tetapi tidak ada mikroskop yang dapat memperlihatkan sang roh di dalam tubuh kepada kita. Walaupun demikian, sang roh memang ada di dalam tubuh.
Dalam Bhagavad-gita kita diberitahukan bahwa di dalam badan ini ada pemilik badan. Diri saya adalah ini-milik, dan orang lain menjadi pemilik badan-badannya masing-masing. Saya berkata, "Tangan saya," bukan "Saya tangan." Oleh karena itu merupakan "Tangan saya," diri saya sebagai pemilik berbeda dari tangan itu. Begitu pula, kita berbicara mengenai "Mata saya," "Kaki saya," "Barang ini milik saya," "Barang itu milik saya." Di tengah-tengah segala obyek tersebut yang saya miliki, dimanakah diri saya? Usaha mencari jawaban atas pertanyaan ini adalah proses bersemadi. Dalam semadi yang sejati, kita bertanya, "Dimanakah diri saya? Apa diri saya?" Kita tidak dapat menemukan jawaban atas pertanyaanpertanyaan tersebut dengan usaha material manapun, dan karena inilah segala universitas mengesampingkan pertanyaanpertanyaan itu. Mereka berkata, "Itu merupakan hal yang terlalu sulit." Atau mereka meremehkan soal itu: "Hal itu tidak relevan." Demikian para insinyur mengalihkan perhatiannya untuk menciptakan dan berusaha menyempurnakan kereta yang tidak ditarik oleh kuda dan burung yang tidak bersayap. Dahulu kala, kereta ditarik oleh kuda dan tidak ada masalah pencemaran udara, tetapi sekarang ada mobil dan roket, dan para ahli ilmu pengetahuan bangga sekali. "Kami telah menemukan kereta yang tidak berkuda dan burung yang tidak bersayap," Kata mereka dengan bangga. Walaupun mereka menemukan sayap tiruan untuk pesawat udara atau roket, mereka tidak dapat menemukan badan yang tidak ada rohnya. Kalau mereka sungguh-sungguh berhasil melakukan demikian, baru patut mereka diberikan penghargaan. Tetapi usaha seperti itu pasti mengalami kegagalan, sebab kita mengetahui bahwa tidak ada mesin yang dapat bekerja tanpa sang roh di belakangnya. Komputer yang
paling mutakhir sekalipun membutuhkan manusia yang telah terlatih untuk memegang komputer itu. Begitu juga, hendaknya kita mengetahui bahwa mesin yang besar ini, yang dikenal sebagai manifestasi alam semesta, digerakkan oleh Roh Yang Paling Utama. Itulah Krṣ̣ṇa. Para ahli ilmu pengetahuan mencari sebab utama atau pengendali yang paling utama di alam semesta material ini dan mereka mengemukakan bermacam-macam teori dan usul, tetapi cara yang sejati untuk mendapatkan pengetahuan sangat mudah dan sempurna: kita hanya perlu mendengar dari Kepribadian Yang Sempurna; yaitu Kṛsṇạ. Dengan menerima pengetahuan yang diajarkan dalam Bhagavad-gita, siapa pun segera dapat mengetahui bahwa mesin alam semesta yang besar ini, di mana bumi ini merupakan sebagian saja, bekerja dengan cara yang begitu ajaib karena adanya pengemudi di belakangnya—yaitu Krṣṇạ.
Proses pengetahuan kita mudah sekali. Ajaran Krṣṇạ, yaitu Bhagavad-gita, merupakan pustaka pengetahuan pokok yang diberikan oleh Sang Adi-purusa Sendiri, yaitu Kepribadian Yang Mahaabadi, Kepribadian Tuhan Yang Mahaesa. Memang Beliau adalah Kepribadian Yang Sempurna. Barangkali dikatakan bahwa, walaupun kita telah mengakui Beliau sebagai Kepribadian Yang Sempurna, ada juga banyak orang lain yang tidak mengakui demikian. Tetapi hendaknya orang jangan menganggap bahwa pengakuan tersebut bersifat bertingkah saja; Beliau diakui sebagai kepribadian yang sempurna berdasarkan bukti dari banyak penguasa. Kita tidak mengakui Krṣṇạ sebagai Kepribadian yang Sempurna hanya berdasarkan selera kita maupun perasaan yang dangkal. Tidak— Krṣṇạ diakui sebagai Tuhan oleh banyak penguasa Veda, misalnya Vyasadeva, penyusun segala kesusasteraan Veda. Harta karun ilmu pengetahuan terkandung dalam Veda, dan penyusun Veda, yaitu Vyasadeva, mengakui Krṣ̣nạ sebagai Kepribadian Tuhan Yang Mahaesa, dan guru kerohanian Vyasadeva, yaitu Narada, juga mengakui Krṣṇạ sebagai Kepribadian Tuhan Yang Mahaesa. Guru kerohanian Narada, yaitu Brahma, tidak hanya mengakui Krṣṇạ sebagai Kepribadian Yang Paling Utama tetapi juga mengakui Krṣṇạ sebagai Pengendali Yang Mahakuasa— isvarah paramah krsnah: "Pengendali Yang Mahakuasa ialah Krṣṇạ."
Tiada seorang pun dalam ciptaan yang dapat mengatakan bahwa dia tidak dapat dikendalikan. Setiap orang, biar bagaimanapun penting atau perkasa kedudukkannya, mempunyai atasan yang mengendalikannya. Akan tetapi, tiara orang yang mengendalikan Krṣṇạ. Karena itu, Krṣṇạ Tuhan Yang Mahaesa. Krṣṇạ mengendalikan semua orang, tetapi tiada yang lebih tinggi daripada Krṣṇ̣a, tiada yang mengendalikan Krṣṇạ, tiada orang yang sejajar dengan Krṣṇạ dan tiada orang yang ikut menduduki tingkat pengendalian mutlak
Krṣṇạ. Barangkali kenyataan ini kedengaran aneh, sebab dewasa ini banyak orang yang menamakan dirinya Tuhan. Memang, dewa-dewa telah menjadi murah sekali, diimpor khususnya dari India. Orang di negara-negara lain beruntung karena dewa-dewa tidak dibuat di sana, tetapi di India dewa-dewa di buat hampir setiap hari. Seringkali kita mendengar bahwa Tuhan akan datang ke Los Angeles atau New York dan bahwa orang sedang berkumpul untuk menyambut kedatangan Beliau, dan lain sebagainya. Tetapi Krṣ̣nạ bukan Tuhan seperti apa yang dibuat di sebuah pabrik kebatinan. Tidak, Kṛsṇạ tidak dijadikan Tuhan, tetapi Krṣ̣ṇa adalah Tuhan.
Demikian hendaknya kita mengetahui berdasarkan kekuasaan bahwa di belakang alam material yang besar ini, yaitu manifestasi alam semesta, ada Tuhan—Krṣṇạ—dan bahwa Krṣṇạ diakui oleh segala penguasa Veda. Mengakui kekuasaan tidak merupakan hal yang baru bagi kita; semua orang mengakui sejenis kekuasaan. Untuk pendidikan kita mendekati seorang guru atau pergi ke sekolah atau hanya belajar dari ayah dan ibu. Semuanya merupakan penguasa, dan sifat kita ialah belajar dari mereka. Pada waktu kita masih anak-anak kita bertanya, "Bapak, apa ini?" lalu ayah menjawab, "Ini pulpen," "Ini kaca mata," atau "Ini sebuah meja." Dengan cara demikian sejak awal kehidupan anak belajar dari ayah dan ibunya. la belajar nama benda-benda dan hubungan-hubungan pokok antara satu benda dengan benda yang lain dengan cara bertanya kepada orang tuanya. Ayah dan Ibu yang baik tidak akan pernah menipu apabila anak bertanya kepada mereka; mereka memberikan keterangan yang tepat dan benar. Begitu juga, kalau kita mendapat keterangan rohani dari seorang penguasa, dan kalau penguasa itu bukan penipu, maka pengetahuan kita adalah sempurna. Kalau kita berusaha mencapai kesimpulan-kesimpulan berdasarkan kekuatan kita sendiri untuk berangan-angan pikiran, maka kita dapat berbuat kesalahan. Proses induktif, dimana seseorang menarik kesimpulan umum setelah mempertimbangkan kenyataan-kenyataan tertentu atau kasus-kasus yang khusus, tidak pernah merupakan proses yang sempurna. Oleh karena kita dan pengalaman kita terbatas, proses tersebut akan selalu tetap kurang sempurna.
Kalau kita menerima keterangan dari sumber yang sempurna, yaitu Kṛsṇạ, dan kalau kita mengulangi keterangan itu, maka apa yang kita bicarakan juga dapat diakui sebagai sesuatu yang sempurna dan dapat dipercaya. Proses parampara atau garis perguruan adalah cara mendengar dari Kṛsṇạ atau dari penguasa-penguasa yang idali mengakui Krṣṇạ, dan kemudian mengulangi lagi persis, seperti apa yang telah dikatakan mereka. Dalam Bhagavad-gita Krṣ̣ṇa menganjurkan proses pengetahuan tersebut:
evaḿ paramparā-prāptam imaḿ rājarsạyo viduḥ
sa kāleneha mahatā yogo nasṭ̣ah ̣parantapa
''Ilmu pengetahuan yang paling utama ini diterima dengan cara sedemikian rupa melalui rangkaian garis perguruan, dan para raja yang suci mengerti ilmu pengetahuan ini dengan cara seperti itu." (Bg.4.2)
Dahulu kala pengetahuan diturunkan oleh raja-raja suci nig menjadi penguasa. Akan tetapi, zaman dahulu raja-raja tersebut adalah rsi-rsi—yang berarti sarjana-sarjana ini penyembahpenyembah yang mulia dan bijaksana— dan oleh karena mereka bukan orang biasa, pemerintah ', dipimpinnya bekerja dengan baik sekali. Ada banyak contoh dalam peradaban Veda mengenai raja-raja yang mencapai kesempurnaan sebagai penyembah-penyembah Tuhan. Misalnya, Dhruva maharaja pergi ke hutan untuk mencari Tuhan, dan dengan mempraktekkan pertapaan dan kesederhanaan yang keras dia menemukan Tuhan dalam jangka waktu enam bulan. Walaupun Dhruva Maharaja adalah pangeran yang hanya berumur lima tahun dan badannya lemah sekali, dia berhasil karena dia mengikuti petunjuk dari guru kerohaniannya, yaitu Narada. Selama bulan pertama Dhruva Maharaja tinggal di hutan, dan dia hanya makan buah-buahan dan sayur-sayuran setiap tiga hari sekali dan minum air setiap enam hari. Akhirnya Dhruva Maharaja membatasi tarik nafasnya dan berdiri selama enam bulan di atas satu kaki. Setelah dia melakukan pertapaan yang keras tersebut selama setengah tahun, Tuhan berwujud di hadapannya, sehingga dapat dilihat dengan mata kepala. Kita tidak harus melakukan pertapaan yang sekeras itu, tetapi hanya dengan mengikuti langkah-langkah para penguasa Veda, kita pun dapat bertemu muka dengan Tuhan. Melihat Tuhan seperti ini adalah kesempurnaan hidup.
Proses Kesadaran Krs.na berdasarkan pertapaan, tetapi proses ini tidak sulit sekali. Ada peraturan yang meng-atur makan dan hubungan kelamin (orang hanya makan prasadam atau makanan yang telah dipersembahkan kepada Krṣṇạ terlebih dahulu, dan hanya mengadakan hubungan kelamin bersama suami atau istri yang sah), dan ada peraturan yang lain yang mempermudah dan mengembangkan keinsafan rohani. Dewasa ini tidak mungkin kita meniru Dhruva Maharaja, tetapi dengan mengikuti beberapa prinsip-pokok dari Veda, kita dapat maju dalam kesadaran rohani, yaitu Kesadaran Kṛsṇạ. Sambil kita maju, pengetahuan kita menjadi sempurna. Apa gunanya menjadi ahli ilmu pengetahuan atau ahli filsafat kalau kita tidak dapat menentukan bagaimana penjelmaan kita yang akan datang? Seorang murid kesadaran Kṛsṇạ yang sudah insaf
akan dirinya dengan mudah sekali mengatakan bagaimana penjelmaannya yang akan datang, apa itu Tuhan, apa itu makhluk hidup dan apa hubungan antara dirinya dengan Tuhan. Pengetahuan murid itu adalah sempurna, sebab pengetahuan itu berasal dari kitab-kitab pengetahuan yang sempurna seperti misalnya Bhagavad-gita dan Srimad-Bhagavatam. Demikian, inilah proses Kesadaran Krṣṇ̣a. Proses ini mudah sekali, dan siapa pun dapat mulai mengikuti proses ini dan menyempurnakan kehidupannya. Kalau seseorang berkata, "Saya sama sekali belum terdidik, dan saya tidak dapat membaca buku," Dia masih tidak dilarang ikut. Dia masih dapat menyempurnakan kehidupannya dengan mengucapkan mahamantra: Hare Krṣṇạ, Hare Kṛsṇạ, Krṣṇạ Krṣ̣ṇa, Hare Hare/ Hare Rama, Hare Rama, Rama Rama, Hare Hare. Krṣṇạ telah memberikan daun lidah dan dua daun telinga kepada kita, dan barangkali kita merasa heran kalau kita diberitahukan bahwa Kṛsṇạ diinsafi melalui telinga dan lidah, bukan melalui mata.
Dengan mendengar amanat Krṣṇ̣a, kita belajar cara mengendalikan lidah, dan setelah lidah dikendalikan, indera-indera lain turut dikendalikan. Di antara semua indera, lidahlah yang paling lahap dan sulit dikendalikan, tetapi lidah dapat dikendalikan hanya dengan mengucapkan mantra hare Krṣ̣ṇa dan mencicipi prasadam Krṣṇạ atau makanan yang telah dipersembahkan kepada Krṣṇạ.
Kita tidak dapat mengerti Krṣ̣nạ dengan penglihatan inderaindera maupun dengan cara berangan-angan pikiran. Itu tidak mungkin, sebab alangkah besarnya Krṣṇ̣a sehingga Beliau di luar jangkauan indera-indera kita. Tetapi Krṣṇạ dapat dimengerti dengan cara penyerahan diri. Karena itu, Krṣṇạ menganjurkan proses tersebut:
sarva-dharmān parityajya mām ekaḿ śaraṇaḿ vrājā
ahaḿ tvāḿ sarva-pāpebhyo mokṣayisỵāmi mā śucaḥ
"Tinggalkanlah segala macam dharma dan hanya menyerahkan diri kepadaKu, dan sebagai balasan Aku akan melindungi engkau dari segala reaksi dosa. Karena itu, engkau tidak perlu takut kepada apapun." (Bg. 18.66) Sayang sekali, penyakit kita ialah bahwa kita suka berontak—dengan otomatis kita menentang kekuasaan. Namun walaupun kita mengatakan bahwa kita tidak menginginkan penguasa, alangkah kuatnya alam sehingga kita dipaksakan mengakui kekuasaan. Kita terpaksa mengakui kekuasaan alam. Apa yang lebih menyedihkan daripada orang yang mengatakan bahwa dia tidak harus bertanggung jawab terhadap penguasa mana pun tetapi mengikuti indera-inderanya secara buta kemana pun indera-indera itu
membawa dirinya? Tuntutan kebebasan kita yang palsu adalah kebodohan belaka. Kita semua di bawah kekuasaan, namun kita mengatakan bahwa kita tidak menginginkan kekuasaan. Ini disebut maya, atau khayalan. Akan tetapi, kita mempunyai sekedar kebebasan—kita dapat memilih hidup di bawah kekuasaan inderaindera kita atau di bawah kekuasaan Krṣ̣nạ. Penguasa yang paling baik dan paling tinagi ialah Krs.na, sebab Krṣṇạ mengharapkan kesejahteraan kita untuk selamanya, dan Beliau selalu bersabda demi kesejahteraan kita. Kita harus mengakui suatu kekuasaan: Mengapa kita tidak mau mengakui kekuasaan Kṛsṇạ? Hanya dengan mendengar kebesaran Krṣ̣ṇa dari Bhagavad-gita dan Srimad-Bhagavatam serta memuji nama-nama Krṣṇạ—Hare Krṣṇạ—cepat kita dapat menyempurnakan kehidupan kita