MAHABHARATA SABHA PARVA BAB 12 "DRAUPADI, SEORANG BUDAK"

 
Krishna dan Arjuna

MAHABHARATA
SABHA PARVA BAB 12
"DRAUPADI, SEORANG BUDAK"


Semua orang yang berada di aula itu terdiam. Vidura duduk dengan kepalanya yang ditopang oleh tangannya, bernafas panjang seperti seekor ular. Wajahnya menunduk seakan-akan ia meminta ibu bumi untuk memaafkan atas ketidakadilan yang telah dilakukan dihadapannya, Bhisma dan yang lainnya telah dikuasai oleh kekuatiran. Hanya Dhrtarastra yang bahagia. Ia tetap bertanya, "Siapakah yang menang sekarang? Siapa? Siapa?" aula ini dipenuhi dengan sorak kegirangan para Kaurava. Duryodhana datang pada Sakuni dan memeluknya dengan eratnya. Ia berkata: "Benar, ini adalah hari yang paling bahagia dalam kehidupanku. Dan aku berutang budi padamu karena semuanya itu, pamanku yang tersayang".

Duryodhana berkata: "Pamanku Vidura, Draupadi sekarang adalah budak kami. Engkau harus pergi dan membawanya kesini kehadapan kami. Biarkanlah ia memasuki ruangan yang diperuntukkan bagi seorang pelayan. Ia harus terbiasa dengan tugas-tugasnya". Vidura bangun dan berkata: "Duryodhana, bahkan sekarang belumlah terlambat. Janganlah melangkah lebih jauh lagi. Engkau seperti rusa yang tanpa berpikir yang ingin menggoda macan. Pandava ini harus dianggap seperti ular yang akan mengeluarkan bisa. Jangan memancingnya. Draupadi bukanlah budak kalian. Ia tidak boleh dihina. Yudhisthira tidak berhak memakainya sebagai taruhan dimana ia telah kehilangan dirinya. Aku yakin akan hal itu. Engkau tidak suka akan kata-kataku. Engkau berpikir aku bukanlah orang yang mendoakan kebaikan bagi dirimu. Tetapi aku adalah orang yang
mendoakan hal yang baik untukmu. Aku memperingatkanmu akan kemarahan Pandava yang menakutkan. Jika engkau tidak mendengarkan kata-kataku engkau akan hancur, dan semua saudaramu dan teman-temanmu juga akan ikut bersamamu. Neraka telah membuka diri untuk menerima orang-orang dari Istana Kuru". Kata-katanya tidak didengarkan. Ia menghapus airmata dengan sedih dan berkata: "Apa yang bisa aku katakan padamu? Orang-orang yang tidak buta telah menjadi buta, dan orang-orang yang tidak tuli menolak untuk mendengarkan. Mereka tidak tahu takdir yang telah menunggu mereka". Vidura tidak berkata lagi.

Duryodhana berkata: "Kita sudah cukup mendengarkan orang yang terlahir dari seorang pelayan yang tidak bisa berkata-kata yang lain". la melihat kesekeliling dan matanya tertumpu pada seorang tamu yang ada diaula itu. Ia memanggilnya untuk hadir. Di tengah-tengah berkumpulnya orang-orang yang bijaksana, orang tua, orang yang selalu melakukan kebenaran, Duryodhana berkata: "Pratikaami, pergilah keruangan para wanita dan katakan pada mereka bahwa budak Draupadi yang sekarang menjadi milik kita, bahwa kami menginginkan keberadaannya di sini, bahwa tuannya, pangeran Kuru memintanya untuk menghadap di sini". Melihat ketakutan di mata pelayan itu, ia berkata: "Apakah engkau takut akan kemarahan Pandava yang telah dikatakan oleh pamanku tadi? Apakah engkau tahu bahwa Vidura tidak pernah setuju dengan kami dan tingkah-laku kami? Jangan takut. Pandava sekarang adalah budak kami, semuanya.

Pelayan sampai ke ruangan para ratu. la berkata pada Draupadi dan berkata: "Draupadi, sekarang engkau adalah budak Duryodhana. Dalam permainan judi, suamimu Yudhisthira telah mempertaruhkanmu pada Kaurava. Engkau disuruh menghadap ke istana oleh tuanmu Duryodhana." Draupadi tidak dapat berkata, la terpaku. la berkata: "Apa yang engkau katakan? Apa yang engkau maksud? Apakah suamiku tidak memiliki apa-apa lagi yang bisa digunakan sebagai taruhan? Apakah ia telah kehilangan akal sehatnya? Pelayan itu berkata: "Apa yang aku katakan adalah benar. Pertama, sang raja kehilangan semua hartanya. Kemudian ia kehilangan saudara-saudaranya satu persatu, kemudian dirinya sendiri, dan akhirnya ia kehilanganmu. Draupadi berkata: "Kembalilah ke aula. Caritahulah apakah Yudhisthira mempertaruhkan dirinya terlebih dahulu atau aku. Kembalilah padaku dengan jawabannya". Pelayan kembali dan melaporkan semua ini. Ia memandang Yudhisthira dan berkata: "Ia ingin tahu apakah Yudhisthira kehilangan dirinya pertama atau kehilangannya".

Mendengar perkataan pelayan, Yudhisthira merasa hidupnya keluar dari tubuhnya. Ia tidak dapat menjawab pertanyaan Draupadi. Duryodhana menjadi marah dan berkata: "Suruhlah wanita itu datang kesini dan bertanya sendiri".
Pelayan kembali menghadap Draupadi dan memberitahu tentang dimana Yudhisthira dan komentar Duryodhana. la berkata: "Aku tahu kehancuran Kaurava telah dimulai. Penghinaan ini akan menghancurkan pangeran kami Duryodhana". Draupadi tidak akan menyerah. la berkata: "Kembalilah sekali lagi ke aula. Bertanyalah pada suamiku apa yang harus aku lakukan. Aku akan mematuhinya dan tidak mematuhi perintah orang lain". Pelayan itu kembali ke aula dan memberikan pesan itu pada Yudhisthira. Yudhisthira yang malang menundukkan kepalanya dan berkata: "Beritahulah ia untuk datang kesini dan bertanya pada
sesepuh apakah tindakan suaminya ini benar atau salah". Pelayan yang ketakutan itu pergi lagi kehadapan Draupadi. Ia takut akan kemarahannya. Duryodhana memandangnya dan kemudian ia memandang adiknya Dussasana. la berkata: "Dussasana, pelayan ini nampaknya ketakutan. Engkaulah yang sekarang harus pergi keruangannya dan membawanya ke aula ini. Apa yang bisa ia lakukan jika berhadapan denganmu? Ia adalah budak kita sekarang". Adik sang pangeran bangkit dari tempat duduknya dan berjalan menuju ruangan para ratu. Dussasana masuk dan berdiri dihadapan Draupadi. Ia tertawa dan berkata, "Kemarilah, kemarilah! Engkau telah dimenangkan oleh pangeran kami sekarang. Engkau tidak perlu takut pada suamimu lagi. Engkau bisa menghadap pada Duryodhana tanpa ragu-ragu. Sudah selayaknya engkau memalingkan mata terataimu itu pada raja Kuru". Ia bangkit dari tempat duduknya seakan-akan sesuatu telah menyengatnya. Dussasana sangat senang. Ia tertawa dengan keras dan berkata: "Janganlah bersikap seperti itu. Kami, lagipula adalah sepupu-sepupu dari suamimu. la melihatnya dengan mata yang liar dan menakutkan dengan tergesa-gesa ia menuju ke kediaman Gandhari. Dussasana mengikutinya dengan marah. Ia menangkapnya dan menjambak rambut hitamnya. Ini adalah
hal yang menakutkan untuk dilakukan. Rambutnya telah disucikan dengan air suci pada saat Rajasuya. Ia menjambak rambutnya, ia tidak tahu bahwa ia telah menyentuh ular yang pasti akan membunuhnya. Ia menyeretnya menuju ke aula. la nampak seperti sebatang pohon yang telah tumbang oleh sebuah kapak. Dussasana berkata: "Engkau adalah budak kami. Engkau adalah budak Duryodhana, orang yang sudah memenangkanmu. Engkau telah dimenangkan olehnya dalam permainan dadu. Suamimu Yudhisthira telah menjadikanmu sebagai taruhan dan telah kalah. Ia ingin engkau hadir di aula. la ingin engkau menanyakan pertanyaan ini pada para sesepuh. Sedangkan raja kami, ia telah memerintahkan aku untuk membawamu". Dengan rambutnya yang panjang yang telah diseret oleh Dussasana, dengan pakaiannya yang semua basah dengan airmata dan semua keadaannya yang disebabkan karena perlakuan Dussasana, Draupadi memasuki sabha.

"Ditulis Ulang Oleh: Kamala Subramaniam"
LihatTutupKomentar