Sosok yang Paling Kita Cintai
AJARAN PRAHLADA MAHARAJA
Uraian berikut ini diambil dari rangkaian ceramah
tentang Śrīmad-Bhāgavatam, Skanda 7, Bab 6,
yang disampaikan oleh Śrīla Prabhupāda pada tahun 1968.
Hari ini saya akan menyampaikan sejarah tentang seorang penyem-bah Tuhan, yang masih kanak-kanak, bernama Prahlāda Mahārāja. Prahlāda lahir dalam keluarga yang sangat ateis. Ada dua jenis orang di dunia ini: para iblis (asura) dan para dewa (sura). Apa perbedaan yang ada di antara mereka? Perbedaan utama: para dewa, atau orang-orang saleh, berbhakti kepada Tuhan Yang Maha Esa, sedangkan para iblis memiliki mental ateis. Para iblis tidak percaya akan adanya Tuhan sebab mereka bermental materialistik. Dua golongan manusia ini selalu ada di dunia ini. Pada saat sekarang ini, disebabkan oleh Zaman Kali (Zaman Pertengkaran), jumlah iblis meningkat, tapi penggolongan ini sudah ada sejak awal terciptanya dunia. Kejadian yang akan saya kisahkan kepada Anda ini terjadi dahulu kala, beberapa juta tahun setelah terjadinya penciptaan.
Prahlāda Mahārāja adalah putra dari orang yang paling bermental ateis dan juga orang yang paling tangguh secara material. Oleh karena masyarakat di sekelilingnya bermental materialistik, anak ini tidak memiliki kesempatan untuk mengagungkan Tuhan. Karak-teristik seorang insan agung adalah ia sangat bersemangat meng-umandangkan keagungan Tuhan Yang Maha Esa. Yesus Kristus contohnya, beliau sangat bersemangat untuk mengumandangkan keagungan Tuhan, tapi orang-orang jahat salah memahami beliau, sehingga beliau disalib.
Ketika Prahlāda Mahārāja berusia lima tahun, ia disekolahkan. Begitu ada waktu istirahat di sekolah, ketika guru tidak berada di kelas, ia menyampaikan kepada teman-temannya, “Teman-temanku yang baik, mendekatlah. Kita akan membicarakan tentang kesadaran Tuhan.” Kejadian ini diuraikan dalam Śrīmad-Bhāgavatam, Skanda Tujuh, Bab Enam. Prahlāda sang penyembah Tuhan berkata, “Teman-temanku yang baik, pada usia muda ini, inilah saatnya untuk men-jalani kesadaran Tuhan.”
Teman-teman kecilnya menjawab, “Oh, sekarang saatnya kita ber-main-main. Untuk apa kita menjalani kesadaran Tuhan?”
Menjawab pertanyaan ini, Prahlāda Mahārāja berkata, “Jika eng-kau cerdas, maka engkau harus memulai bhāgavata-dharma sejak masa kanak-kanak.”
Śrīmad-Bhāgavatam menyajikan bhāgavata-dharma, atau proses yang menuntun menuju pengetahuan ilmiah tentang Tuhan Yang Maha Esa. Bhāgavata berarti “Personalitas Tertinggi Tuhan Yang Maha Esa,” dan dharma berarti “prinsip-prinsip aturan.” Kehidupan sebagai manusia sangatlah jarang dicapai. Ini merupakan sebuah kesempatan yang sangat besar. Oleh karena itu Prahlāda berkata, “Teman-temanku yang baik, engkau lahir sebagai umat manusia yang beradab. Jadi, walaupun badanmu ini bersifat sementara, badan ini memberikan kesempatan terbesar.” Tidak ada orang yang me-ngetahui berapa lama ia akan hidup. Dihitung bahwa pada zaman ini badan manusia dapat hidup sampai usia seratus tahun. Akan tetapi, seiring berjalannya Zaman Kali, usia hidup, ingatan, sifat welas asih, keagamaan, dan semua hal baik lainnya berkurang. Jadi, tidak seorang pun memiliki jaminan akan bisa hidup lama pada zaman ini.
Namun tetap, kendati bentuk kehidupan sebagai manusia ini bersifat sementara, Anda dapat mencapai kesempurnaan hidup tertinggi saat Anda berada dalam bentuk kehidupan manusia. Kesempurnaan apakah itu? Yaitu mengerti tentang Tuhan Yang Maha Esa yang maha-ada. Hal ini tidak dimungkinkan dalam bentuk kehidupan lain. Kita sampai pada bentuk kehidupan manusia ini setelah menjalani proses evolusi bertahap, jadi ini merupakan kesempatan yang langka. Atas aturan alam, pada akhirnya badan manusia diberikan kepada Anda agar Anda dapat mengangkat diri dalam kehidupan spiritual lalu pulang kembali kepada Tuhan.
Pada sloka berikutnya Prahlāda Mahārāja akan berkata, “Orang-orang yang dibelenggu oleh energi material di dunia material ini tidak tahu apa tujuan kehidupan manusia. Mengapa bisa demikian? Sebab mereka telah disesatkan oleh energi luar yang memukau milik Tuhan. Mereka lupa bahwa kehidupan ini merupakan sebuah kesem-patan untuk mengerti tujuan tertinggi kesempurnaan, yakni Tuhan.” Mengapa kita hendaknya sangat berkeinginan mengetahui tentang Tuhan? Prahlāda Mahārāja memberikan alasannya: “Tuhan adalah sosok yang paling kita cintai. Tapi kita lupa akan hal ini.” Kita se-mua ingin memiliki teman karib—semua orang menginginkannya. Seorang laki-laki ingin berteman dekat dengan seorang perempuan, dan perempuan ingin berteman dekat dengan laki-laki. Atau, seorang laki-laki ingin berteman dengan laki-laki, dan seorang perempuan ingin berteman dengan perempuan. Semua orang ingin memiliki teman karib, teman yang sangat dekat. Mengapa demikian? Kita menginginkan kerjasama seorang teman yang akan dapat membantu kita. Ini adalah bagian dari perjuangan untuk hidup, dan ini wajar. Tapi, kita tidak tahu bahwa teman terdekat kita adalah Personalitas Tuhan Yang Maha Esa.
Bagi mereka yang sudah membaca Bhagavad-gītā akan mene-mukan sloka bagus ini di Bab Lima: “Jika engkau menginginkan kedamaian, maka engkau harus mengerti secara sempurna bahwa segala sesuatu di dunia ini dan di dunia lain adalah milik Tuhan, bahwa Tuhan adalah penikmat segalanya, dan bahwa Tuhan adalah teman terbaik bagi semua makhluk.” Untuk apa kita melaksanakan pengekangan diri? Untuk apa kita melaksanakan ritual-ritual ke-agamaan? Untuk apa kita berderma? Semua kegiatan ini dimak-sudkan untuk memuaskan Tuhan, tidak ada maksud lain. Dan apabila Tuhan puas, Anda akan mendapatkan hasilnya. Baik Anda ingin mencapai kebahagiaan material yang lebih baik ataupun ke-bahagiaan spiritual, baik Anda ingin hidup lebih baik di planet ini ataupun di planet-planet lain—apa pun yang Anda inginkan akan Anda peroleh apabila Anda berhasil memuaskan Tuhan Yang Maha Esa. Oleh karena itu, Tuhan adalah teman kita yang paling tulus. Apa pun yang Anda inginkan dari-Nya, bisa Anda dapatkan. Namun, orang cerdas tidak menginginkan sesuatu yang tercemar kedunia-wian.
Di dalam Bhagavad-gītā Kṛṣṇa menyatakan bahwa melalui ke-giatan-kegiatan yang saleh orang dapat mengangkat diri sampai planet material tertinggi, yang dikenal sebagai Brahmaloka. Usia hidup di sana berjuta-juta tahun. Anda tidak dapat membayangkan usia hidup di sana; ilmu hitung Anda tidak akan efektif. Bhagavad-gītā menyatakan bahwa usia Brahmā sedemikian panjangnya hingga 4.320.000.000 menurut perhitungan tahun kita hanyalah duabelas jam bagi beliau. Kṛṣṇa bersabda, “Kedudukan apa pun yang engkau inginkan, dimulai dari kedudukan semut sampai kedudukan Brahmā, bisa engkau dapatkan. Tetapi, berulangnya kelahiran dan kematian akan tetap terjadi. Namun demikian, jika dengan mem-praktikkan kesadaran Tuhan engkau datang kepada-Ku, maka eng-kau tidak harus kembali ke dalam keadaan material yang penuh derita ini.”
Prahlāda Mahārāja menyampaikan hal yang sama: Kita hendaknya mencari teman yang paling kita cintai, Tuhan. Mengapa Tuhan meru-pakan teman yang paling kita cintai? Secara alami kita mencintai Tuhan. Sebagai penjelasan, apa yang Anda anggap sebagai hal yang paling Anda cintai? Pernahkah Anda memikirkannya? Diri Anda sendiri adalah hal yang paling Anda cintai. Saya sedang duduk di sini, tapi apabila terdengar suara sirine kebakaran maka saya akan langsung memperhatikan diri saya sendiri: “Bagimana cara saya menyelamatkan diri?” Kita lupa pada teman-teman kita dan bahkan kita lupa pada saudara kita: “Pertama-tama saya harus menyelamat-kan diri saya sendiri.” Perlindungan-diri adalah yang pertama dalam hukum alam.
Dalam makna yang paling kasar, kata ātmā—”diri”—mengacu pada badan. Dalam tataran yang lebih halus, pikiran atau kecerdasan adalah ātmā, dan dalam makna sejatinya ātmā berarti sang roh. Pada tataran kasar kita sangat berkecenderungan melindungi dan memuaskan badan, dan pada tataran yang lebih halus kita sangat berkecenderungan memuaskan pikiran dan kecerdasan. Tapi, di atas tataran pikiran dan kecerdasan, pada tataran spiritual, kita dapat mengerti, “Saya bukanlah pikiran, kecerdasan, ataupun badan ini. Ahaḿ brahmāsmi—saya adalah roh, bagian yang tak terpisahkan dari Tuhan Yang Maha Esa.” Itulah tataran pemahaman yang sejati.
Prahlāda Mahārāja menyatakan bahwa di antara semua entitas hidup, Viṣṇu, Tuhan adalah insan tertinggi yang mengharapkan ke-sejahteraan semua makhluk. Oleh karena itulah kita semua sedang mencari Viṣṇu. Apabila seorang anak kecil menangis, apa yang di-inginkannya? Ibunya. Namun ia belum mampu mengungkapkan hal ini. Atas susunan alam ia memiliki badan, yang terlahir dari badan ibunya, sehingga ada hubungan sangat dekat antara badannya dengan badan ibunya. Si anak tidak akan senang pada perempuan lain. Si anak menangis, namun ketika perempuan yang merupakan ibunya datang dan menggendongnya, ia langsung berhenti me-nangis. Si anak belum mampu mengungkapkan hal ini, tapi hu-bungannya dengan ibunya merupakan hukum alam. Demikian pula, secara alami kita berusaha untuk melindungi badan kita. Inilah yang dimaksud perlindungan-diri. Ini merupakan hukum yang alami bagi para makhluk hidup, seperti halnya makan adalah hukum yang alami. Demikian pula halnya dengan tidur. Mengapa kita melindungi badan ini? Sebab di dalam badan ada sang roh.
Apa sebenarnya roh itu? Sang roh adalah bagian dari Tuhan. Seperti halnya kita yang melindungi tangan atau jari-jemari kita oleh karena semua itu adalah bagian dari keseluruhan badan kita, demikian pula kita berusaha menyelamatkan diri kita oleh karena hal ini adalah proses perlindungan diri bagi Yang Kuasa. Yang Kuasa tidak perlu melindungi diri, tapi hal ini merupakan wujud cinta kita ke-pada-Nya, rasa cinta yang kini berada dalam keadaan terputar-balik. Jari-jemari dan tangan dimaksudkan bertindak untuk kepentingan keseluruhan badan; begitu saya ingin tangan saya mendekat ke wajah saya, ia bertindak demikian, dan begitu saya ingin jari-jemari saya memainkan gendang ini, ia melakukannya. Ini adalah keadaan wajar baginya. Demikian pula, kita sedang mencari Tuhan, untuk menggunakan energi kita dalam pelayanan kepada-Nya. Akan tetapi, oleh karena kita berada di bawah cengkeraman energi yang menye-satkan, kita tidak mengetahui kenyataan tersebut. Itulah kesalahan kita. Saat ini, dalam bentuk kehidupan manusia, kita mendapat ke-sempatan untuk mengerti kedudukan kita yang sebenarnya. Hanya karena Anda-Anda ini umat manusialah Anda semua datang ke tempat ini untuk belajar tentang kesadaran Kṛṣṇa, tentang tujuan yang sebenarnya bagi kehidupan Anda. Saya tidak dapat meng-undang kucing dan anjing untuk duduk di sini. Itulah beda antara umat manusia dan kucing serta anjing. Seorang manusia dapat me-ngerti arti penting mengetahui tujuan sejati kehidupan ini. Namun jika ia menyia-nyiakan kesempatan ini, maka itu merupakan kema-langan besar.
Prahlāda Mahārāja berkata, “Tuhan adalah pribadi yang paling kita cintai di antara semuanya. Kita harus mencari Tuhan.” Lalu, bagaimana dengan kebutuhan material kehidupan kita? Prahlāda Mahārāja menjawab, “Engkau mencari kepuasan inderawi, tapi ke-puasan indera-indera diperoleh dengan sendirinya melalui kontak dengan badan ini.” Oleh karena babi memiliki jenis badan tertentu, kepuasan inderanya diperoleh dengan cara memakan kotoran, hal yang paling menjijikkan bagi Anda. Begitu selesai buang air besar, Anda langsung menjauh untuk menyingkir dari bau yang tidak sedap—tapi babi sedang menunggu-nunggu. Begitu Anda buang kotoran, babi akan langsung menikmati kotoran tersebut. Jadi, ter-dapat berbagai jenis kepuasan indera menurut berbagai jenis badan. Setiap jiwa yang memiliki badan material memperoleh kepuasan indera. Jangan kira babi yang memakan kotoran itu tidak bahagia. Mereka menjadi gemuk dengan cara demikian. Mereka sangat bahagia.
Contoh yang lainnya adalah unta. Unta sangat gemar makan ran-ting berduri. Mengapa? Sebab ketika unta memakan ranting berduri, ranting-ranting itu melukai lidahnya, darah keluar, dan ia mengecap darahnya sendiri. Lalu ia berpikir, “Saya sedang menikmati.” Inilah kepuasan indera. Kepuasan seks juga seperti itu. Kita menikmati darah kita sendiri, dan kita berpikir diri kita sedang menikmati. Inilah kebodohan kita.
Para entitas hidup di dunia material ini adalah makhluk spiritual, namun oleh karena ia memiliki kecenderungan untuk menikmati, untuk mengeksploitasi energi material, ia kontak dengan sebuah badan. Ada 8.400.000 jenis makhluk hidup, yang masing-masing memiliki badan yang berbeda-beda. Sesuai dengan badannya ter-sebut, mereka memiliki indera tertentu yang digunakannya untuk menikmati jenis kepuasan tertentu. Misalkan Anda diberikan ranting berduri untuk Anda makan: “Tuan-tuan dan nyonya-nyonya, ini ada makanan yang sangat enak. Makanan ini disahkan oleh para unta. Ini sangat enak.” Maukah Anda memakannya? “Tidak! Apa itu yang Anda berikan kepada saya?” Oleh karena kita memiliki badan yang berbeda dengan badan unta, kita tidak menyukai ranting berduri. Tapi, jika Anda memberikannya kepada seekor unta, ia akan mene-rimanya sebagai makanan yang sangat enak.
Kemudian, jika babi dan unta dapat menikmati kepuasan indera tanpa harus berusaha keras, mengapa kita sebagai manusia harus berusaha keras untuk mendapatkannya? Sebenarnya itu bisa kita dapatkan tanpa berusaha keras—tapi itu bukanlah pencapaian ter-tinggi kita. Fasilitas-fasilitas untuk menikmati kepuasan indera diberikan oleh alam, apakah ia merupakan seekor babi, unta, atau seorang manusia. Jadi, mengapa Anda mesti berusah keras untuk mendapatkan fasilitas-fasilitas yang memang sudah ditakdirkan untuk Anda terima, atas aturan alam? Dalam bentuk kehidupan apa pun kebutuhan badaniah dipuaskan melalui pengaturan oleh alam. Kepuasan ini sudah diatur, seperti halnya penderitaan sudah dite-tapkan. Senangkah Anda terjangkit demam? Tentu tidak. Mengapa Anda bisa terjangkit demam? Kita tidak tahu. Tapi demam itu tetap datang, bukankah demikian? Ya. Apakah Anda berusaha menda-patkan demam itu? Tidak. Lalu, bagaimana demam itu bisa datang? Atas susunan alam. Itulah satu-satunya jawaban. Dan jika pende-ritaan Anda datang karena aturan alam, kebahagiaan Anda juga akan datang atas aturan alam. Jangan memusingkan hal tersebut. Itulah petuah yang diberikan oleh Prahlāda Mahārāja. Jika Anda menerima derita hidup tanpa usaha khusus, demikian pula Anda akan menerima kebahagiaan tanpa melakukan usaha khusus.

Lalu, apa tujuan sebenarnya bentuk kehidupan manusia ini? Me-ngembangkan kesadaran Tuhan. Hal-hal lain akan diperoleh atas aturan alam, yang pada puncaknya merupakan aturan Tuhan. Bahkan jika saya tidak berusaha memperolehnya, saya akan dise-diakan apa pun yang memang akan saya peroleh disebabkan oleh kegiatan masa lampau saya dan jenis badan tertentu yang saya miliki. Oleh karena itu, perhatian utama kita hendaknya adalah mencari tujuan tertinggi kehidupan manusia.
LihatTutupKomentar