Hadiah Yang Tiada Taranya:
Pembebasan dalam Kesadaran Krsna
Ajaran srila prabhupada
Kalau kita hanya bersembahyang kepada Kepribadian Yang Asli (adi-purusam),
kita tidak perlu merasa takut bahwa kita akan disesatkan oleh siapapun.
Sridhara Svami, yang membuat ulasan pertama mengenai Srimad-Bhagavatam,
menjelaskan bahwa seseorang dapat mencapai kesempurnaan hidup hanya dengan
bhakti (kevala-ya-bhaktya); orang tidak perlu/tergantung pada proses lain lagi.
Sukadeva Gosvami mengatakan bahwa seseorang dapat mengakhiri kehidupan material
dengan sekali pukul (kevalaya). la tidak perlu terlebih dahulu menjalani
pertapaan dan kesederhanaan yang keras, berpantang hubungan kelamin,
mengendalikan pikiran dan indera-indera, memberikan sumbangan, menghaturkan
korban-korban suci yang besar dan menjadi jujur dan bersih sekali. Hanya
dengan sekali pukul—yaitu, dengan menerima Kesadaran Kṛṣṇa—seseorang segera naik sampai kedudukan
yang paling tinggi. Hanya dengan memulai Kesadaran Kṛṣṇa, seseorang dapat
mengembangkan segala kualifikasi rohani. Tukang emas menggunakan palu yang
kecil dan memukul emas itu berulang kali, tetapi tukang besi menggunakan palu
yang besar dan pekerjaannya selesai dengan sekali pukul. Inilah cara tukang
besi: kita mengambil palu yang besar, yaitu bhakti-yoga dan menyelesaikan
segala kehidupan duniawi. Kita tidak perlu menjalani banyak aturan yang kurang
dari itu, atau pun mengikuti proses lain lagi. Sebenarnya, tidak ada
kemungkinan untuk mengikuti proses-proses Veda lainnya hingga mencapai
kesempurnaan. Misalnya, menurut proses hatha-yoga: "Anda harus menjadi
brahmacari yang tegas dan duduk di hutan dengan badanmu yang tegak siku dengan
muka darat, menekan hidung dengan jari selama enam bulan." Siapa yang
dapat mengikuti perintah seperti itu? Oleh karena cara seperti itu tidak
praktis pada zaman ini, cara tukang emas harus ditinggalkan. Penyelesaian ialah
mengambil palu tukang besi, yaitu kesadaran Kṛṣṇa dan menyelesaikan segala
reaksi dosa dengan segera.
Dengan bhakti seseorang harus menjadi vasudeva-parayana, seorang penyembah
Sri Vasudeva atau Sri Kṛṣṇa. Dengan kata lain, kita harus belajar bagaimana
caranya menjadi pencinta Vasudeva. Kalau dunia mulai melakukan Kesadaran
Kṛṣṇa, maka planet ini pasti akan menjadi damai. Kini bumi cepat berubah
hingga menjadi seperti planet neraka, dan kalau Kesadaran Kṛṣṇa ini tidak
dimulai, maka keadaan seperti neraka ini akan berlangsung terus walaupun segala
kemajuan dicapai di bidang pendidikan dan perkembangan ekonomi. Karena itu,
orang yang banyak berpikir hendaknya mulai mengikuti perkumpulan ini dengan
serius sekali dan berusaha mengerti nilainya. Ini bukan sesuatu yang
dibuat-buat oleh manusia atau sekelompok murid. Ini merupakan hal yang dapat
dipercaya dan sudah ada sejak dahulu berdasarkan kesusasteraan Veda dari
beribu-ribu tahun yang lalu.
Niharam iva bhaskarah. Bhaskara menunjukkan matahari. Matahari segera
menghilangkan mendung atau kabut serta kegelapan. .Sebagaimana dinyatakan
sebelumnya, hendaknya kita berusaha agar matahari Kṛṣṇa terbit di dalam hati
kita. Dalam Caitanya-caritamrta juga dinyatakan bahwa Kṛṣṇa adalah seperti
matahari dan bahwa maya atau tenaga yang mengkhayalkan adalah kegelapan Yahan
Kṛṣṇa tahan nahi mayara adhiketra: Begitu ada matahari Kṛṣṇa, kegelapan
maya segera hilang. Tanpa mengikuti proses ini, sulit sekali mengatasi lautan
kegelapan, maya. Kalau kita hanya mengajarkan orang cara menyerahkan diri
kepada Kṛṣṇa, Tuhan Yang Mahaesa, maka segala kabut dan gerimis khayalan
akan lenyap. Cara tersebut sederhana sekali: mengucapkan mantra Hare Kṛṣṇa,
Hare Kṛṣṇa, Kṛṣṇa Kṛṣṇa, Hare Hare/ Hare Rama, Hare Rama, Rama Rama,
Hare Hare. Makin lama seseorang terus memuji nama suci Tuhan, kegelapan dari
banyak penjelmaannya makin dihilangkan. Ceto-darpana-marjanam: Dengan memuji
nama-nama suci Tuhan, seseorang dapat membersihkan debu dari cermin akal
pikirannya dan melihat hal-hal dengan jelas sekali. Demikian ia akan mengetahui
siapa dirinya, apa itu Tuhan, apa artinya dunia ini, bagaimana hubungan kita
dengan Tuhan di dunia ini, bagaimana cara hidup di dunia ini, dan bagaimana
penjelmaan kita yang akan datang. Pengetahuan seperti itu belum diajarkan di
sekolah-sekolah, di tempat orang diajarkan bagaimana caranya membuat dan
mendapatkan hasil untuk kepuasan indera-indera. Selalu terjadi perjuangan keras
terus menerus yang menyangkut usaha menusia untuk berkuasa atas alam. Akan
tetapi, bagi setiap benda yang mempermudah yang berhasil dibuat oleh manusia,
ada kesulitan yang menyertainya. Misalnya, baru-baru ini beberapa orang
insinyur merancang sebuah pesawat terbang yang dapat terbang dengan cepat
sekali tanpa bahaya. Akan tetapi, ketika pesawat itu terbang, kaca-kaca di
seluruh kota pecah. Demikian, waktu kita terbuang dalam membuat begitu banyak
alat yang mempermudah secara tidak wajar untuk sementara waktu, kemudian kita
harus membayar dengan sejumlah kesulitan yang setimpal. Ini semua merupakan
sebagian dari hukum karma atau hukum perbuatan dan reaksi. Harus ada reaksi
terhadap apa pun yang kita lakukan, dan itu menyebabkan kita menjadi terikat.
Itu dinyatakan dalam Bhagavad-gita:
yajnarthat karmano 'nyatra loko 'yam karma-bandhanah
tad-artham karma kaunteya mukta-sangah samacara
"Pekerjaan yang dilakukan sebagai korban suci untuk Visnu harus
dilakukan, kalau tidak, pekerjaan mengikat orang terhadap dunia material ini. O
Putra Kunti, karena itu, lakukanlah tugas kewajibanmu yang telah ditetapkan
untuk memuaskan Beliau, dan dengan cara demikian, engkau akan selalu tetap
tidak terikat dan bebas dari ikatan." (Bg.3.9)
Apabila seseorang bertindak untuk kepuasan indera-indera, pekerjaan
mengikat dirinya, baik pekerjaan yang baik maupun pekerjaan yang buruk, tetapi
kalau seseorang bekerja demi Kṛṣṇa (yajnarthat karmano), ia akan menjadi
bebas, walaupun ada kemungkinan pekerjaannya merupakan sesuatu yang
diinginkannya.
Sukadeva Gosvami tidak hanya menganjurkan bhakti yang murni, tetapi Beliau
juga mengatakan bahwa dengan bhakti, kegiatan berdosa yang dilakukan orang akan
dibatalkan. Kita semua kurang lebih berdosa, sebab kalau kita tidak berdosa,
kita tidak akan ditempatkan di dalam badan-badan jasmani. Begitu seseorang
menjadi bebas dari kehidupan yang berdosa, ia mencapai pembebasan dan
dipindahkan ke dunia rohani dalam badan rohani. Seluruh proses itu ialah untuk
menyucikan diri dari pengaruh kehidupan berdosa atau kehidupan material.
Sukadeva Gosvami bersabda, "O Sang Prabhu, orang yang berdosa dapat
disucikan dari pengaruh-pengaruh dengan tapa-adibhih, yang berarti
mempraktekkan pertapaan." Akan tetapi, Sukadeva juga mengatakan bahwa
tiada seorangpun yang dapat disucikan sepenuhnya dengan melaksanakan proses
pertapaan tersebut. Ada banyak contoh mengenai yogi-yogi yang telah
mempraktekkan pertapaan, tetapi akhirnya tidak menjadi suci sepenuhnya.
Misalnya, Visvamitra Muni, adalah seorang ksatriya yang ingin menjadi brahmana,
dan karena itu beliau telah mulai mempraktekkan pertapaan. Akan tetapi,
kemudian ia menjadi korban karena Menaka, seorang bidadari dari planet-planet
surga. Oleh karena Visvamitra belum suci dan murni, ia menjadi terlibat dengan
Menaka, dan kemudian ia mendapatkan anak. Karena itu, dikatakan bahwa walaupun
seseorang melakukan pertapaan dan kesederhanaan, keadaan-keadaan duniawi begitu
mengikat sehingga bagaimanapun juga akan menyangkut diri orang berulang kali
dalam sifat-sifat alam material. Ada banyak contoh mengenai sannyasi-sannyasi
yang meninggalkan keduniaan, dengan melepaskan ikatan terhadap dunia ini
sebagai sesuatu yang palsu, dan berkata, "Lebih baik saya mengalihkan
perhatian saya menuju Brahman," tetapi sekali lagi mereka menjadi terikat
dalam pekerjaan dunia waktu mereka mendirikan rumah sakit dan melakukan
pekerjaan kedermawanan dan perikemanusiaan. Kalau dunia adalah palsu, mengapa
mereka terikat terhadap kegiatan demi kesejahteraan? Filsafat Kesadaran
Kṛṣṇa mengajarkan bahwa dunia ini bukan palsu, tetapi dunia ini bersifat
sementara. Tuhan menciptakan dunia ini, dan Tuhan adalah benar, karena itu
bagaimana mungkin ciptaan Tuhan dapat dikatakan palsu? Oleh karena dunia ini
adalah ciptaan Tuhan, dan Tuhan adalah Kebenaran Mutlak, maka ciptaan ini juga
benar. Kita hanya melihat ciptaan ini lain daripada itu karena khayalan. Dunia
ini merupakan kenyataan, tetapi kenyataan yang sementara. Mungkin seseorang
menuntut sesuatu di dunia ini sebagai milik dirinya, tetapi tuntutan itu adalah
tuntutan yang palsu. Memang kenyataan bahwa benda itu adalah milik seseorang,
tetapi benda itu adalah milik Tuhan (isavasyam idam sarvam). Akan tetapi, ini
tidak berarti bahwa benda-benda itu adalah palsu. Yang palsu adalah tuntutan
hak milik atas benda itu, berdasarkan kesadaran
yang palsu dan sombong seolah-olah diri pribadi seseorang menjadi pemilik,
penguasa, atau Tuhan. Semua orang ingin menjadi penguasa atau pemilik sesuatu,
kemudian menteri, lalu presiden, dan kemudian dia ingin menjadi Tuhan. Apabila
segala hal yang lain sudah gagal, makhluk hidup ingin menjadi Tuhan. Ada
kecenderungan ingin menjadi yang paling besar di antara semuanya, tetapi
kenyataan tetap ada bahwa Tuhan adalah Yang Maha-besar dan makhluk hidup kecil
dibandingkan dengan Tuhan. Yang paling kecil bukan palsu, dan yang paling besar
bukan palsu, tetapi apabila yang kecil berpikir bahwa dirinya besar, itulah
yang palsu.
Kita mengerti dari kesusasteraan Veda bahwa Brahman, atau kerohanian,
adalah anor amyamsam, yang berarti lebih kecil dari atom, dan mahato
mahiyamsam, lebih besar daripada yang paling besar. Sebatas jangkauan kita,
ruang yang berisi alam semesta adalah yang paling besar, tetapi Kṛṣṇa telah
memperlihatkan berjuta-juta alam semesta dalam mulut-Nya. Kebesaran Tuhan tidak
dapat dipahami oleh para makhluk hidup, yang merupakan bagian dari Tuhan yang
mempunyai sifat seperti' Tuhan. Sebagai makhluk hidup, kita sangat kecil
sekali, begitu kecil sampai tidak terhingga, dan kebesaran Tuhan juga tak
terhingga. Memang, ukuran sang roh yang individual begitu kecil sehingga tidak
dapat dilihat. Seseorang juga tidak dapat membayangkan sang roh dengan
indera-indera materialnya. Karena itu, dikatakan bahwa sang roh lebih kecil
daripada atom (anor amyamsam).
Oleh karena para makhluk hidup dan Kr.sna, Tuhan Yang Mahaesa, kedua-duanya
bersifat rohani, semuanya mempunyai sifat yang sama. Akan tetapi, dalam hal
jumlah, Tuhan adalah besar dan para makhluk kecil. Kenyataan ini dapat segera
diakui berdasarkan keterangan Veda. Dalam Brahma-samhita dinyatakan,
yasyaika-nisvasita-kalam athavalambya jivanti loma-vilaja jagad-anda-nathah:
berjuta-juta alam semesta keluar dari tubuh Tuhan waktu Beliau menghembuskan
nafas, kemudian sekali lagi hilang pada saat Beliau tarik nafas. Hanya dengan
tarik nafas saja berjuta-juta alam semesta diciptakan dan dilebur. Kalau
begitu, bagaimana mungkin para makhluk hidup dapat menuntut hak milik atas
sesuatu? Kedudukan seseorang hanya selama sejauh mana ia tidak menyatakan dengan
cara yang palsu bahwa dirinya adalah Tuhan atau pemilik. Sudah menjadi mode
bahwa orang mengatakan dirinya sebagai Tuhan, dan orang kurang cerdas menerima
tuntutan seperti itu, tetapi dari kesusasteraan Veda kita dapat mengerti bahwa
Tuhan tidak seremeh itu.
Selama kita tidak membuat tuntutan sombong yang egois, kita sudah mencapai
pembebasan. Sebenarnya pembebasan tidak perlu dicari-cari. Tetapi selama
seseorang berpikir, "Diri saya adalah badan ini," ia belum mencapai
pembebasan. Pembebasan berarti mengetahui secara sempurna bahwa diri kita lain
daripada badan. Karena itu, Sukadeva Gosvami berkata, prayaseittam vimarsanam:
"Kembangkanlah pengetahuanmu; itu akan memberikan kelegaan kepadamu."
Pengetahuan kita sempurna apabila kita mencapai pengertian bahwa diri kita
adalah butir-butir bunga-bunga api yang sangat kecil sekali, dan bahwa Tuhan,
Yang Mahakuasa, identitas rohani yang paling mulia, menyediakan segala
kebutuhan kita (eko bahunam yo vidadhati kaman). Dengan mengetahui bahwa diri
kita adalah butir yang sangat kecil sekali, bagian dari Tuhan yang mempunyai
sifat yang sama seperti Tuhan, kita dapat mengerti bahwa kewajiban kita adalah
untuk mengabdikan diri kepada Tuhan. Tuhan adalah titik pusat segala ciptaan,
titik pusat seluruh tubuh alam semesta; Beliaulah yang menikmati, dan kita
menjadi hamba-hambanya. Begitu paham ini menjadi jelas, kita mencapai
pembebasan.
Pembebasan menyangkut kebebasan dari segala paham yang palsu. Tidak benar
bahwa pada saat seseorang men-capai pembebasan ia akan bertangan sepuluh. Dalam
Srimad-Bhagavatam pembebasan didefinisikan sebagai muktir hitvanyatha-rupam.
Mukti berarti "meninggalkan," dan anyatha-rupam berarti paham hidup
yang palsu. Ini berarti bahwa apabila seseorang mantap dalam kedudukan dasarnya
yang asli, setelah meninggalkan se-gala faham yang palsu, ia mencapai
pembebasan. Juga dinyatakan dalam Srimad-Bhagavatam bahwa dengan mendapatkan
pengetahuan, seseorang segera mencapai pembebasan. Pengetahuan itu mudah sekali
diperoleh, sebab pengetahuan itu adalah sederhana: Tuhan adalah Yang Mahabesar
dan saya sangat kecil, Beliau adalah pemilik utama yang menyediakan segala
kebutuhan, dan diri saya adalah hamba Beliau. Siapa yang dapat menentang
kenyataan tersebut? Itu merupakan kenyataan. Kita hanya di bawah kesan yang
palsu seolah-olah kita menjadi ini atau menjadi itu, dan ini membawa diri kita
sampai kesan palsu yang paling besar seolah-olah diri kita adalah Tuhan. Namun
kita tidak mempertimbangkan bagaimana sifat-sifat Tuhan kalau memang kita
menjadi Tuhan. Penyakit jasmani yang kecil saja memaksakan kita berobat ke
dokter. Karena itu, harus dimengerti bahwa orang yang mengatakan bahwa dirinya
adalah Yang Mahakuasa sudah jatuh ke dalam perangkap may a yang terakhir. Orang
yang telah jatuh seperti itu tidak dapat mencapai pembebasan, sebab ia diikat
oleh kesan-kesan yang palsu. Seseorang hanya dapat mencapai pembebasan kalau
dia sudah mencapai pengetahuan yang sebenarnya. Tingkat pembebasan juga disebut
tingkat brahma-bhutah. Ciri-ciri orang yang sudah mencapai tingkatan ini
diuraikan oleh Sri Kṛṣṇa dalam Bhagavad-gita sebagai berikut:
brahma-bhutah prasannatma na socati na kanksati
samah sarvesu bhutesu mad-bhaktim labhate param
"Orang yang mantap dalam kerohanian seperti itu segera menginsafi
Brahman Yang Paling Utama. la tidak pernah menyesal, atau ingin mendapatkan
sesuatu; ia bersikap yang sama terhadap setiap makhluk hidup. Dalam keadaan
itulah ia mencapai bhakti yang murni kepada-Ku. (Bg. 18.54)
Kebahagian yang menyusul setelah keinsafan berasal dari pengertian berikut:
"Begitu lama sekali saya dikhayalkan oleh faham-faham yang palsu. Saya
begitu. kurang cerdas! Saya telah berpikir bahwa diri saya adalah hamba Tuhan
yang kekal." Setelah mencapai keinsafan seperti itu seseorang mencapai
pembebasan dan menjadi prasannatma, atau riang, sebab inilah kedudukan dasar
sang makhluk hidup.
Tiada penyesalan apabila seseorang berada dalam kesadaran yang murni, sebab
ia mengetahui bahwa dirinya menjadi bagian yang kecil, bunga api rohani yang
dilin-dungi oleh Tuhan Yang Mahaesa. Karena, itu, dimanakah tempat untuk
penyesalan? Anak kecil merasa bebas selama ia mengetahui bahwa ayahnya berada
di sana. Dia berpikir, "Bapak berdiri di sisi saya, karena itu saya
bebas, tiada orang yang dapat menyakiti saya." Begitu juga, apabila
seseorang menyerahkan diri kepada Kṛṣṇa, ia mempunyai kepercayaan sepenuhnya
bahwa dia tidak berada dalam keadaan bahaya karena Kṛṣṇa melindungi dirinya.
Orang yang telah menyerahkan dirinya kepada Kṛṣṇa seperti itu tidak
mengalami penyesalan maupun keinginan, sebab orang yang belum sadar akan Tuhan
hanya menginginkan dan menyesal. Dia ingin mendapatkan sesuatu yang belum
dimilikinya, dan dia menyesal karena sesuatu yang dahulu dimilikinya tetapi
sekarang sudah hilang. Orang yang sadar akan Kṛṣṇa tidak mengalami
kesengsaraan seperti itu. Kalau sesuatu hilang, ia mengetahui bahwa itu
kehendak Tuhan, dan ia berpikir, "Tuhan menginginkan demikian, karena itu,
tidak apa-apa." Dia tidak berhasrat mendapatkan sesuatu, sebab ia
mengetahui bahwa segala kebutuhannya disediakan oleh Kṛṣṇa, Ayah Yang Paling
Utama.
Begitu seseorang mengerti hubungannya dengan Tuhan, ia menginsafi
persaudaraan di alam semesta, sebab ia mengerti bahwa semua manusia dan
binatang—memang, segenap makhluk hidup—adalah bagian-bagian dari keseluruhan
yang paling utama, dan karena itu semuanya sejajar. Dengan melihat hal ini,
seseorang tidak menjadi iri hati, memerah ataupun mempersulit makhluk hidup
yang lain. Demikian orang yang menjadi penyembah Kṛṣṇa dengan otomatis mengembangkan
segala sifat yang baik, sebab ia berada dalam kesadaran yang sebenarnya. Harav
abhaktasya kuto mahad-guna mano-rathenasati dhavato bahih. Orang yang telah
mengembangkan Kesadaran Kṛṣṇa akan mewujudkan segala sifat-sifat yang baik
dari para dewa. Memang, dinyatakan, vanca-kalpa-tarubyas-ca krpa-sindhubhya eva
ca: Seorang Vaisnava atau penyembah Kṛṣṇa adalah lautan karunia bagi orang
lain. Dia memberikan hadiah yang paling mulia kepada masyarakat, sebab
masyarakat sangat membutuhkan kesadaran terhadap Tuhan Yang Mahaesa. Seorang
Vaisnava me-nganugerahkan hadiah yang harganya tak terhingga, yaitu mahamantra,
Hare Kṛṣṇa, Hare Kṛṣṇa, Kṛṣṇa Kṛṣṇa, Hare Hare/ Hare Rama, Hare
Rama, Rama Rama, Hare Hare. Hanya dengan mengucapkan mantra ini seseorang dapat
menetap dalam keadaan pembebasan.
Akan tetapi, hendaknya orang jangan berpikir bahwa keadaan tersebut
hanyalah merupakan keadaan samadhi yang berarti seseorang duduk dengan sikap
bersila di pojok selama berhari-hari. Tidak, pembebasan berarti pengabdian.
Orang tidak hanya dapat berkata, "Sekarang saya sudah mempersembahkan
kehidupan saya kepada Kṛṣṇa. Biarlah saya tetap duduk dalam samadhi."
Standar penyerahan diri harus dipelihara oleh nisevaya, atau pengabdian diri.
Selama seseorang mengabdikan diri kepada Tuhan Yang Mahaesa, Tuhan
memperlihatkan DiriNya di dalam hati. Acara bhakti kepada Tuhan dilaksanakan
dari pagi sampai malam. Memang, Kṛṣṇa bersabda dalam Bhagavad-gita bahwa
orang harus menjadi sibuk dalam bhakti kepada Beliau selama dua puluh empat
jam setiap hari. Tidak dimaksudkan agar kita bersemadi selama lima belas menit
kemudian melakukan segala jenis kegiatan yang tidak-tidak. Makin banyak
pengabdian kita kepada Kṛṣṇa, makin banyak kita menyerahkan diri kepada
Kṛṣṇa; karena itu, hendaknya orang menggunakan kecakapan apa pun yang
dimilikinya untuk Kṛṣṇa. Ada sembilan cara bhakti— mendengar, memuji, ingat,
melayani, bersembahyang di tempat sembahyang, berdoa, melaksanakan
perintah-perintah, melayani Tuhan sebagai kawan, dan menyerahkan segala sesuatu
untuk Beliau—dan hendaknya orang selalu tetap sibuk dalam sekurang-kurangnya
satu di antara sembilan proses tersebut. Orang yang selalu sibuk dalam pengabdian
kepada Kṛṣṇa tidak pernah menjadi kesal (bhajatam priti-purvakam).
Pengabdian harus dilakukan dengan cin-ta kasih, tetapi pada permulaan mungkin
hal ini sulit, hingga barangkali seseorang merasa kesal. Akan tetapi, begitu
seseorang mencapai kemajuan dalam pengabdian kepada Kṛṣṇa, ia akan menemukan
bahwa pengabdian kepada Kṛṣṇa menyenangkan hati. Ini disebut oleh Kṛṣṇa
dalam Bhagavad-gita:"
yat tad agre visam iva pariname 'mrtopamam
tat sukham sattvikam proktam atma-buddhi-prasada-jam
"Sesuatu yang pada awal seperti racun, tetapi akhirnya seperti sari
bunga, dan menyadarkan orang terhadap keinsafan diri disebut kebahagiaan dalam
sifat kebaikan. (Bg.18.37)
Begitu seseorang telah mencapai tingkatan rohani, pengabdian materiallah
yang sebenarnya menjijikkan. Misalnya, kalau seseorang mengucapkan mantra Hare Kṛṣṇa
seumur hidup, ia tidak akan menjadi bosan terhadap nama-nama itu, tetapi kalau
seseorang mengucapkan nama material berulang kali, dia akan cepat merasa
kesal. Makin banyak seseorang memuji nama-nama Kṛṣṇa, makin dia menjadi
terikat. Demikian pengabdian dengan sravanam dan kirtanam, mendengar dan memuji
tentang Kṛṣṇa, merupakan awal. Proses berikutnya ialah smaranam—selalu ingat
kepada Kṛṣṇa. Apabila seseorang sudah sempurna dalam memuji dan mendengar,
ia akan selalu ingat kepada Kṛṣṇa. Pada tingkat ketiga ini ia menjadi yogi
yang paling mulia.
Kemajuan dalam Kesadaran Kṛṣṇa juga tidak pernah hilang. Di dunia
material, kalau seseorang mulai men-dirikan pabrik tetapi tidak
menyelesaikannya, maka pabrik itu tidak berguna untuk apa-apa. Kalau konstruksi
pabrik itu .dihentikan dan gedung itu setengah selesai, maka modal apa pun yang
telah ditanam hilang. Bukan demikian halnya dengan Kesadaran Kṛṣṇa, sebab
walau-pun seseorang tidak mencapai tingkat kesempurnaan, pekerjaan apa pun yang
telah dilakukannya merupakan keuntungan yang kekal baginya, dan ia dapat mulai
dari tingkat itu dalam penjelmaannya yang akan datang. Kṛṣṇa juga
membenarkan dalam Bhagavad-gita bahwa orang yang mulai dalam Kesadaran Kṛṣṇa
tidak akan kehilangan apa-apa:
nehabhikrama-naso 'sti pratyavayo na vidyate
svalpam apy asya dharmasya trayate mahato bhayat
"Dalam usaha ini tidak ada kerugian maupun pengurangan, dan kemajuan
sedikitpun dalam menempuh jalan ini dapat melindungi orang terhadap jenis rasa
takut yang paling berbahaya sekali." (Bg.2.40)
Dalam bab keenam dari Bhagavad-gita, waktu Arjuna bertanya mengenai nasib
seorang yogi yang tidak mencapai sukses, Sri Kṛṣṇa menjawab:
partha naiveha namutra vinasas tasya vidyate
na hi kalyana-krt kascid durgatim tata gacchati
"Putra Prtha, seorang rohani wan yang tekun dalam kegiatan yang suci
tidak mengalami kemusnahan, baik di dunia ini maupun di dunia rohani; orang
yang berbuat baik tidak pernah dikalahkan oleh kejahatan, wahai kawanKu."
(Bg.6.40)
Kemudian Kṛṣṇa menunjukkan bahwa sang yogi yang tidak mencapai sukses
akan mulai mempraktekkan Kesadaran Kṛṣṇa dalam penjelmaannya yang akan
datang, mulai dari tingkat yang telah dicapainya pada waktu dia berhenti.
Dengan kata lain, kalau seseorang telah menyelesaikan lima puluh persen dari
proses itu dalam satu penjelmaan, dalam penjelmaannya yang akan datang ia mulai
dari lima puluh satu persen. Akan tetapi, keuntungan material apa pun yang
kita kumpulkan selama kehidupan, semua musnah pada saat meninggal, sebab kita
tidak dapat membawa kekayaan material bersama diri kita.
Akan tetapi, hendaknya orang jangan berpikir bahwa lebih baik ia menunggu
sampai penjelmaannya yang akan datang untuk mencapai Kesadaran Kṛṣṇa.
Hendaknya kita berusaha memenuhi misi Kesadaran Kṛṣṇa dalam ke-hidupan ini.
Kṛṣṇa berjanji kepada kita bahwa orang yang menjadi penyembahNya pasti akan
datang kepada Beliau:
man mana bhava mad-bhakto mad-yajimam namaskuru
mam evaisyasi satyam te pratijane priyo 'si me
"Berpikirlah tentangKu senantiasa. Menjadi penyembahKu. Bersembahyang
kepadaKu dan bersujud kepadaKu. Akibatnya ialah bahwa engkau pasti akan datang
kepadaKu. Aku berjanji demikian kepada engkau karena engkau adalah kawanKu yang
sangat Kucintai." (Bg. 18.65)
Apabila kita berpikir tentang datang kepada Kṛṣṇa, hendaknya kita jangan
menganggap bahwa kita akan berdiri di hadapan kekosongan atau cahaya cerah yang
tidak berbentuk pribadi. Kṛṣṇa, Tuhan Yang Mahaesa, adalah kepribadian,
seperti kita juga menjadi kepribadian. Secara material kita dapat mengerti
bahwa ayah kita berkepribadian, dan bahwa ayahnya juga kepribadian, dan bahwa
ayah dari ayah juga kepribadian dan seterusnya sampai dengan ayah yang paling
utama, yang juga harus berbentuk kepribadian. Hal ini tidak sulit sekali difahami,
dan patut diperhatikan bahwa Tuhan disebut ayah yang paling utama bukan hanya
dalam Veda tapi juga dalam Kitab-kitab Suci yang lain. Dalam Vedanta-sutra juga
dibenarkan bahwa Kebenaran Yang Mutlak adalah ayah yang pertama dan segala
sesuatu telah lahir atau berasal dari Beliau. Hal ini juga dibenarkan dalam
Veda:
nityo nityanam cetanas cetananam eko bahunam yo vidadhati kaman
"Tuhan adalah kepribadian kekal yang paling utama di antara segala
kepribadian yang kekal, dan insan yang paling utama di antara segala
insan. Beliau memelihara semua yang lain." (Katha Upanisad.2.2.13)
Keinginan dan gejala-gejala diperlihatkan oleh semua makhluk hidup hanya
merupakan bayangan dari keinginan dan gejala-gejala hidup dari ayah yang paling
utama. Dengan kata lain, keinginan kita timbul karena Beliau mempunyai keinginan.
Oleh karena kita bagian dari Tuhan yang mempunyai sifat yang sama seperti
Tuhan, kita mempunyai segala perasaan Tuhan dalam jumlah yang kecil sekali.
Kegiatan asmara dan hubungan suami-istri yang kita lihat di dunia ini hanya
merupakan bayangan yang terputar balik dari cinta kasih yang ditemukan di dunia
rohani. Dunia ini bersifat material karena orang lupa pada Tuhan di sini,
tetapi begitu Tuhan diingat, dunia ini segera menjadi rohani. Dengan kata
lain, dunia rohani adalah tempat di mana Kṛṣṇa tidak dilupakan. Definisi
tersebut mengenai dunia rohani juga diberikan oleh kesusasteraan Veda.
Karena itu kita harus merencanakan
kehidupan kita dengan cara supaya tidak mungkin kita lupa pada Kṛṣṇa
bahkan selama sesaatpun. Karena
itu, dengan cara demikian, yaitu dengan menjadi tekun
dalam pengabdian kepada Kṛṣṇa, kita akan selalu tinggal di Vaikuntha atau
Vrndavana, tempat tinggal Kṛṣṇa.
Saat ini, oleh karena kesadaran kita yang kotor, kita sedang merubah dunia
ini menjadi tempat duniawi yang sifatnya seperti neraka. Oleh karena kita
kurang cerdas mengenai kedudukan dasar kita, kita telah menciptakan
masalah-masalah yang jumlahnya tidak dapat dihitung, seperti halnya dalam impian
kita menciptakan begitu banyak masalah. Tetapi sebenarnya tidak ada masalah.
Barang-kali saya mimpi bahwa saya berada di tengah-tengah badai yang hebat,
atau bahwa saya sedang dikejar, atau bahwa seseorang sedang mencuri uang saya,
atau bahwa saya sedang dimakan harimau, tetapi sebenarnya semua hal itu
diciptakan oleh pikiran, Asahgo hy ayam purusa itisruteh.
Dalam Veda dinyatakan bahwa purusa (sang atma atau sang roh) tidak
mempunyai hubungan dengan segala kegiatan meterialnya yang sifatnya seperti impian.
Karena itu kita harus menjadi tekun dalam proses Kesadaran Kṛṣṇa ini agar
kita dapat menjadi sadar dari keadaan impian ini.
Para bhakta atau para penyembah Kṛṣṇa berada di atas segala orang yang
bekerja demi hasil atau pahala, orang yang berangan-angan pikiran, dan
yogi-yogi yang mempraktekkan kebatinan. Seorang bhakta dapat menjadi damai
secara sempurna, sedangkan yang lain-lain tidak dapat menjadi damai, sebab
semua orang selain seorang bhakta, atau orang yang mempunyai cinta kasih yang murni,
mempunyai keinginan. Seorang suddha bhakta bebas dari keinginan karena dia
hanya bahagia dengan mengabdikan diri kepada Kṛṣṇa. Dia tidak mengetahui
ataupun mempedulikan apakah Kṛṣṇa adalah Tuhan atau tidak; dia hanya ingin
mencintai Kṛṣṇa. Dia juga tidak prihatin dengan kenyataan bahwa Kṛṣṇa
adalah Yang Mahakuasa atau bahwa Kṛṣṇa berada di mana-mana. Di Vrndavana,
para anak gembala sapi dan para gopi tidak mengetahui apakah Kṛṣṇa adalah
Tuhan atau tidak, tetapi mereka hanya mencintai Kṛṣṇa. Walaupun mereka bukan
ahli Vedanta, yogi maupun karmi, mereka bahagia karena mereka pemuda-pemudi
desa sederhana yang ingin melihat Kṛṣṇa. Inilah kedudukan yang sangat luhur
sekali yang disebut sarvopadhi-vinirmuktam tat-paratvena nirmalam, atau tingkat
kesucian dimana seseorang dibebaskan dari segala julukan material.
Walaupun para yogi dan para jnani berusaha untuk mengerti tentang Tuhan,
mereka belum sadar akan keadaan khayalan mereka. Maya-sukhaya bharam udvahato
vimudhan: mereka kurang cerdas karena mereka bekerja dengan keras demi
kebahagiaan yang bersifat khayalan. Tidak mungkin mereka mencapai kedamaian.
Para jnani atau orang yang berangan-angan pikiran, yang menginginkan kelegaan
dari pekerjaan yang keras di dunia material ini, menolak dunia material (brahma
satyam jagan-mitya). Kedudukan mereka lebih tinggi sedikit daripada para karmi
karena para karmi telah menganggap dunia material sebagai segala-galanya.
Mereka berkata "Disini kita akan menjadi bahagia," dan dharma, atau agama
mereka, terdiri dari usaha menciptakan suasana damai di dunia material. Orang
kurang cerdas tidak tahu bahwa ini sudah diusahakan selama berjuta-juta tahun
tetapi belum pernah berhasil dan tidak akan pernah terjadi. Bagaimana mungkin
ada kedamaian di dunia material kalau Kṛṣṇa, Sang Pencipta Sendiri,
mengatakan bahwa tempat ini dimaksudkan untuk kesulitan dan kesengsaraan?
abrahma-bhuvanal lokah punar avartino 'rjuna
mam upetya tu kaunteya punar janma na vidyate
"Dari planet yang tertinggi di dunia material sampai dengan planet
yang paling rendah, semuanya adalah tempat-tempat kesengsaraan dan di
tempat-tempat itu kelahiran dan kematian terjadi berulang kali." (Bg.
8.16) Duhkhalayam asasvatam: dunia ini tidak hanya penuh kesengsaraan, tetapi
juga bersifat sementara. Orang tidak hanya dapat setuju untuk terus menderita
tiga jenis kesengsaraan dan menetap di sini. Itupun tidak akan diperbolehkan.
Di dunia ini, dia tidak hanya akan dihukum selama ia tinggal di sini, tetapi
akhirnya ia juga akan diusir. Seseorang dapat mengumpulkan saldo yang_ besar di
bank atau rumah yang mewah, istri, anak-anak, dan begitu banyak perlengkapan,
dan barangkali ia berpikir, "Saya hidup dengan cara yang damai
sekali," tetapi pada setiap saat dia dapat diberitahukan, "Harap
keluar."
"Mengapa?" pertanyaannya. "Ini rumah saya, dan semuanya
sudah dibayar. Saya mempunyai uang, pe-kerjaan dan tanggung jawab. Mengapa saya
harus keluar?"
"Keluar saja. Jangan bicara. Keluar."
Pada hari itulah seseorang melihat Tuhan. Barangkali ia berpikir, "Wah,
dulu saya tidak percaya kepada Tuhan. Tetapi sekarang disinilah Tuhan sedang
menghabiskan segala sesuatu." Demikian dikatakan bahwa orang jahat
mengakui Kṛṣṇa sebagai maut, sebab pada saat itulah Beliau mengambil segala
sesuatu dari mereka.
Mengapa kita ingin melihat Tuhan sebagai maut? Waktu seorang raksasa
bernama Hiranyakasipu melihat Kṛṣṇa, dia melihat Kṛṣṇa sebagai
kepribadian maut, tetapi seorang penyembah bernama Prahlada melihat Kṛṣṇa
dalam bentuk pribadiNya sebagai Tuhan yang tercinta. Orang yang menentang Tuhan
akan melihat Tuhan dalam aspekNya yang mengerikan, tetapi orang yang setia
kepada Tuhan akan melihat Beliau dalam bentuk pribadiNya. Bagaimanapun juga
akhirnya semua orang akan melihat Tuhan.
Orang jujur selalu dapat melihat Kṛṣṇa di mana-mana. Kṛṣṇa bersabda,
"Cobalah mengerti tentang DiriKu. Cobalah melihat DiriKu di
mana-mana." Untuk mempermudah cara tersebut, Kṛṣṇa bersabda, raso 'ham
apsu kaunteya: Aku adalah rasa air." Apabila kita haus dan membutuhkan
segelas air kita dapat minum air itu dan merasa bahagia, dengan mengerti bahwa
kekuatan air untuk menghilangkan kedahagaan kita adalah Kṛṣṇa. Seperti itu
pula, begitu matahari terbit atau sinar bulan terpancar, kita dapat melihat
Kṛṣṇa, sebab Kṛṣṇa bersabda, prabhasmi sasi-suryayoh: "Aku adalah
matahari dan bulan." Pada tingkat lebih lanjut kita dapat melihat Kṛṣṇa
sebagai daya hidup di dalam segala sesuatu, sebagaimana ditunjukkan oleh
Kṛṣṇa dalam Bhagavad-gita:
punyo gandhah prthivyamca tejas casmi vibhavasau
jivanam sarva-bhutesu tapas casmi tapasvisu
"Aku adalah keharuman yang asli dari tanah, aku adalah cahaya dalam
api. Aku adalah nyawa dari segala sesuatu yang hidup, dan Akulah pertapaan
semua orang yang bertapa." (Bg.7.9)
Begitu kita mengerti bahwa segala sesuatu tergantung kepada Kṛṣṇa untuk
kehidupannya, tidak mungkin kita akan kehilangan Beliau. Dalam Bhagavad-gita
Kṛṣṇa menunjukkan bahwa segala sesuatu berada di dalam diriNya baik pada
awal maupun pada akhir dan juga pada tahap pertengahan:
etad yonini bhutani sarvanity upadharaya
aham krtsnasya jagatah prabhavah pralayas tatha
mattah parataram nanyat kincid asti dhananjaya
mayi sarvam idam protam sutre mani-gana iva
"Tahulah dengan pasti bahwa Akulah sumber dan peleburan bagi segala
sesuatu yang material dan segala sesuatu yang bersifat rohani di dunia ini. O
Arjuna yang dapat merebut kekayaan, tiada kebenaran yang lebih tinggi daripada
DiriKu. Segala sesuatu bersandar pada DiriKu, bagaikan mutiara yang dijahit
pada benang." (Bg.7.6.7)
Kṛṣṇa mudah dilihat, tetapi Beliau hanya dapat dilihat oleh orang yang
berbakti kepada Beliau. Bagi orang yang iri hati, kurang cerdas atau kurang
cerdas, Kṛṣṇa menutupi DiriNya dengan selubung maya-Nya:
naham prakasah sarvasya yoga-maya-samavrtah mudho
'yam nabhijanati loko mam ajam avyayam
"Aku tidak pernah berwujud bagi orang kurang cerdas dan orang yang
kurang cerdas. Bagi mereka Aku ditutupi oleh tenagaKu yang kekal yang
menciptakan (maya); demikian dunia yang dikhayalkan tidak mengenal DiriKu, yang
tidak pernah lahir dan tidak pernah gagal."(Bg.7.25)
Yoga-maya, atau tenaga kekal yang menciptakan, yang menutupi Kṛṣṇa bagi
orang yang kurang cerdas, dilarutkan oleh cinta kasih. Inilah keputusan
Brahma-samhita:
premanjana-cchurita-bhakti-vilocanena santah sadaiva hrdayesu vilokayanti
"Orang yang telah mengembangkan cinta kasih kepada Kṛṣṇa dapat
melihat Kṛṣṇa di dalam hatinya selama dua puluh empat jam sehari."
Orang yang melihat Kṛṣṇa seperti itu tidak kecemasan karena mereka tahu
kemanakah diri mereka pada waktu meninggal. Orang yang telah menerima hadiah
Kesadaran Kṛṣṇa mengetahui bahwa dia tidak akan kembali ke dunia material
ini untuk menerima badan lain, tetapi bahwa dia akan pergi kepada Kṛṣṇa.
Tidak mungkin pergi kepada Kṛṣṇa kecuali seseorang mencapai badan seperti
badan Kṛṣṇa, yaitu badan sac-cid-ananda-vigraha, suatu badan yang penuh
kekekalan, pengetahuan dan kebahagiaan. Orang tidak dapat masuk ke dalam api
tanpa mengalami kemusnahan kecuali ia sendiri menjadi api, begitu pula orang
tidak dapat masuk wilayah rohani dalam badan yang tidak rohani. Dalam badan
rohani seseorang dapat menari bersama Kṛṣṇa dalam tarian rasa seperti para
gopi dan para anak gembala sapi. Ini bukan tarian biasa, tetapi, merupakan
tarian kekekalan, dalam pergaulan dengan Kepribadian Tuhan Yang Mahaesa. Hanya
orang yang telah disucikan dalam cinta kasihnya kepada Kṛṣṇa dapat ikut
dalam tarian rasa itu. Karena itu, hendaknya orang jangan menganggap bahwa Kesadaran
Kṛṣṇa ini sebagai sesuatu yang murah, melainkan Kesadaran Kṛṣṇa adalah
hadiah yang tiada taranya yang telah dianugerahkan oleh Tuhan Sendiri Kepada
manusia yang menderita. Hanya dengan menjadi tekun dalam proses ini, segala
kecemasan dan rasa takut dalam kehidupan, yang sebenarnya menyangkut takut pada
maut, dihilangkan.
Blog ini di tulis Oleh saya I WAYAN AGUS NOVA SAPUTRA, asal dari Toili kab banggai Sulteng.. Saya mahasiswa fakultas hukum Universitas Taulako...
Jika kenal saya Harap Koment