Jalan Keluar dari Lumpur Material
Jalan menuju pembebasan, penjelasan srila prabhupada


Mata pelajaran kita mulia sekali: yaitu pemujian nama suci Tuhan Yang Mahaesa. Hal ini dibicarakan oleh Maharaja Pariksit dan Sukadeva Gosvami, yang memperhatikan bahwa seorang brahmana, yang sudah mundur sekali dan ketagihan segala jenis kegiatan yang berdosa, diselamatkan hanya dengan memuji nama-nama suci Kṛṣṇa. Ceritera ini tercantum dalam Skanda Keenam dari SrTmad-Bhagavatam, sastra epos hasil karya Vyasadeva yang menguraikan kegiatan Sri Kṛṣṇa dan melukiskan filsafat Kesadaran Kṛṣṇa.Dalam Skanda Kelima dari Srlmad-Bhagavatam, susunan planet-planet di alam semesta diuraikan secara lengkap sekali. Dalam alam semesta ada susunan planet yang rendah, pertengahan dan tinggi. Sebenarnya, bukan hanya BhagaVatam, tetapi semua Kitab Suci berisi uraian tentang susunan-susunan planet neraka atau planet-planet rendah dan susunan-susunan planet surga atau planet-planet yang tinggi. Srimad-Bhagavatam memberikan bukti tentang letaknya planet-planet tersebut dan menunjukkan jaraknya dari planet ini, seperti halnya para ahli astronomi telah memperkirakan jarak antara bulan dan planet-planet lainnya dari bumi. Begitu pula, Bhagavatam berisi uraian tentang bermacam-macam planet.Di planet ini pun kita mengalami bermacam-macam keadaan iklim. Di negara-negara di mana iklim sedang, seperti misalnya Amerika Serikat, iklim lain daripada iklim di negara tropis seperti India. Seperti halnya ada perbedaan lingkungan di planet ini, ada pula planet-planet yang lain dengan udara dan lingkungan yang jauh berbeda daripada udara dan lingkungan di planet ini. Setelah mendengar uraian tentang planet-planet seperti itu dari Sukadeva Gosvami, Pariksit Maharaja berkata:adhuneha maha-bhaga yathaiva narakan narahnanograyatarian neyat tan me vyakhyatum arhasi"Tuan, saya telah mendengar dari anda mengenai planet-planet neraka. Orang yang berdosa sekali dikirim ke planet-planet itu." (Bhag.6.1.6)Pariksit Maharaja adalah seorang Vaisnava (penyembah), dan seorang Vaisnava selalu merasa prihatin terhadap penderitaan orang lain. Misalnya, waktu Jesus Kristus muncul, beliau sangat sedih sekali melihat keadaan rakyat yang sengsara. Semua Vaisnava atau penyembah Tuhan dari negara atau aliran mana pun—semua orang yang sadar akan Tuhan Yang Mahaesa atau sadar akan Kṛṣṇa—merasa prihatin seperti itu. Karena itu, menghina seorang Vaisnava atau orang yang mengajarkan kebesaran Tuhan, merupakan kesalahan yang besar.Kṛṣṇa tidak pernah tahan kesalahan yang dilakukan terhadap kaki padma seorang Vaisnava yang murni. Akan tetapi,   seorang  Vaisnava  selalu  bersedia  mengampuni kesalahan seperti itu.  Krpambudhi: Seorang Vaisnava adalah lautan karunia.   Vanca-kalpa-taru: Semua orang mempunyai   keinginan,   tapi   seorang   Vaisnava   dapat memenuhi  segala  keinginan.,  Kalpataru menunjukkan sebatang pohon di dunia rohani yang disebut pohon yang dapat memenuhi segala keinginan. Di dunia ini sejenis buah hanya dapat diperoleh dari jenis pohon tertentu, tetapi di Kṛṣṇaloka serta planet-planet lainnya di angkasa  rohani,  semua pohon bersifat rohani dan  akan memberikan  apapun  yang  diinginkan  orang.   Hal itu diuraikan dalam Brahma-samhita  (cintamani prakara-sadmasu  kalpa-vrksa).   Seorang Vaisnava yang murni diumpamakan sebagai pohon seperti itu yang dapat memenuhi segala keinginan, sebab Vaisnava itu dapat memberikan hadiah yang tiada taranya kepada seorang murid yang tulus ikhlas—yaitu Kesadaran Kṛṣṇa.Seorang Vaisnava disebut maha-bhaga, yang berarti "beruntung." Dapat dimengerti bahwa orang yang men-jadi Vaisnava dan sadar akan Tuhan Yang Mahaesa sangat beruntung sekali. Sri Caitanya Mahaprabhu, tokoh yang paling utama yang mengajarkan Kesadaran Krsna pada /aman ini telah menjelaskan bahwa para makhluk hidup di bermacam-macam susunan planet di seluruh alam semesta berputar dalam pelbagai jenis kehidupan. Makhluk hidup dapat pergi kemana-mana sesuai dengan kehendaknya—ke surga atau ke neraka—hanya dengan mempersiapkan dirinya untuk memasuki salah satu di antara kedua tempat itu. Ada banyak planet surga, planet-planet neraka, dan banyak jenis kehidupan. Dalam padma Purana diperkirakan jumlah jenis kehidupan adalah 8.400.000, dan sang makhluk hidup berputar atau mengembara dalam jenis-jenis kehidupan tersebut dan menciptakan badan-badan menurut pikirannya dalam kehidupan ini. "Sebagaimana anda menanam begitu pula panen anda," merupakan hukum yang berlaku dalam hal ini. Caitanya Mahaprabhu mengatakan bahwa di antara makhluk-makhluk hidup yang jumlahnya tidak dapat dihitung yang berpindah-pindah di dunia material, barangkali ada satu yang cukup beruntung hingga dia mulai melakukan Kesadaran Kṛṣṇa. Kesadaran Kṛṣṇa sedang diedarkan secara bebas kemana-mana, namun tidak semua orang mulai mengikuti Kesadaran Kṛṣṇa, khususnya pada zaman Kali ini. Karena itu, Srimad-Bhagavatam menyatakan bahwa orang pada zaman Kali mempunyai ciri kurang beruntung. Demikian Caitanya Mahaprabhu mengatakan bahwa ha­nya orang yang beruntung mulai mengikuti Kesadaran Kṛṣṇa ini dan dengan demikian mencapai kehidupan pengetahuan yang menyenangkan dan penuh kebahagian.Tugas kewajiban seorang Vaisnava ialah pergi dari rumah ke rumah dan berusaha mengajak orang yang ku­rang beruntung untuk menerima keuntungan yang baik. Seorang Vaisnava berpikir, "Bagaimana 'caranya agar orang-orang ini dapat diselamatkan dari kehidupannya yang sifatnya seperti neraka?" Demikian pula pertanyaan Maharaja Pariksit. "Tuan," katanya, "anda telah menguraikan bahwa, oleh karena kegiatan seseorang yang berdosa ia ditempatkan dalam keadaan hidup seperti neraka atau di susunan planet neraka. Nah, bagaimanakah cara-cara untuk menyelamatkan prang seperti itu?" Ini merupakan pertanyaan yang penting sekali. Apabila seorang Vaisnava datang, apabila Tuhan sendiri datang, atau apabila anak-anak atau penyembah-penyembah Tu­han yang akrab sekali datang, satu-satunya misi mereka ialah untuk menyelamatkan manusia berdosa yang sedang menderita. Mereka mempunyai pengetahuan bagaimana caranya melakukan demikian. Waktu Prahlada Maharaja bertemu dengan Sri Nrsimhadeva, beliau bersabda:naivodvije para duratyaya-vaitaranyastvadvirya-gayana-mahamrta-magna-cittahsoce tato vimukha-cetasa indriyartha-maya-sukhaya bharam udvahato vimudhan(Bhag. 7.9.43)"Tuhan yang hamba cintai," kata Prahlada, "hamba tidak cemas sama sekali agar hamba sendiri diselamat­kan. " Sekarang kita dapat membandingkan sikap Prahlada Maharaja dengan sikap para ahli filsafat Mayavadi yang selalu teliti sekali agar keselamatan pribadi mereka tidak pernah terganggu. Mereka sering berpikir, "Kalau saya pergi mengajarkan dan bergaul dengan orang lain mungkin saya akan jatuh, dan keinsafan saya akan berakhir." Karena itu mereka tidak maju ke depan untuk mengajarkan. Hanya para Vaisnava yang datang, walaupun ada resiko bahwa mereka akan jatuh—tetapi mereka tidak jatuh. Seorang Vaisnava juga bersedia masuk neraka untuk menyelamatkan roh-roh yang terikat.Demikian pula misi Prahlada Maharaja. Kemudian IPrahlada Maharaja berkata: "Hamba tidak cemas sama sekali untuk hidup di dunia material ini. Hamba tidak cemas mengenai diri hamba sebab bagaimanapun juga hamba telah terlatih agar selalu sadar akan Kṛṣṇa." Oleh karena Prahlada sadar akan Kṛṣṇa, dia yakin bahwa dalam penjelmaannya yang akan datang dia akan pergi kepada Kṛṣṇa. Dinyatakan dalam Bhagavad-gita bahwa kalau seseorang melaksanakan prinsip-prinsip teratur dalam kesadaran Kṛṣṇa dengan teliti sekali, maka pasti ia akan mencapai tujuan yang paling utama dalam penjelmannya yang akan datang. Prahlada Maharaja melanjutkan: "Sumber kecemasan hamba satu saja. Hamba cemas tentang orang yang tidak sadar akan Kṛṣṇa. Bagi hamba sendiri tidak ada kecemasan, tetapi hamba berpikir ten-tang mereka." Mengapa orang tidak sadar akan Kṛṣṇa? Maya-sukhaya bharam udvahato vimudhan. Orang-orang jahat telah menciptakan peradaban penipuan demi ke-enangan sementara.Maya-sukhaya. Sebenarnya kenyataannya demikian. Kita telah berhasil menciptakan peradaban penipuan. Setiap tahun begitu banyak mobil dibuat, dan untuk itu banyak jalan harus digali, dibuat dan diperbaiki. Ini menciptakan masalah-masalah yang saling menumpuk dan karena itu, hal ini merupakan maya-sukhaya, atau khayalan kesenangan. Kita berusaha membuat suatu cara untuk menjadi bahagia, tetapi kita hanya berhasil menciptakan masalah-masalah yang lain. Amerika Serikat mempunyai jumlah mobil terbesar di dunia, tetapi itu tidak dapat memecahkan masalah-masalah apapun. Kita telah membuat mobil untuk membantu usaha memecahkan ma­salah-masalah hidup, tetapi sering kali kita mengalami bahwa ini pun menciptakan masalah-masalah lain lagi. Begitu kita menciptakan mobil, kita harus berjalan lima puluh atau enam puluh kilometer hanya untuk bertemu dengan kawan-kawan atau berobat ke dokter. Kita juga dapat berjalan dari kota New York ke kota Boston dalam jangka waktu kurang dari satu jam dengan naik pesawat, tetapi untuk naik mobil dari rumah ke lapangan terbang makan waktu lebih lama daripada itu. Keadaan ini disebut maya-sukhaya. Maya berarti palsu, khayalan. Kita berusaha menciptakan keadaan yang menyenangkan sekali, tetapi kita hanya berhasil menciptakan keadaan yang lain yang tidak menyenangkan. Begitulah caranya di dunia material; kalau kita tidak berpuas dengan ke­senangan wajar yang diberikan oleh Tuhan Yang Mahaesa dan alam, dan kalau kita ingin menciptakan kesenangan yang tidak wajar, maka kita harus menciptakan hal yang tidak menyenangkan pula. Kebanyakan orang, yang tidak tahu mengenai kenyataan ini, berpikir bahwa mereka sedang menciptakan keadaan yang sangat menyenangkan, tetapi dalam kenyataan akhirnya mereka harus berjalan enam puluh kilometer untuk masuk kantor dan mencari nafkah kemudian enam puluh kilometer lagi untuk pulang.Oleh karena keadaan seperti itu, Prahlada Maharaja mengatakan bahwa para vimudha, atau orang-orang duniawi tersebut, telah memikul beban yang tidak diperlukan hanya untuk kesenangan yang bersifat sementara. Vimudhan, maya-sukhaya bharam udvahato. Karena itu, dalam peradaban Veda dianjurkan agar orang membebaskan diri dari kehidupan duniawi, masuk san­nyasa, atau tingkat kehidupan di mana seseorang meninggalkan hal-hal duniawi, dan melakukan bhakti tanpa kecemasan apa pun.Akan tetapi, orang tidak selalu diharuskan masuk tingkat kehidupan di mana ia meninggalkan hal-hal duniawi (sannyasa). Kalau seseorang dapat melaksanakan Kesadaran Kṛṣṇa dalam hidup berkeluarga, itu pun dian­jurkan. Walaupun Bhaktivinoda Thakura berkeluarga dan menjadi hakim, beliau masih melakukan bhakti dengan sangat baik sekali. Dhruva Maharaja dan Prahlada Maharaja juga menjadi grhastha, atau orang yang berumah tangga, tetapi mereka melatih diri dengan cara supaya sebagai orang berumah tangga pun mereka tidak dihadapkan dengan gangguan dalam bhakti mereka. Karena itu, Prahlada Maharaja berkata, "Saya sudah mempelajari ilmu yang memungkinkan saya selalu mantap dalam Kesadaran Kṛṣṇa." Apa ilmu itu? Tvad-virya-gayana-mahamrta-magna-cittah: Hanya dengan memuji kegiatan kejayaan dan perbuatan Tuhan. Kata virya berar­ti "sangat berani." Dengan mempelajari Srimad-Bhagavatam, kita dapat mengerti bahwa kegiatan Kṛṣṇa, kemashyuranNya, rekan-rekanNya dan segala sesuatu berhubungan dengan Kṛṣṇa semua bersifat kepahlawanan. Schubungan dengan hal ini, Prahlada Maharaja berkata: "Saya yakin bahwa kemanapun saya pergi, saya dapat memuji kegiatan kepahlawananMu dan dengan demikian saya dapat diselamatkan. Tidak mungkin saya jatuh, tetapi saya hanya prihatin untuk orang yang telah menciptakan peradaban di mana mereka selalu sibuk bekerja dengan keras. Saya memikirkan mereka." Selanjutnya Prahlada bersabda:prayena deva munayah sva-vimukti-kanid maunath caranti vijane na parartha-nisthahnaitan vihdya krpanan vimumuksa eko nanyani tvadasya saranam bhramato nupasye"Tuhan yang Mahamulia, ada banyak orang suci dan resi-resi yang sangat mementingkan pembebasan diri mereka. Mereka tinggal di tempat-tempat sunyi seperti misalnya pegunungan Himalaya, tidak berbicara dengan siapa pun, dan selalu takut bergaul dengan orang biasa di kota-kota yang mungkin mengakibatkan mereka tergoyahkan atau jatuh. Mereka berpikir, 'Lebih baik saya menyelamatkan diri.' Saya menyesal bahwa orang suci yang mulia tersebut tidak datang ke kota-kota di mana orang telah membuat peradaban berdasarkan pekerjaan keras yang dilakukan terus-menerus. Kasih sayang orang suci seperti itu agak kurang, tetapi saya prihatin karena orang tersebut yang telah jatuh dan bekerja dengan begitu keras di mana pekerjaan tidak diperlukan, hanya untuk memuaskan indera-indera." (Bhag.7.9.43)Kalau pun ada suatu tujuan untuk bekerja begitu keras, orang seperti itu tidak tahu apa tujuan itu. Hanya dorongan hawa nafsu dan tempat wanita tunasusila yang memuaskan dorongan itu yang diketahui mereka. Akan tetapi, Prahlada Maharaja merasa prihatin terhadap orang seperti itu: naitan vihaya krpanan vimumuksa eko. "O Tuhan, saya tidak memerlukan pembebasan untuk diri saya sendiri. Kalau saya tidak dapat membawa orang bodoh ini bersama diriku, saya tidak akan pergi." Demikian Prahlada menolak kesempatan masuk kerajaan Tuhan kalau ia tidak dapat membawa semua roh yang telah jatuh bersama dirinya. Inilah seorang Vaisnava. Nanyam tvadasya saranam bhramato nupasye: "Saya hanya ingin mengajarkan mereka bagaimana caranya menyerahkan diri kepadaMu. Itu saja. Itulah tujuan saya."Demikian penyerahan diri digaris bawahi karena seorang Vaisnava mengetahui bahwa begitu ia menyerahkan diri, jalan sudah terbuka baginya.naivodvije para duratyaya-vaitaranyastvad-virya-gayana-mahamrta-magna-cittah"Dengan cara bagaimanapun, supaya mereka semua bersujud di hadirat Kṛṣṇa." Ini merupakan cara yang sederhana sekali. Orang hanya perlu bersujud di hadirat Kṛṣṇa dengan keyakinan dan berkata, "O Sri Kṛṣṇa, sudah lama sekali hamba lupa padaMu, selama begitu banyak penjelmaan. Sekarang hamba sudah sadar akan Anda. Mohon menerima diri hamba." Begitu saja. Kalau seseorang mempelajari cara ini dan menyerahkan dirinya dengan tulus ikhlas kepada Tuhan Yang Mahaesa, maka jalan segera terbuka baginya. Inilah tujuan seorang Vaisnava yang sejati.Seorang Vaisnava selalu berpikir tentang bagaimana caranya supaya roh-roh yang terikat dan sudah jatuh dapat diselamatkan, dan ia selalu sibuk dalam usaha mem­buat rencana-rencana untuk melakukan demikian. Para Gosvami, murid-murid Sri Caitanya Mahaprabhu yang paling terkemuka, adalah Vaisnava-vaisnava seperti itu, dan sifat-sifat mereka diuraikan seperti itu oleh Srinivasa Acarya:nana-sastra-vicaranaika-nipunau sad-dharma-samsthapakau lokanam hitakarinau tribhuvane manyau saranyakarauradha-krsna-padaravinda-bhajananandenamattalikau vande rupa-sanatanau raghuyugau sri-jiva-gopalakau"Enam Gosvami—Sri Sanatana Gosvami, Sri Rupa Gosvami, Sri Raghunatha Bhatta Gosvami, Sri Raghunatha Dasa Gosvami, Sri Jiva Gosvami dan Sri Gopala Bhatta Gosvami—ahli sekali dalam mempelajari segala kitab suci dengan teliti dengan maksud menegakkan prinsip-prinsip keagamaan yang kekal demi kesejahteraan semua orang. Mereka selalu tekun dengan sikap para gopi dan sibuk dalam kebaktian rohani kepada Radha dan Kṛṣṇa dengan cinta kasih."Dengan kasih sayang yang serupa dari hati seorang Vaisnava, Pariksit Maharaja memberitahukan kepada Sukadeva Gosvami: "Anda baru saja menguraikan bermacam-macam jenis kehidupan yang sifatnya seperti di neraka. Sekarang, mohon memberitahukan kepada saya bagaimana caranya menyelamatkan mereka yang sedang menderita.  Saya mohon penjelasan tentang hal ini." Adhuneha maha-bhaga yathaiva narakan narah nano grayatanan neyat tan me. Kata narah berarti manusia, atau   mereka   yang   telah   jatuh.    Narakan   narah nanograyatanan   neyat   tan   me:   "Bagaimana caranya supaya mereka dapat diselamatkan dari kesengsaraan yang ganas dan rasa sakit yang begitu mengerikan?" Itulah contoh biasa mengenai hati seorang Vaisnava.  Maharaja Pariksit juga berkata, "Bagaimanapun juga mereka telah jatuh ke dalam kehidupan yang sifatnya seperti di neraka, tetapi itu tidak berarti bahwa mereka harus tetap dalam keadaan seperti itu.  Harus  ada suatu cara yang memungkinkan mereka dapat diselamatkan, saya mohon penjelasan tentang cara-cara itu." Sukadeva Gosvami menjawab:na ced ihaivapacitim yathamhasah krtasya kuryan mana-ukti-panibhihdhruvam sa vai pretya narakan upaiti ye kirtita me bhavatas tigma-yatanah"Ya, saya sudah menguraikan bermacam-macam keadaan seperti di neraka yang merupakan ciri-ciri kehidupan keras yang mengerikan. Maksudnya ialah supaya orang melawan kehidupan seperti itu." (Bhag.6.1.7)Bagaimana caranya melakukan demikian? Ada bermacam-macam cara untuk melakukan kegiatan yang berdosa. Salah satu cara ialah dengan pikiran. Kalau seseorang berpikir tentang melakukan suatu kegiatan yang berdosa lalu membuat rencana—"Saya akan membunuh orang itu"—itu juga dianggap berdosa. Apabila pikiran berpikir, merasakan dan menginginkan, maka terjadilah perbuatan. Di beberapa daerah di Amerika Serikat, orang memiliki anjing menurut hukum harus bertanggung kalau anjingnya menggonggong dan mengganggu orang yang lewat di jalanan. Walaupun anjing itu hanya menggongong saja, namun orang yang memiliki anjing, bertanggung jawab. Anjing tidak bertanggung jawab karena anjing adalah binatang, tetapi oleh karena yang memiliki binatang itu telah mengangkat si anjing sebagai   kawannya yang paling baik, menurut ia harus bertanggung jawab. Seperti halnya gongongan seekor anjing dapat dianggap melanggar hukum, begitu juga pembicaraan yang menyakiti hati orang juga dianggap berdosa sebab hal itu adalah seperti anjing menggongong. Maksudnya ialah bahwa kegiatan berdosa dapat dilakukan dengan pelbagai cara— dapat berpikir tentang kegiatan yang berdosa, Bisa dengan cara yang berdosa, atau betul-betul melakukan perbuatan yang berdosa. Bagaimanapun, sesemuanya dianggap kegiatan yang berdosa. Dhruvam sa vai pretya narakan upaiti: Orang harus menderita hukuman karena kegiatan seperti itu.Orang tidak percaya pada penjelmaan yang akan datang karena mereka ingin menghindari   gangguan   dan hukuman,   tetapi penjelmaan yang akan datang tidak bisa dihindari.   Sudah   diketahui   sebagai   kenyataan bahwa kita harus bertindak menurut hukum, dan kalau kita tidak bertindak menurut hukum, kita akan dihukum. Kalau seorang melakukan kegiatan pidana, maka ia akan dihukum oleh   negara.   Kadang-kadang   seorang bisa lolos  dari  hukuman  negara,  tetapi  bukan demikian halnya   dengan   hukum   Tuhan.   Barangkali seseorang dapat menipu orang,   mencuri sesuatu dan menyembunyikan diri, dan dengan   demikian menyelamatkan diri dari hukuman negara, tetapi orang itu tidak dapat menyelamatkan diri dari hukum yang paling utama, hukum alam. Sulit sekali lolos dari hukum alam karena ada banyak saksi: sinar matahari adalah saksi, sinar bulan adalah saksi, dan Kṛṣṇa adalah saksi yang paling utama. Karena itu orang tidak dapat berkata, "Saya sedang melakukan dosa ini, tetapi tidak ada orang yang dapat melihat saya." Kṛṣṇa adalah saksi yang paling utama yang bersemayam di dalam hati, dan Kṛṣṇa tidak hanya memperhatikan apa yang sedang dipikirkan dan dibuat orang, tetapi Beliau juga memberikan fasilitas kepada semua makhluk hidup. Kalau seseorang ingin ber-buat sesuatu untuk memuaskan indera-inderanya, maka Krsna memberikan segala fasilitas. Ini dinyatakan dalam Bhagavad-gita. Sarvasya caharh hrdi sannivistah: "Aku bersemayam di dalam hati setiap orang." Mattah smrtir jnanam apohanam ca: "Ingatan, pengetahuan dan pelupaan berasal dari DiriKu."Dengan cara demikian Kṛṣṇa memberikan kesempatan kepada kita. Kalau kita ingin Kṛṣṇa, Krsina akan memberikan kesempatan untuk memperoleh DiriNya, dan kalau kita tidak ingin Kṛṣṇa, Kṛṣṇa akan memberikan kesempatan agar kita dapat lupa pada Beliau. Kalau kita ingin menikmati kehidupan dengan lupa kepada Kṛṣṇa, yaitu dengan lupa pada Tuhan, maka Kṛṣṇa akan mem­berikan segala fasilitas kepada kita supaya kita dapat lupa, tetapi kalau kita ingin menikmati kehidupan dalam kesadaran Kṛṣṇa, maka Kṛṣṇa akan memberikan kesem­patan kepada kita agar kita dapat maju. Itu terserah kita. Kalau kita berpikir kita dapat menjadi bahagia tanpa Kesadaran Kṛṣṇa, Kṛṣṇa tidak berkeberatan. Yathecchasi tatha kuru. Setelah menasehati Arjuna, Kṛṣṇa hanya bersabda, "Sekarang Aku sudah menjelaskan segala-galanya kepada engkau. Apapun yang kau inginkan, dapat kau lakukan." Arjuna segera menjawab, karisye vacanam tava: "Sekarang saya akan melaksanakan perintahMu." Itulah Kesadaran Kṛṣṇa.Tuhan tidak campur tangan dengan kebebasan kita yang kecil sekali. Kalau kita ingin bertindak menurut perintah Tuhan, Tuhan akan menolong kita. Walaupun seseorang kadang-kadang jatuh,   kalau  ia  menjadi  tulus  ikhlas, dengan berpikir, "Mulai dari saat ini saya akan tetap sadar akan Kṛṣṇa dan melaksanakan perintah-perintah-Nya," maka Kṛṣṇa akan menolong orang itu. Dalam segala hal, walaupun seseorang jatuh, ia akan dimaafkan dan akan diberikan kecerdasan lebih banyak. Kecerdasan ini akan berkata, "Jangan berbuat begini. Sekarang lanjutkanlah tugas kewajibanmu." Tetapi kalau seseorang-ingin lupa kepada Kṛṣṇa, kalau dia ingin menjadi bahagia lanpa Kṛṣṇa, maka Tuhan akan memberikan begitu banyak kesempatan untuk memungkinkan orang itu lupa tcpada Kṛṣṇa dalam setiap penjelmaannya.Pariksit Maharaja bersabda: "Kalau saya menganggap bahwa Tuhan tidak ada, itu tidak berarti tidak ada Tuhan dan juga tidak berarti saya tidak akan diminta bertanggung jawab atas perbuatan saya." Orang yang tidak percaya kepada Tuhan menolak adanya Tuhan karena kegiatan mereka yang berdosa. Kalau mereka berpikir bahwa ada Tuhan, mereka akan merasa geli ketika memikirkan hukuman; karena itu mereka menolak adanya Tuhan.Kalau kelinci diserang oleh binatang yang lebih besar, memejamkan mata dan berpikir, "Saya tidak akan dibunuh," tetapi si kelinci dibunuh juga. Begitu pula, barangkali   kita  menolak  adanya  Tuhan  dan  hukum-hukumTuhan, tetapi Tuhan dan hukum-hukum Tuhan tetap ada. Di pengadilan tinggi, barangkali ada orang yang berkata, "Saya tidak memperdulikan   hukum dari pemerintah," tetapi ia akan dipaksakan menerima hukum dari pemerintah. Kalau seseorang menolak hukum negara, dia akan dimasukkan penjara dan dihukum sesuai dengan peraturan yang berlaku. Begitu juga, barangkali seseorang menolak adanya Tuhan secara bodoh dengan pelbagai cara ("Tidak ada Tuhan," atau "Aku adalah Tuhan"), tetapi pada hakekatnya ia harus bertanggung jawab atas segala perbuatannya, baik maupun buruk.Menurut hukum karma, atau hukum yang mengatur kegiatan, kalau kita bertindak sebagaimana mestinya dan melakukan kegiatan yang saleh, kita dianugerahi nasib yang baik, dan kalau kita bertindak dengan cara yang berdosa kita harus menderita. Karena itu, Sukadeva Gosvami bersabda:tasmat puraivasv iha papa-niskrtau yateta mrtyor avipadyatatmanadosasya drstva guru-laghavam yatha bhisak cikitseta rujam nidana-vit"Anda harus mengetahui bahwa anda bertanggung jawab, dan menurut beratnya dosa-dosamu, anda harus melakukan sesuatu kegiatan untuk menebus dosa sebagaimana diuraikan dalam sastra-sastra atau Kitab-kitabSuci." (Bhag.6.1.8)Seperti halnya para dokter dicari apabila ada orang sakit, begitu juga menurut cara hidup Veda ada suatu golongan brahmana yang sebaiknya kita dekati untuk penebusan wajib terhadap kegiatan berdosa. Ada bermacam-macam kegiatan untuk menebus dosa. Kalau seseorang melakukan dosa lalu melawan dosa itu dengan melakukan pertapaan, maka itu merupakan penebusan. Sukadeva mengatakan bahwa seseorang harus melaksanakan kegiatan yang telah ditentukan untuk menebus dosa menurut beratnya kegiatan berdosa yang telah dilakukannya. Barangkali seorang dokter memberikan resep untuk obat yang mahal atau obat yang murah menurut parahnya penyakit. Untuk sakit kepala, barangkali dokter itu hanya memberikan resep untuk aspirin, tetapi kalau ada penyakit yang parah barangkali dokter itu menganjurkan opname pembedahan dengan biaya sebesar jutaan rupiah. Begitu juga, kegiatan yang berdosa adalah penyakit-penyakit, karena itu, hendaknya orang mengikuti pengobatan-pengobatan yang telah ditetapkan agar dia menjadi serial.Dengan menerima rangkaian kelahiran dan kematian, sang roh menerima keadaan yang sakit. Sang roh tidak mengalami kelahiran, kematian, atau penyakit sebab ia rohani murni. Dalam Bhagavad-gita Krsna menyatakan bahwa tiada kelahiran (na jayate) dan tiada kematian (na mriyate) bagi sang roh.na jayate mriyate va kadacin nayam bhutva bhavita va na bhuyahajo nityah sasvato 'yam purano na hanyate hanyamane sarire"Tidak pernah ada kelahiran maupun kematian bagi sang roh. Dan kalau sang roh pernah ada, ia tidak akan pernah lenyap. la tidak dilahirkan, bersifat kekal, berada untuk selamanya, tidak pernah mati dan bersifat abadi. la tidak terbunuh apabila badan terbunuh." (Bg.2.20)Peradaban modern sangat membutuhkan suatu sistem pendidikan untuk mengajarkan orang tentang apa yang terjadi sesudah kematian. Sebenarnya sistem pendidikan dewasa ini sangat kurang sempurna, sebab kalau seseorang tidak tahu apa yang akan terjadi sesudah kematian, ia meninggal dunia seperti hewan. Hewan tidak tahu bahwa ia mengalami kematian atau bahwa dia akan diharuskan menerima badan yang lain. Akan tetapi, hendaknya martabat kehidupan manusia lebih tinggi daripada itu. Hen­daknya orang tidak hanya tertarik pada fungsi-fungsi hewani, yaitu, makan, tidur, membela diri dan berketurunan. Barangkali makhluk hidup mempunyai persediaan makanan yang lumayan untuk makan, atau banyak gedung yang bagus untuk tidur, atau sarana yang harus untuk mengadakan hubungan kelamin, atau berketurunan yang baik untuk melindungi dirinya, tetapi ini tidak berarti bahwa dia seorang manusia. Harus diketahui bahwa peradaban yang hanya berdasarkan kegiatan ter­sebut bersifat hewani. Oleh karena hewan juga tertarik pada fungsi-fungsi tersebut, apa perbedaan antara kehidupan manusia dan kehidupan hewan kalau manusia tidak melampaui fungsi-fungsi tersebut?Kehidupan manusia dan kehidupan hewan dapat dibedakan apabila seorang manusia mulai ingin tahu dan bertanya, "Mengapa saya telah ditempatkan dalam keadaan yang sengsara ini? Apakah ada cara untuk men-cegah keadaan ini? Apakah ada kehidupan yang kekal un­tuk selamanya? Saya tidak ingin mati, ataupun menderita. Saya ingin hidup dengan damai dan bahagia sekali. Apakah ada kesempatan untuk ini? Bagaimana cara atau ilmu yang memungkinkah cita-cita ini tercapai?" Apabila pertanyaan-pertanyaan tersebut diajukan dan langkah-langkah diambil untuk menjawab pertanyaan itu, sebagai akibatnya peradaban kita menjadi peradaban manusia. Kalau pertanyaan-pertanyaan tersebut tidak pernah timbul, maka harus diketahui bahwa peradaban itu bersifat hewani. Hewan dan manusia yang bersifat seperti hewan hanya tertarik untuk melanjutkan proses makan, tidur, berketurunan dan membela diri, tetapi sebenarnya proses , tersebut terpaksa hancur. Sebenarnya tidak ada cara yang nyata untuk membela diri karena tiada seorang pun yang dapat membela dirinya terhadap cengkraman maut yang kejam. Misalnya, Hiranyakasipu, yang ingin hidup untuk selamanya, telah melakukan pertapaan yang keras, tetapi akhirnya ia digagalkan oleh Tuhan Sendiri dalam bentuk setengah macan setengah manusia bernama Nrsimhadeva, yang membunuh Hiranyakasipu dengan cakarNya. Orang yang hanya namanya saja ahli ilmu pengetahuan me-ngatakan bahwa pada suatu waktu di masa mendatang kita dapat menghentikan maut dengan cara-cara ilmiah, tetapi   ini   hanya   ucapan   lain   lagi   yang   bersifat tidak waras. Sama sekali tidak mungkin orang meng­hentikan maut. Mungkin kita dapat mencapai kemajuan yang hebat di bidang ilmu pengetahuan, tetapi tiada penyelesaian ilmiah terhadap empat kesengsaraan berupa kelahiran, kematian, usia tua dan penyakit.Orang cerdas hendaknya ingin memecahkan empat masalah pokok tersebut—yaitu, kelahiran, kematian, usia tua Jan penyakit. Tidak ada orang yang ingin meninggal, tetapi tiada cara untuk mencegahnya. Semua orang harus meninggal. Semua orang ingin sekali menghentikan pertambahan penduduk yang terus melonjak dengan menggunakan cara-cara untuk mencegah hamil, namun kelahiran berjalan terus. Tidak ada cara untuk menghentikan kematian dan tidak ada cara untuk menghentikan kelahiran. Penyakit-penyakit tidak dapat dihentikan, dan usia tua pun tidak dapat dihentikan, walaupun banyak sekali  hal  yang  telah  ditemukan  di  bidang  ilmu  kedokteran.Mungkin seseorang berpikir bahwa ia telah memecahkan segala masalah dalam kehidupannya, tetapi dimanakah penyelesaian empat masalah tersebut, yaitu, kelahiran, kematian, usia tua dan penyakit? Penyelesaian itu adalah Kesadaran Krsna. Kita semua meninggalkan badan pada setiap saat, dan tahap terakhir dalam meninggalkan badan ini disebut kematian. Tetapi Krsna juga bersabda:janma karma ca me divyam   evam yo vetti tattvatahtyaktva deham punar janma    naiti mam eti so 'rjuna"Orang yang mengetahui sifat rohani kelahiran dan kegiatanKu tidak lahir lagi di dunia material ini setelah meninggalkan badannya, melainkan ia mencapai tempat tinggalKu yang kekal, wahai Arjuna." (Bg.4.9)Apa yang terjadi terhadap diri orang seperti itu? Mam eti—ia kembali kepada Kṛṣṇa. Kalau kita ingin pergi kepada Kṛṣṇa, kita harus mempersiapkan badan rohani. Persiapan itu adalah proses Kesadaran Kṛṣṇa. Kalau seseorang menjaga dirinya dalam Kesadaran Krsna, berangsur-angsur ia mempersiapkan badannya yang akan datang, yaitu badan rohani, yang akan membawa dirinya segera ke Kṛṣṇaloka, tempat tinggal Kṛṣṇa, dan ia akan menjadi bahagia tinggal di sana untuk selamanya dalam kebahagiaan.


LihatTutupKomentar